BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Kedatangan tentara Jepang dengan semangat pertempuran Asia Timur Raya tiada mampu ditahan oleh tentara Hindia Belanda.
Akhirnya, pada 8 Maret 1942, Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Perundingan penyerahan tanpa syarat ini dilakukan di Kalijati, Subang, Jawa Barat.
Namun, sempat ada silang pendapat antara Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Tjarda van Starkenborgh dengan Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda, Letnan Jenderal Ter Poorten.
Ter Poorten yang mengetahui kekuatan dan strategi politik sudah tahu bahwa tak ada jalan bagi pihaknya untuk menang. Dengan demikian, menyerah tanpa syarat harus dilakukan demi menghindari kehancuran.
Namun, Tjarda van Starkenborgh mengelak untuk menyerah tanpa syarat. Dia bahkan mencoba mengulur waktu dengan mengatakan sudah tak berhak menyatakan menyerah, karena pucuk pimpinan perang sudah diambil kembali oleh Ratu Wilhelmina.
“Ratu Wilhelmina yang berhak menyatakan menyerah. Namun, untuk menghubungi Ratu Wilhelmina sekarang tidak mungkin,” elak Tjarda.
Tjarda berpendapat bahwa perang masih bisa dilanjutkan, dengan strategi gerilya dan bermarkas di Bandung Selatan. Namun Ter Poorten tak menyetujui hal tersebut, mengingat tak ada lagi militer Belanda yang tersisa.
Mendengar hal itu, pimpinan perang tentara Jepang, Laksamana Imamura mengamuk. Dia hanya menberikan dua pilihan untuk Belanda, menyerah tanpa syarat atau lanjut berperang.
Tak punya pilihan lain, Tjarda dan Ter Poorten memilih menyerah tanpa syarat. Maka, berakhir pula kolonialisme Belanda di Indonesia, dari berbagai sumber. (bpc4)