BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Masih segar diingatkan bagaimana Pemprov Riau — di masa awal Gubernur Syamsuar menjabat — membentuk Tim Satuan Tugas [Satgas] Penertiban Lahan Sawit Ilegal yang akrab dengan Satgas Lahan.
Satgas ini diklaim Syamsuar sebagai bentuk komitmen pemerintah daerah untuk menetralisir kebun sawit ilegal di Riau yang menjadi masalah menahun. Keberadaan Satgas itu kini kian buram seolah hilang arah setelah hadirnya UU Cipta Kerja Nomor: 11 Tahun 2020.
Status Satgas bakal ‘hilang arah’ sejak awal sudah direspon oleh pemerintah daerah dan penggiat lingkungan di Riau. Keberadaan UU Cipta Kerja, mengatur ulang tentang kerja pemerintah daerah dalam upaya penertiban lahan sawit ilegal.
“UU Cipta Kerja dengan sendirinya akan membuat Tim Satgas jadi tak berfungsi, padahal tim ini dibentuk dengan APBD, sehingga menjadi sia-sia,” kata Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau [Jikalahari] dalam keterangan tertulisnya, seperti yang diterima Bertuahpos,com, jelang akhir 2020 lalu.
Di awal tim ini terbentuk, berhasil mendeteksi 32 perusahaan yang disinyalir memiliki lahan perkebunan yang dikelola di luar izin, di sembilan daerah di Riau. Dari 80.855,56 hektare lahan yang diukur tim Satgas, terdapat 58.350,62 hektare lahan berada di kawasan hutan (ilegal).
Sedangkan sisanya 22.534,62 hektar lahan di luar kawasan hutan atau Area Penggunaan Lain (APL). Angka ini memang jauh berbeda dengan hasil temuan Pansus Monitoring Evaluasi bentukan DPRD — yang diketuai oleh Suhardiman Amby — mencatat ada 1,8 juta hektar sawit ilegal di Riau yang terdiri dari 378 perusahaan.
Sayangnya, hasil temuan Tim Satgas Lahan Ilegal bentukan Syamsuar — yang diketuai oleh Wakil Gubernur Riau Edy Natar Nasution — mandek, seiring dengan UU paling kontroversial Cipta Kerja itu, secara resmi disahkan oleh pemerintah.
“Soal penertiban lahan ilegal ini sudah diatur dalam UU Cipta Kerja,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau Mamun Murod, awal-awal UU Cipta Kerja disahkan.
Jika lahan itu dikuasai oleh masyarakat, maka akan diberi akses legal dalam bentuk perhutanan sosial dan TORA. Namun, sejauh ini Peraturan Pemerintah atau PP sebagai turunan dari Undang-Undang itu, masih ditunggu.
Sehingga Pemprov Riau sejauh ini belum bisa memastikan bagaimana mekanisme kerja yang sebenarnya. PP tersebut, disebut Mamun Murod, sebagai penentu status Tim Satgas Penertiban Lahan Sawit Ilegal bentukan Syamsuar yang saat ini seolah ‘mati suri’.
Mamun Murod tak sependapat kalau kerja Tim Satgas ini mandek, lantaran, klaim dia, penyelesaian lahan sawit ilegal di Riau sudah menjadi komitmen pemerintah daerah sejak awal. Dalam konferensi pers yang digelar di ruangannya pada 18 Februari 2021, diungkapkan beberapa fakta yang menurutnya merupakan kemajuan dalam penanganan persoalan ini.
Luas kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan berdasarkan telaah Peta Tutupan Lahan (versi Tahun 2017) oleh KLHK RI seluas kurang lebih 1,2 juta ha, baik dibebani izin maupun non izin. Dengan proporsi 77% milik masyarakat atau perorangan dan sisanya 23 % milik korporasi atau badan hukum.
Penertiban oleh Tim Satgas Terpadu yang dibentuk oleh Gubernur Riau, beberapa diantaranya telah sampai putusan (inkrah).
Namun, merujuk UU Cipta Kerja, tindak lanjut kasus kebun sawit dalam kawasan hutan akan dilakukan mengikuti ketentuan khususnya pada pasal 36 dan pasal 37, bahwa akan diwajibkan menyelesaikan persyaratan paling lambat tiga tahun sejak Undang-Undang ini berlaku dan ketentuan sanksi administratif bagi yang tidak menyelesaikannya.
“Saya tidak akan berbicara mengenai status Tim Satgas itu akan diapakan, karena itu bukan wewenang saya. Penekanan saya, bahwa penanganan terhadap lahan sawit ilegal akan tetap dilakukan karena itu sudah menjadi amanat Undang-Undang dalam UU Cipta Kerja,” kata Mamun Murod dalam pertemuan itu.
Apa Tanggapan Syamsuar?
Gubernur Riau Syamsuar mengklaim bahwa dirinya sudah duduk bersama dengan pihak KLHK, akan ada tindak lanjut inventarisasi. Dia juga mengakui terhadap mekanisme sesuai dengan yang diatur dalam UU Cipta Kerja telah mengalami perubahan signifikan.
Sayangnya, Syamsuar tak berbicara banyak mengenai nasib Satgas Lahan Sawit yang dibentuknya. “Bisa legal, bisa juga tidak legal,” katanya dalam wawancara singkat 24 Februari 2021 di Komplek Perkantoran Gubernur Riau Menara Lancang Kuning, Jalan Jendral Sudirman, Pekanbaru itu.
Bertuahpos.com kemudian mempertegas bagaimana status Satgas tersebut. “Belum bisa [dipastikan],” ungkap Syamsuar singkat sembari masuk ke mobil dinasnya.
Menurut Asisten III Sekretariat Daerah Provinsi Riau Syahrial Abdi langkah yang paling bijak yang bisa diambil Pemprov Riau saat ini, hanyalah menunggu turunan dari PP UU Cipta Kerja itu, yang diyakininya akan lebih spesifik mengatur tentang mekanisme penertiban lahan.
Sebab menurutnya, juga tak kan membuahkan hasil jika semua pihak hanya berkomentar hanya berlandas pada dugaan-dugaan.
Setelah PP tersebut ada, Pemprov Riau akan melihat dan mempelajari lebih dalam tentang teknis kerjanya, sesuai dengan ketentuan yang diinginkan oleh pemerintah pusat.
Bisa jadi Tim Satgas Lahan yang sudah dibentuk akan disesuaikan arah kerjanya sesuai dengan PP tersebut. “PP-nya belum ada. Ya sama-sama kita tunggu lah,” ujarnya. (bpc2)