BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Kata soisolog berdarah Sunda, kapitalis kerap menciptakan orang-orang yang butuh biaya spontan. Seperti sakit, atau musibah, Maka di situlah riba hadir.
“Bicara riba, selama kapitalis merajalela, maka riba akan selalu hadir, karena kapitalisme menciptakan kemiskinan, antara kaya dan miskin,” kata Dr Ahmad Hidir, sosiolog Fisip Universitas Riau.
“Namun Riba seolah-olah muncul sebagai dewa penolong. Padahal, hanya sekedar haus di tengah laut, minum hanya seteguk, dan setelah minum, haus akan selesai, namun akan muncul haus berikutnya,” tambah Hidir bermajas.
Di Indonesia, kapitalis sedang merebak. Walaupun ideologi Pancasila, kapitalisme sudah subur, kata Hidir, buktinya jumlah bank cukup banyak, terutama bank konvensional.
Bank Syariah Bukan Solusi
Kehadiran bank syariah bermaksud memutus mata rantai riba.
“Akses bank syariah sulit menjangkau masyarakat mikro. Apalagi kredit konsumtif, untuk lebaran, biaya sekolah, harus memenuhi persyaratan tertentu, akhirnya mereka terjebak bank-bank rente yang sifatnya konvesional berbunga tinggi. Kaya Bank titil (di jawa) , atau bank inang-inang (di Sumatera). Karena berfikir pendek, rentenir dianggap solusi paling gampang,” ulas Hidir.
Akses lembaga keuangan kata Hidir lagi tak dapat berbuat banyak.
“Ke Pegadaian saja kita harus punya modal berupa barang, apalagi ke bank, pasti butuh agunan. Di masa Pandemic banyak orang di PHK, jasa angkot gak jalan, orang tidak ke kantor, pasar tutup, aktivitas pendidikan dan keagamaan lumpuh. Tinggal di rumah, orang butuh makan. Bagi yang punya tabungan bisa diambil, sedang yang tidak punya hanya meratapi nasib. Test swab bagi yang dianggap tertular virus harus bayar. Saat PSBB dilonggarkan sebenarnya kapitalis gelisah, karena daganganngaya gak laku. Kalau ada bantuan pemerintah, hanya stimulus. Tidak memenuhi kebutuhan sebulan,” yakin Hidir.
Menurut Hidir, riba berwajah banyak, bukan hanya kredit. Solusinya harus ada bantuan nyata terhadap orang miskin.
“Ketika ada bantuan, pemerintah harus tahu mana yang dibantu, dipastikan bantuan sampai, ada keterjaminan bahwa mayarakat bisa makan dan hidup. Kalau memang difungsikan zakat, dari 80 persen penduduk muslim Indonesia, 30 persennya dimanfaatkan untuk zakat, Pajak dari program CSR corporate juga bisa diusalurkan,” pungkas Hidir. (bpc5)