BERTUAHPOS.COM – Tak banyak yang tahu, terdapat gugusan pulau berpanorama indah di pesisir Sumatera Barat. Selain Pulau Sikuai yang terisi resor, Pagang adalah pulau paling cantik dan alami di tengah birunya lautan.
Bicara Sumatera Barat, jangan hanya teringat lanskap alam pegunungan seperti Ngarai Sianok atau Lembah Harau saja. Di Kabupaten Pesisir Selatan yang menghadap langsung Samudera Hindia, terdapat beberapa pulau yang masih jarang dijamah wisatawan. Keberadaannya pun masih jarang didengar, termasuk oleh saya.
Tahun 2010 lalu saya hinggap di Pantai Bungus, salah satu objek wisata pantai yang ada di Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Papan bertuliskan “Losmen Carlos” terpampang menghadap jalan raya. Losmen itulah yang menjadi tempat saya menginap.
Malam harinya, saya dan seorang teman mengobrol dengan Carlos, si pemilik losmen. Carlos menawarkan kami untuk menjelajah pulau di lepas Pantai Bungus. Pilihan pun jatuh pada Pulau Pagang, yang konon paling cantik di antara semuanya.Â
Lewat obrolan malam yang hangat, kami mendapat harga spesial. Rp 200.000 per orang sudah termasuk snack, makan siang, minuman, dan jalan-jalan keliling pulau. Murah? Tentu saja. Biasanya sewa kapal menuju pulau ini mencapai Rp 1 juta pulang-pergi.
Pukul 06.00 WIB keesokan harinya, rombongan berangkat. Teman perjalanan kami adalah dua orang wisatawan Rusia, seorang wisatawan Belanda, seorang pengemudi kapal, dan seorang tour guide yang ramah. Perjalanan menuju Pulau Pagang ditempuh sekitar 1 jam, melewati Pulau Sikuai dan beberapa pulau lain yang belum bernama. Pulau Sikuai telah terisi resor, yang konon harga sewa per malamnya sangat mahal.
Kami tiba di Pulau Pagang dengan mulut menganga. Laut mendadak berwarna lebih muda, koral-koral mulai terlihat, dan.. aaah! Ikan Kakatua berwarna biru nyentrik bergerak gesit di bawah sana!
Belum apa-apa saya sudah ada di ujung kapal, siap terjun ke pantai berpasir cemerlang. Ya, cemerlang, putih bersih disinari cahaya mentari yang menyengat. Saya menginjak daratan dengan senyum terlebar yang saya punya. Rasanya seperti jatuh cinta.
Sang pengemudi kapal dan tour guide kemudian berbenah, memindahkan aneka peralatan makan, dan menyuguhkan kami minuman. Mie instan pun tersedia bagi yang lapar. Wisatawan Belanda yang ikut dengan kami itu makan dengan lahap.
Setelah istirahat sejenak, kami mulai menjelajah. Melewati rimbunnya semak-semak di bagian tengah untuk memulai perjalanan di sisi lain Pulau Pagang. Selama perjalanan, decak kagum tak pernah berhenti. Pasirnya selalu putih, selalu bersih. Tak ada sampah sama sekali. Tak ada orang, tak ada resor, tak ada warung.
“Saya mengincar tempat-tempat sepi seperti ini. Bukan Bali atau Lombok,” tutur si wisman Belanda yang baru tiba di Dumai beberapa hari sebelumnya.
Daun pohon kelapa berbunyi karena ditampar angin, menyatu dengan suara ombak dan langkah enam orang yang membelah pantai. Di tengah jalan, sang tour guide sempat memanjat pohon kelapa dan membelahkannya untuk kami minum bersama. Segar!
Tak terasa empat jam berlalu, kami pun tiba di tempat semula. Setelah minum beberapa teguk, kami pun bersiap. Snorkel sudah siap terpasang, fin sudah pas di kaki. Bersiaplah, ikan-ikan dan terumbu karang! Kami akan datang!
Berlima, kami menjajal perairan sekitar Pulau Pagang. Sungguh indah, koral dan ikan warna-warni tersebar di banyak tempat. Kata tour guide yang kebetulan adik kandung Carlos, kalau beruntung kami bisa melihat penyu saat snorkeling di situ. Sayangnya, kami belum beruntung.
Puas berenang, seporsi nasi goreng sudah tersaji di depan mata. Kami makan dengan lahap, lalu bersiap untuk kembali ke Pantai Bungus. Cahaya oranye dari matahari sore mengantar kepergian kami dari Pulau Pagang. Seketika saya sadar, inilah pulau terindah dengan pantai tercantik yang pernah saya datangi.
Carlos menyambut kedatangan kami di Pantai Bungus. Dua minuman ringan untuk saya dan teman, tiga botol bir untuk para wisman, dan sebotol bir untuk dirinya sendiri. Kami minum bersama sambil menyaksikan mentari terbenam sempurna. (detik.com)