BERTUAHPOS.COM – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Khawatir soal pembatasan subsidi gas elpiji 3 Kg yang dicanangkan pemerintahan. Oleh sebab itu YLKI menilai kebijakan subsidi secara tertutup patut untuk dikritisi, karena berpotensi kesalahan data.
“Khawatir masih ada salah pendataan, atau praktik patgulipat, sehingga berpotensi terjadi penyimpangan,” kata Tulus, Jumat, 17 Januari 2020, seperti dikutip dari Republika.co.id.
Misalnya, kata dia, rumah tangga tidak miskin, tapi dekat dengan Ketua RT atau RW dan akhirnya mendapat subsidi. Begitu juga sebaliknya, rumah tangga miskin yang tidak dekat dengan Ketua RT dan RW justru tidak mendapatkan subsidi.
Jika disubsidi diberikan secara tunai, Tulus mengatakn pemerintah harus menjamin dana tersebut tidak boleh digunakan untuk sesuatu yang tidam berguna. “Misalnya untuk membeli rokok. Pemberian subsidi secara tunai bisa diintegrasikan dengan subsidi di sektor lainnya,” ujar Tulus.
Sehingga menurut Tulus jika bisa diintegraskan akan terdeteksi secara transparan dan akuntabel. Khususnya mengenai seberapa banyak rumah tangga miskin menerima subsidi dari negara, baik subsidi kesehatan, pendidikan, energi, pangan, dan lainnya.
“Pada akhirnya patut diwaspadai dengan ketat, perihal potensi distorsi semacam ini dan diperlukan pemutakhiran data rumah tangga miskin secara presisi,” tutur Tulus.
Selain itu, kata dia, pemerintah harus mengawasi distribusi gas LPG tiga kilogram dan jamina Harga Eceran Tertinggi (HET) yang wajar. Dia menegaskan jangan sampai harganya melambung karena ada pembiaran pelanggaran HET. “Jika hal ini terjadi akan mengganggu daya beli masyarakat dan memicu inflasi secara signifikan,” kata Tulus.
Meskipun begitu, Tulus memahami mengapa pemerintah berencana untuk mendistribusi gas elpiji tiga kilogram secara tertutup. Sebab, lanjut dia, pada awal upaya migrasi dari minyak tanah ke LPG (2004), distribusi gas seharusnya tertutup dengan kartu kendali. “Namun di tengah perjalanan, kartu kendali tak berfungsi, dan selanjutnya distribusinya beraifat terbuka yakni siapa pun bisa dan boleh beli,” ujar Tulus.
Kondisi tersebut menurutnya semakin parah sat harga gas elpiji 12 kilogram semakin mahal. Sementara itu, harga elpiji 3 kilogram sama sekali tidak mengalami kenaikan. Akhirnya, Tulus mengatakan banyak pengguna gas elpiji 12 kilogram yang turun kelas menjadi pengguna LPG tiga kilogram. “Sampai saat ini kisaran pengguna yang turun kelas bisa mencapai 15 sampai 20 persen,” tutur Tulus.
Akibatnya, menurut Tulus, gas elpiji 3 kilogram menjadi tidak tepat sasaran karena pengguna 12 kg yang turun kelas merupakan kelompok masyarakat mampu. Sementara elpiji 3 kilogram untuk kelompok tidak mampu atau orang miskin. (bpc3)