BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Sekarang, jika ditanyakan apa cita-cita seorang anak, maka akan didapat beragam jawaban.
Tentara, polisi, dokter, presiden, bahkan youtuber.
Namun, jawaban itu tak akan didapat dari mulut anak zaman kolonial.
Pada tahun 1800-an, seorang anak (terutama dari kalangan jelata), bahkan tak berani untuk mempunyai cita-cita.
Anak di zaman kolonial hanya tahu bahwa dia akan melanjutkan profesi orang tuanya. Kebanyakan profesi orang tua saat itu adalah petani, kuli kebun, ataupun buruh pabrik.
Para orang tua sebenarnya tahu, ada banyak profesi lain diluar petani ataupun kuli. Ada mantri, pegawai negeri, ataupun guru.
Namun, mereka tak bisa berharap banyak sang anak bisa meraihnya, karena profesi tersebut memerlukan pendidikan. Sementara, pendidikan adalah sesuatu yang langka saat itu.
17 September 1901, Ratu Wilhelmina mengatakan bahwa Belanda berutang moral dan berhutang budi kepada kaum bumiputera.
Tercetuslah politik balas budi. Salah satunya adalah dengan membuka akses pendidikan bagi rakyat jelata pribumi.
Berkat politik balas budi, cita-cita anak mulai bergeser. Mereka mulai mengharapkan bekerja sebagai pegawai rendah di pemerintahan kolonial. Dapat gaji bulanan dan berbagai fasilitas. (bpc4)