BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Usai melakukan Agresi Militer II pada Desember 1948, Belanda secara terus menerus mengkampanyekan bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada. Propaganda ini terus digaungkan Belanda hingga ke dunia internasional.
Maka, disusun sebuah rencana untuk membuktikan bahwa Republik Indonesia masih ada, dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih kuat. Untuk itu, diputuskan untuk melakukan serangan yang hebat ke Belanda untuk mematahkan propaganda Indonesia sudah tidak ada.
Dalam perkembangan selanjutnya, terpilih Kota Yogyakarta untuk dilakukan serangan umum. Pemilihan Kota Yogyakarta bukan tanpa pertimbangan.
Yogyakarta adalah ibukota Indonesia, yang jika mampu direbut walau hanya beberapa jam akan meningkatkan semangat juang gerilyawan. Selain itu, di Yogyakarta banyak wartawan asing dan juga pengamat dari PBB. Tentu dengan izin dari Sultan dan juga perintah siasat dari Panglima TNI.
Akhirnya, pada 1 Maret 1949, dilakukan serangan besar-besaran terhadap Belanda di Yogyakarta. Serangan dimulai pada pukul 06.00 WIB pagi, dan berlangsung hingga pukul 12.00 WIB siang.
Untuk mencegah datangnya bantuan Belanda, serangan juga dilakukan ke pasukan kuat Belanda di Solo dan Magelang. Serangan ini mampu menahan bantuan Belanda dari Solo, namun pasukan Belanda yang ada di Magelang tetap bisa masuk ke Yogyakarta.
Korban serangan ini di pihak republik tercatat 300 prajurit, 53 polisi. Sementara korban tewas dipihak Belanda disebut 200 tewas dan luka-luka.
Serangan Umum 1 Maret ini berhasil membuka mata dunia bahwa Indonesia masih ada, dan sekaligus membuat malu Belanda. AA Maramis yang disiapkan sebagai pemerintah pengasingan di India menyebutkan sejumlah media luar negeri menjadikan Serangan Umum 1 Maret sebagai laporan utama. Hal ini semakin menguatkan posisi tawar Indonesia di dunia internasional. (bpc4)