BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU —Tes swab itu sakit nggak? Kepapa banyak orang takut dilakukan swab test? Swab memang tidak seperti tes kesehatan kebanyakan. Metode ini sebenarnya sudah ada sejak lama. Namun memang baru dikenal masyarakat di saat pendemi corona merebak.
Metode tes seperti ini dilakukan untuk mendiagnosa apakah di dalam tubuh seseorang terpapar virus atau tidak. Metode ini akan memberikan kepastian yang lebih akurat terhadap diagnosa daripada metode rapid test atau tes cepat. Caranya juga berbeda. Sweb membutuhkan sampel lendir yang terdapat pada pangkal rongga tenggorokan, sedangkan Rapid Test hanya memerlukan sampel darah.
Menurut beberapa orang yang pernah melakukan swab test kepada Bertuahpos, memang sakit. Karena harus memasukkan benda keras seperti cotton bud atau alat lain yang memang dikhususkan untuk keperluan sweb, ke dalam rongga hidung atau mulut. Mungkin rasa sakit inilah yang membuat orang banyak takut diswab. Faktor lain tentu ada, yakni ketakutan jika mereka terdeteksi positif COVID-19. Sebab harus diisolasi.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau Mimi Yuliani Nazir mengungkapkan memang tes swab itu sakit. Tapi tidak sesakit yang dibayangkan. Metode swab tidak akan merusak organ tubuh lain, dan cara yang dilakukan memang seperti itu.
“Kalau saya bilang tidak sakit, ya tidak juga. Tapi tidak sesakit yang dibayangkan, hanya sakit sedikit saat dilakukan swab, setelah itu tidak sakit lagi. Untuk itu, kami imbau masyarakat jangan takut jika ada pelaksanaan swab didaerahnya,” pintanya.
Prosedur Pemeriksaan
Tahapan prosedur pemeriksaan swab test dengan metode PCR, tenaga kesehatan akan memasukkan alat swab yang berbentuk seperti cotton bud yang dilakukan untuk menyapukan alat tersebut ke area belakang hidung untuk mendapatkan cairan atau lendir yang terdapat di area tersebut.
Setelah itu, alat swab akan dimasukkan ke tabung khusus dan ditutup. Spesimen ini selanjutnya dikirim ke laboratorium untuk diperiksa menggunakan teknik PCR.
PCR adalah teknik pemeriksaan yang dilakukan untuk mencocokkan DNA atau RNA yang dimiliki virus. DNA atau RNA yang ada pada sampel dari swab tadi akan direplikasi atau digandakan sebanyak mungkin. Kemudian dicocokkan dengan susunan DNA SARS-COV2 sebagai template.
Jika cocok, maka pasien yang diambil sampel lendirnya positif terinfeksi COVID-19. Sebaliknya, jika ternyata tidak cocok, tandanya orang tersebut negatif terinfeksi COVID-19.
Jangan Takut Diswab
Mimi mengatakan, salah satu kendala yang kini dihadapi pemerintah dalam mendiagnosis paparan virus corona, yakni adanya rasa ketakutan yang tinggi di sebagian besar masyarakat. Padahal tes swab perlu dilakukan dalam upaya pemutusan dan penanganan COVID-19 di Riau.
Jik merujuk pada beberapa kegiatan sweb massal yang dilakukan oleh pemerintah, di Plaza Suka Ramai Trade Center beberapa waktu lalu misalnya, banyak orang menghindar untuk diswab. Kondisi yang sama juga terjadi ketiga dilakukan swab massal di Kabupaten Rokan Hulu beberapa waktu lalu.
Masyarakat diminta untuk tidak takut ketika akan diswab. Pasalnya hal tersebut untuk kepentingan diri sendiri dan orang lain. “Laporan yang kami terima dari kabupaten/kota, salah satu kendala belum terpenuhi target pemeriksaan swab karena masyarakat takut di swab. Ada yang takut sakit, ada juga yang takut dirawat kalau positif,” kata Mimi.
Terkait hal tersebut, Mimi menjelaskan bahwa pelaksaaan tes swab tidak seperti yang dibayangkan masyarakat. Dimana ada informasi yang beredar bahwa tes swab sakit dan bikin menderita.
Sekedar informasi saja, hingga saat ini, laboratorium biomolekuler RSUD Arifin Achmad sudah memeriksa sampel swab sebanyak 15.845 dari target yang diberikan pemerintah yakni 24 ribu sampel swab. (bpc2)