BERTUAHPOS.COM — Petani Kopi Gayo terancam rugi besar. Mereka dihadapkan pada kekhawatiran akibat rencana Amerika Serikat (AS) untuk memberlakukan tarif impor sebesar 32% terhadap produk Indonesia. Kebijakan itu dipercaya akan berdampak langsung terhadap harga jual kopi khas dataran tinggi Gayo tersebut.
Pelaku usaha kopi sekaligus pemilik Asa Coffee, Armiyadi, mengatakan Amerika Serikat merupakan pasar utama kopi Gayo, dengan kontribusi ekspor mencapai 50,70%. Dengan kenaikan tarif impor tersebut, dia memprediksi harga kopi akan turun sebanding dengan besaran pajak baru yang dikenakan.
“Sudah dapat dipastikan harga kopi akan turun sebesar 32 persen. Karena pembeli dari Amerika tidak mungkin menanggung beban pajak itu sendiri. Mereka akan membebankan ke penjual, dalam hal ini para petani,” jelasnya, seperti dilansir dari AJNN.
Saat ini, tarif 10% masih berlaku. Namun kenaikan menjadi 32% akan mulai diberlakukan tiga bulan mendatang. Di tengah pelemahan ekonomi global, Armiyadi menyebut, tren permintaan dari pasar Amerika juga mulai menurun. Bahkan, beberapa pembeli meminta untuk mencari pasar alternatif di luar Amerika.
Di sisi lain, kondisi diperparah dengan kebijakan impor bebas yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto. Armiyadi khawatir, jika tidak ada batasan terhadap produk impor, termasuk kopi, maka negara seperti Vietnam – produsen kopi terbesar kedua dunia – bisa mengambil celah untuk membanjiri pasar Indonesia.
“Vietnam juga dikenakan tarif 46% oleh Amerika, dan mereka pasti akan mencari pasar lain. Bisa jadi mereka lempar ke Indonesia. Selama ini tidak masalah, tapi ketika pemerintah membuka keran impor tanpa batas, ini jadi ancaman serius,” ujarnya.
Kondisi ini, lanjutnya, bisa memicu turunnya harga kopi robusta yang saat ini sedang tinggi kembali ke level dasar sekitar Rp30 ribu per kilogram. Dampaknya tidak hanya dirasakan petani robusta, tetapi juga arabika seperti Gayo.
“Petani kita ini sudah jatuh tertimpa tangga. Alih-alih dibantu, malah dibebani dengan kebijakan yang bisa menghancurkan pasar dalam negeri,” tegas Armiyadi.
Dia berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk melindungi petani kopi lokal dari guncangan pasar global dan kebijakan dalam negeri yang kontraproduktif.***