Oleh: Melba Ferry Fadly
Air jadi penentu kualitas hidup kita di darat. Ekoriparian Patra Lancang Kuning dan Taman Kehati Arboretum Unilak, menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi. Filtrasi terjadi sesuai kodratnya. Berkunjunglah kesini jika Anda ingin tahu bagaimana cara alam bekerja.
Cuaca cerah di suatu sore, pertengahan Juli 2023, memberi warna tersendiri di sekitar Ekoriparian Patra Lancang Kuning, Universitas Lancang Kuning (Unilak), Kelurahan Umban Sari, Kecamatan Rumbai, Kota Pekanbaru, Riau. Suara gemericik air terdengar jelas saat berdiri di tepi waduk yang menganga lebar, di depan gedung rektorat kampus itu.
Air ini mengalir dari selokan yang terhubung dengan parit di seberang jalan lingkar, persis di samping waduk itu. Parit kecil ini merupakan jalur utama aliran air—yang bersumber dari mata air—dan bermuara di waduk ini.
“Ada dua sumber mata airnya. Pertama alirannya persis berada di samping waduk, di sebelah jalan lingkar ini, yang kedua di bagian atas. Keduanya bermuara di waduk ini,” kata Wakil Dekan II Fakultas Kehutanan Unilak, Dodi Sukma, R.A., S.Hut., M.Si yang menemani kunjungan Bertuahpos.com, sore itu.
Meski bersumber dari mata air, dalam perjalanannya ke waduk, air ini terkontaminasi dengan limbah rumah tangga berasal dari camp PT Pertamina Hulu Rokan (PHR)—yang mana kadar keasaman dan zat-zat berbahaya di dalamnya, terbilang masing tinggi.
Namun, zat berbahaya itu tersaring secara alamiah dari tumbuhan-tumbuhan liar yang hidup di parit, seperti Teratai Air (Nelumbo nucifera), Pakis Air (Salvinia molesta), Pacar Air (Hydrilla verticillata), Eceng Gondok (Eichhornia crassipes), dan tanaman liar lainnya. Sehingga, saat masuk ke waduk, kualitas airnya sudah mendekati kadar normal.
Dengan luas lebih kurang 10 hektare, Ekoriparian Patra Lancang Kuning merupakan sebuah konsep pengelolaan lingkungan yang dikolaborasikan dengan wisata berbasis ekosistem. Konsep ini sebuah perencanaan riparian yang bertujuan untuk menurunkan beban pencemaran limbah domestik, dan menjadikan daerah pengembangannya sebagai pusat edukasi dan konservasi lingkungan (Radnawati dan Makhmud, 2020).
Caranya, dengan memanfaatkan sempadan (perbatasan) sungai atau parit— yang awalnya menjadi tempat pembuangan limbah—dengan membangun fasilitas penyaring yang tidak mengganggu ekosistem lainnya, untuk mengurangi kadar pencemaran.
Menariknya, di Ekoriparian Patra Lancang Kuning ini, filtrasi air tidak perlu menggunakan alat dan teknologi khusus, tapi cukup dengan memanfaatkan tanaman liar—yang tumbuh sesuai dengan habitat aslinya—lalu dibalut dengan destinasi wisata.
Penggunaan konsep ekoriparian diyakini juga dapat memecahkan permasalahan-permasalahan lingkungan, sosial, dan ekonomi yang berada di sekitarnya.
Manfaat lainnya, pertama, sebagai media penyediaan ruang terbuka hijau, kedua, sebagai kawasan rumah pangan keluarga, ketiga, pemanfaatan air limbah olahan, keempat, sebagai ruang edukasi pendidikan lingkungan hidup, dan kelima, menjadi ruang pemberdayaan masyarakat (KLHK, 2022).
Ekoriparian ini kian sempurna dengan hadirnya hutan tropis mini dengan vegetasi rapat, yang menyimpan keanekaragaman fauna dan flora di dalamnya, yaitu Taman Kehati Arboretum Unilak.
Sebagai pengelola Taman Kehati ini, Dodi menemani Bertuahpos.com menjelajahi hutan mini itu, hingga ke ujung. Sebelum masuk ke dalam hutan, ada taman terbuka lengkap dengan fasilitas tempat duduk permanen di bagian depan. Fasilitas ini dibangun oleh PT PHR. Di sini juga tersedia papan informasi yang memuat secara rinci peta bentangan luasan hutan, lengkap dengan data flora dan fauna yang hidup di dalamnya.
Tak jauh dari situ ada sebuah gerbang. Bentuknya unik, berkonsep natural, terbuat dari susunan ranting-ranting pohon yang ditata sedemikian rupa. Jalan setapak paving block di bawahnya, terlihat seperti menjulur keluar dari dalam mulut goa. Jalan setapak ini bak pemandu, membelah vegetasi rapat hutan itu. Gerbang ini lah jalur utama masuk ke Taman Kehati Arboretum Unilak.
Sekitar belasan meter masuk ke dalam hutan, hiruk-pikuk suara kendaraan seketika sirna, berganti irama derik kawanan serangga yang saling bersahutan, berpadu dengan suara desiran daun-daun saling bergesekan, karena tertiup angin.
Terhalang kerimbunan, cahaya matahari hampir tak tertembus ke tanah. Suasananya sejuk, teduh, lembab, mendominasi setiap sudut dan celah di hutan ini. Saking rapatnya, beberapa kali kami harus menyibak tanting dan tumbuhan merambat yang menutupi jalan setapak itu.
Pepohonan besar yang kokoh berdiri di hutan ini, ditempeli foto barcode dilaminating. Dodi menunjukkan cara penggunaannya. Lewat smartphone, dia membuka sebuah laman website, lalu barcode tadi di-scan. Berbagai informasi tentang pohon itu muncul di layar.
“Memang belum semua pohon diberi barcode. Bertahap, karena jumlahnya sangat banyak,” katanya sambil tertawa.
Sekitar 15 menit berjalan kaki, Dodi memandu kami ke sisi hutan yang berbatasan dengan bangunan sekolah—dibelah parit berukuran sekira satu meteran sebagai pembatas area.
Di parit ini lah mengalir air jernih. Sejuk, menyegarkan, tatkala menyentuh muka. Ikan-ikan kecil tampak bergerak lincah, dan benda-benda di dasarnya dapat terlihat jelas hanya dengan mata telanjang.
“Air ini berasal dari Ekoriparian yang sudah tersaring secara alami oleh akar pepohonan hutan ini,” kata Dodi Sukma.
Dari sini, kami dipandu untuk masuk lebih dalam menelusuri jalan setapak dengan track menurun. Di tengah perjalanan, ada sebuah bangunan kecil tanpa dinding. Sepintas bentuknya seperti pendopo, terbuat dari besi dan kayu. Di sekitarnya terbentang tanah datar cukup luas. Kata Dodi, ini adalah shelter dan area camping.
Beberapa kali, kami sempat berlari kecil karena bertemu dengan sarang lebah dan sergahan kawanan monyet liar dari atas pepohonan.
Sampailah di sebuah lembah rawa basah yang ditumbuhi banyak sekali jenis flora. Ada Pandan Rawa (Pandanus helicopus), Meranti Rawa (Shorea macrantha), dan berbagai jenis tanaman rawa lainnya. Namun yang paling mencuri perhatian adalah Kantong Semar Rawa (Nepenthes mirabilis) yang tumbuh subur di lahan basah itu.
Hutan mini yang jadi Taman Kehati Arboretum Unilak ini terbentang seluas 9,3 hektare, ditumbuhi sekitar 200 jenis pepohonan dan menjadi habitat satwa liar, berfungsi layaknya hutan tropis pada umumnya.
Adapun jenis satwa yang mendiami hutan ini seperti, Ular Kobra Sumatera, Ular Cincin Emas, Piton, Monyet Ekor Panjang, Kura-Kura Ambon, Labi-labi. Ada pula beberapa jenis burung yang pernah nampak di hutan itu, seperti, Beluk Jampuk, Cekakak Belukar, Elang Ular hingga Kadalan Beruang, dan jenis lainnya, walau mereka hanya sekedar mampir sesaat.
Dodi bercerita singkat tentang histori hutan ini. Dulunya, kata dia, dalam sebuah forum diskusi yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), membahas tentang Perhutanan Sosial.
“Kebetulan mahasiswa kami ada dalam forum itu,” ujarnya. “Mereka tanya, bagaimana kalau perhutanan sosial itu berada di dalam area kampus?”
Selesai acara itu, pertanyaan mahasiswa itu mencuri perhatian Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar. Dia lalu memanggil salah seorang stafnya untuk memastikan keabsahan informasi yang disampaikan di forum tersebut.
Komunikasi selanjutnya diarahkan ke Dodi, yang menjabat sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning. “Lalu, saya dihubungi oleh salah satu Dirjen di KLHK. Mereka tanya, apakah benar di Unilak ada hutan?”
Setelah itu, digelarlah sebuah pertemuan kecil antara pihak kampus, perwakilan dari PT PHR dan tim dari KLHK. Dodi diminta untuk mempresentasikan hutan ini secara rinci dan gamblang. Lalu, dilanjutkan dengan survei lapangan yang dilakukan oleh tim dari KLHK.
“Mereka juga tak menyangka hutan sekecil ini, tapi flora dan fauna di dalamnya sangat lengkap,” tutur Dodi.
Menurut penilaian dari tim KLHK yang melakukan survei ketika itu, kata Dodi, hutan ini sangat ideal untuk dijadikan taman keanekaragaman hayati atau Taman Kehati. Kesepakatan itu dilegalkan dengan adanya MoU yang melibatkan ketiga pihak tersebut. Unilak sebagai lembaga akademis sekaligus tuan rumah, melihatkan PT PHR dari pihak swasta dan KLHK mewakili pemerintah.
“Akhirnya, antara Ekoriparian dan Taman Kehati Arboretum Unilak dibuat manajemen khusus dalam pengelolaannya, berdasarkan rekomendasi dari KLHK,” cerita Dodi.
Dia menjelaskan, hutan mini di tengah kota ini terdiri dari dua bagian. Yakni hutan rawa dan hutan dataran rendah. Menjadi kian istimewa karena tumbuhan yang hidup di dalamnya adalah tanaman endemik Indonesia. Misal di hutan rawa, terdapat pepohonan rawa tumbuh subur. Sedangkan di hutan dataran rendah, ditumbuhi pepohonan seperti Meranti, Gaharu, Ulin, Pulai, dan lain-lainnya.
Hal lain tak kalah menarik, Taman Kehati ini tetap bekerja sesuai dengan fungsinya untuk pelestarian air, hutan, tumbuhan dan satwa yang ada di dalamnya.
Contohnya, air limbah rumah tangga tadi. Meski sudah tersaring secara alami dalam perjalan sebelum masuk ke waduk ekoriparian, air itu lalu dilarikan ke hutan ini. Di sinilah proses filtrasi alamiah kembali terjadi, dengan memanfaatkan fungsi tumbuhan di hutan itu, sehingga menjadi air bersih.
“Didukung dengan 200 lebih jenis pepohonan, tentu hasil filtrasi air yang dari Ekoriparian menjadi lebih optimal. Sehingga airnya semakin jernih ketika keluar dari hutan,” jelas Dodi.
“Air inilah yang dimanfaatkan oleh Politeknik Caltex Riau (PCR) untuk budidaya ikan. Namun dari segi estetika, air yang mengalir dari Taman Kehati itu bersih dan jernih. Dari proses ini terciptalah wisata edukasinya,” tambahnya.
Simbiosis Mutualisme
Jika merujuk pada Pengertian hutan menurut UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 1: Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berwujud hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati, didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam.
Menurut UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, pengertian hutan adalah: suatu kesatuan ekosistem berwujud hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati, didominasi pepohonan dalam komunitas alam lingkungannya yang saling bergantung dan tidak bisa dipisahkan.
Menurut Bambang Hero Saharjo dalam buku Pengendalian Kebakaran Hutan dan atau Lahan Indonesia (2016), hutan adalah ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati, didominasi pepohonan yang menyatu dengan alam lingkungan sekitarnya.
Hutan dan air menjadi dua hal yang harus selalu bergandengan. Sederhananya, hutan memberi fungsi terhadap air dan sebaliknya. Hal ini sebagaimana ditegaskan Daryanto dalam bukunya Pelestarian Flora dan Fauna (2019), yang menjelaskan bahwa fungsi hutan terkait dengan siklus air, adalah untuk membantu menyimpan air. Sehingga saat musim kemarau tiba, tetap ada ada cadangan air yang bisa dimanfaatkan oleh makhluk hidup lainnya.
Menurut Syukur Umar dalam bukunya Perspektif Ekonomi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) (2020), berkaitan dengan siklus air, hutan juga berfungsi untuk menjaga ketersediaan air bagi manusia dan makhluk hidup. Ini berkaitan dengan fungsi sebelumnya, di mana hutan membantu menyimpan air dalam tanah melalui akarnya.
Akar pepohonan menimbulkan pori-pori sebagai jalan masuk air ke dalam tanah. Akar juga membantu memperlambat jalannya masuk air, sehingga proses infiltrasi (penyerapan) bisa dilakukan lebih banyak.
Tidak hanya itu, hutan juga berfungsi untuk menyuburkan tanah. Terbukti, karena hutan dapat menyediakan pupuk humus — yang ketika terbawa air — mampu menyuburkan daerah yang dilaluinya.
Dari sini dapat disimpulkan setidaknya ada tiga fungsi hutan terkait dengan siklus air, yakni: Membantu penyimpanan air, Membantu menjaga ketersediaan air bagi manusia dan makhluk hidup, dan Menyuburkan tanah, sehingga tanaman bisa tumbuh dan berkembang menjadi penyimpan cadangan air pula.
Sebagai pengelola Ekoriparian, Wakil Rektor II Universitas Lancang Kuning, Hardi, SE, MM mengatakan, kehadiran Ekoriparian dan Taman Kehati Arboretum Unilak menjadi simbiosis mutualisme. Ibarat dua sisi koin, keduanya tak bisa dipisahkan satu sama lain.
“Ekoriparian sangat bergantung dengan tumbuhan-tumbuhan di Taman Kehati untuk filtrasi dan infiltrasi, sehingga air yang dialirkan tetap terjaga kelestariannya,” katanya.
Sedangkan hutan di Taman Kehati, juga tak mungkin tumbuh subur jika suplai air untuk kebutuhan nutrisi tidak tercukupi. Sumber air itu didapat dari Ekoriparian. “Keduanya tak bisa dipisahkan, karena sudah ada fungsinya masing-masing dalam siklus alamiah,” tambah Dodi.
Sementara itu, kawasan yang berdekatan dengan Ekoriparian dan Taman Kehati, rata-rata ditumbuhi oleh tanaman sawit yang tak bisa terlalu diandalkan untuk filtrasi dan infiltrasi air. “Tanah yang ditumbuhi sawit sifatnya seperti spons. Jika air penuh, sifat jenuh. Akhirnya meluber. Jadi bisa dibayangkan kalau Ekoriparian tanpa hutan ini, bagaimana jadinya,” sambungnya.
Terwujud Berkat Komitmen Tiga Elemen Penting
Ekoriparian dan Taman Kehati di Universitas Lancang Kuning ada berkat komitmen kuat dari tiga sektor yang saling berkolaborasi, yakni pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, PHR dari sektor swasta dan Universitas Lancang Kuning dari sektor pendidikan.
Sedangkan untuk pengelolaannya, bernaung dalam sebuah kelembagaan tersendiri yang diampu oleh Hardi. “Konsepnya merujuk pada ketentuan dari KLHK. Selain sebagai tempat pengelolaan air, di kawasan ini juga sudah dibangun taman, cafe, jogging track, dan beberapa fasilitas pendukung lainnya,” kata Hardi.
Dipilihnya lokasi ini menjadi kawasan ekoriparian bukan tanpa alasan. KLHK punya konsep jelas untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup, PT. PHR punya tanggung jawab untuk memulihkan lingkungan dari kegiatan operasional pertambangannya, dan Unilak punya tempat yang cocok dan sangat memungkinkan untuk sebuah kawasan ekoriparian, sesuai dengan standar dan ketentuan berlaku.
Hardi menyebut, setelah ditetapkannya kawasan ini menjadi ekoriparian, pembangunan fasilitas pendukung yang dibutuhkan dibangun sedemikian rupa oleh PHR, sehingga kawasan ini disulap menjadi sebuah destinasi wisata berbasis ekosistem. Sedangkan Unilak diamanahkan sebagai pengelolanya.
“Kami berterima kasih sekali, terutama kepada KLHK dan PHR yang telah mempercayakan kepada Unilak untuk dibangun ekoriparian,” tuturnya.
Jika boleh mengulang kembali momentum bersejarah sekitar awal Juni 2023 lalu, di Jakarta, PT Pertamina Hulu Rokan bersama Direktorat Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, secara resmi menyerahterimakan fasilitas Ekoriparian Patra Lancang Kuning dan Taman Kehati kepada Universitas Lancang Kuning.
Penyerahan ini sebagai komitmen nyata PHR dalam menjaga kelestarian lingkungan di Provinsi Riau dan bagian dari Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PHR yang telah berhasil diselesaikan.
Secara simbolis serah terima dilakukan oleh EVP Upstream Business PHR Edwil Suzandi kepada Rektor Unilak Prof. Dr. Junaidi, SS.M.Hum disaksikan oleh Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Ir. Sigit Reliantoro, M.Sc serta Kepala Departemen Formalitas dan Humas SKK Migas Sumbagut Yanin Kholison di Gedung KLHK di Jakarta.
Edwil mengatakan, fasilitas ekoriparian ini menjadi langkah nyata PHR dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.
Hadirnya kawasan ini, kata dia, telah melewati tahapan dan proses panjang berkat arahan-arahan dari KLHK terkait pengelolaan dan perlindungan lingkungan di Wilayah Kerja (WK) Rokan.
Pembangunan Ekoriparian juga merupakan bagian dari upaya PHR dalam berkontribusi untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDG’s) Nomor 11, yakni menyediakan ruang terbuka hijau yang mudah dijangkau oleh semua kalangan, termasuk difabel, serta SDG’s Nomor 15, yakni melestarikan dan memanfaatkan ekosistem daratan secara berkelanjutan serta melindungi spesies yang terancam punah.
Dengan diserahkannya ekoriparian kepada pihak Unilak, diharapkan dapat dikelola dengan baik secara mandiri dan profesional. “Untuk dirasakan manfaatnya bukan hanya untuk penelitian, tetapi juga untuk wisata edukatif yang dapat menggerakkan perekonomian masyarakat Riau,” lanjut Edwil.
Ekoriparian Patra Lancang Kuning, merupakan proyek yang dibangun PHR sejak Desember 2022 dan telah rampung pada Februari 2023. Proyek TJSL PHR ini pun mendapat apresiasi dari KLHK. Terlebih, fasilitas ini berdampak baik untuk kelestarian lingkungan.
“Kami mengapresiasi langkah kolaboratif PHR pada proyek Ekoriparian di Unilak. Langkah positif ini merupakan hasil dari upaya bersama untuk menurunkan beban pencemaran dari limbah domestik, meningkatkan mutu air dan menjadikan Ekoriparian sebagai pusat edukasi dan konservasi lingkungan,” kata Sigit Reliantoro.
Jadi Destinasi Wisata Edukasi
Jika Ekoriparian di Unilak menjadi satu-satunya di Riau saat ini. Maka Taman Kehati Arboretum menjadi hutan rawa air tawar pertama di Riau. Keduanya tak cuma saling melengkapi satu sama lain dari sisi ekosistem, tapi menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Khususnya wisata edukasi.
Sebagai salah seorang pengunjung, sekaligus mantan Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman mengatakan, kawasan ini merupakan wujud nyata dari konsep wisata edukasi yang kental dengan nuansa alam.
“Kawasan ini sangat cocok dijadikan sebagai wisata edukasi dan tempat diskusi. Juga cocok jadi lokasi rekreasi keluarga. Anak muda yang ingin tahu bagaimana cara menjaga lingkungan, ya seperti inilah caranya,” katanya.
“Sebagai warga, saya bersyukur dengan adanya kontribusi PHR dan KLHK sehingga kawasan seperti ini terwujud. Kawasan ini juga menjadi ruang terbuka di Pekanbaru,” katanya.
Menurut Andi Rachman, keasrian lingkungan di kawasan ini sungguh memanjakan, hutannya terawat, suasana mendukung, pemandangan Ekoriparian indah, plus tersedia track jogging yang nyaman. Dia berharap kawasan ini harus selalu dijaga dan dikelola untuk tujuan jangka panjang.
“Kalau lagi di Pekanbaru, hampir setiap pagi saya melakukan olahraga jalan padi di Unilak,” katanya.
Kehadiran PHR tak cuma membuat Taman Ekoriparian Patra Lancang Kuning jadi sedap dipandang mata, tapi wisatawan bisa belajar banyak bagaimana alam menjaga keseimbangannya.
Selain diamanahkan untuk mengelola Taman Kehati, Dodi yang juga menjadi tenaga ahli dalam rencana induk pembangunan pariwisata Provinsi Riau, mengemukakan bahwa Unilak, sejak awal sudah menjadi bagian dari wisata edukasi di Riau. “Itu sudah di-Perda-kan,” ungkapnya.
“Oleh sebab itu, konsep yang diusung Ekoriparian dan Taman Kehati adalah wisata edukasi. Meskipun sekarang ini jumlah pengunjung masuk ke hutan dibatasi karena alasan keamanan. Tapi kalau di Ekoriparian sudah terbuka untuk umum,” sebutnya.
Rektor Unilak, Prof. Dr. Junaidi, SS, M.Hum, mengucap syukur dan berterima kasih kepada PHR dan KLHK, karena telah memberi kepercayaan kepada Unilak untuk mengembangkan dan mengelola ekoriparian dan Taman Kehati Arboretum. Keduanya menjadi bagian tak terpisahkan satu sama lain sesuai dengan fungsinya untuk pelestarian lingkungan.
Hadirnya Ekoriparian Patra Lancang Kuning dan Taman Kehati Arboretum Unilak dapat mendukung beberapa program yang tengah dikembangkan kampus itu. Pertama, program kelestarian lingkungan.
Kedua, kata Junaidi, perpaduan ini secara estetika, mewujudkan sebuah keindahan dalam kemasan konsep natural modern karena berdirinya beberapa bangunan dan fasilitas di sekitarnya.
Dengan demikian program pengembangan destinasi wisata akan terwujud. “Artinya yang bisa menikmati ini tidak hanya kami yang berada di dalam kampus, tapi juga masyarakat secara luas, khususnya di Pekanbaru,” ujarnya.
Ketiga, dari sisi pemberdayaan ekonomi tentunya akan memberi dampak signifikan dengan hadirnya ekoriparian dan Taman Kehati ini.
“Karena juga ada cafe yang cocok dijadikan tempat nongkrong, diskusi dan ruang baca. Karena di lingkungan kampus tentu nilai-nilai akademis selalu kami tonjolkan. Cafe ini dikelola secara profesional. Sehingga dampak ekonominya juga didapat,” jelasnya.
Sementara itu, khusus untuk Taman Kehati Arboretum Unilak tentunya akan menjadi sebuah laboratorium kehutanan yang mendukung kegiatan belajar mengajar. Mengingat di dalamnya hidup berbagai macam flora dan fauna yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan edukasi.
“Itu bisa jadi tempat riset kami yang berada di lingkungan kampus, termasuk bagi lembaga-lembaga lainnya. Termasuk menjadi tempat praktikum bagi siswa-siswa di Riau,” kata Junaidi.
Hal ini sejalan dengan harapan besar yang disampaikan oleh Gubernur Riau Syamsuar, saat melakukan kunjungan ke Ekoriparian Patra Lancang Kuning dan Taman Kehati Arboretum Unilak pada 7 Januari 2023 lalu.
Selain memberikan apresiasi, Syamsuar meyakini bahwa kawasan ini akan menjadi destinasi wisata edukasi baru bagi masyarakat Riau.
Dengan begitu, kata Syamsuar, generasi muda di Riau bisa mengenal lebih jauh tentang keanekaragaman jenis kayu, serta bisa menjadi pusat riset dan penelitian mengenai flora dan fauna yang ada.
Syamsuar pun mengajak masyarakat, jika ingin mengenal kayu hutan, kelestarian air, dan bagaimana siklus alam bekerja, bisa langsung berkunjung ke kampus ini.
“Lokasi ini tak cuma disulap menjadi indah, tapi menjadi destinasi wisata edukasi bagi generasi muda Riau saat ini,” pungkas Gubernur Syamsuar. ***