BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Ingin merubah nasib, itulah motivasi kuat Syafii banting setir dari penyedia alkes, menjadi eksportir. Walaupun pemula, Syafii sudah mengirim produk perdananya berupa kelapa ke Karachi Pakistan, di tahun 2019.
Penuh lika-liku? Pasti. Setamat SAA Pekanbaru (1990), Syafii bekerja di perusahaan farmasi selama 13 tahun di Jakarta Selatan. Setahun berikutnya dia menjadi agen Sari Roti dengan 6 gerobak dan bagi fee dengan pedagang gerobaknya.
Lalu, dia menjadi chemical supplier di PLTU, hingga habis kontrak dan serah terima dengan PLN.
Tahun 2018, Syafii pun mendirikan PT Faris Chemitech Nusantara, yang salah satu bidang usahanya eskpor-impor. September 2019, baru mulai ekspor kelapa sebanyak 26 ton lebih. Dapat untung Rp8 juta.
Kenapa Dia Tertarik dengan Ekspor-Impor?
Kata dia, banyak yang sukses karena memilih ekspor-impor dalam mengembangkan bisnis. Contohnya Singapura. Negara yang tidak punya komoditas, namun menjadi negara eksportir terbesar.
“Tahun 2013 saya pernah ikut pelatihan ekspor-impor. Namun, baru tahaun 2018 terwujud (punya perusahaan sendiri), saya buka perusahaan berbadan hukum, PT Faris itu. Alasan kedua, karena potensi ekspor-impor, cepat mendatangkan income. Apalagi ekspor itu, quantiti-nya banyak. Satu kontainer saja, jumlahnya 25.000 kilo, atau 25 ton,” ungkapnya saat bercerita dengan bertuhapos.
Walaupun kuantitasnya terbilang kecil, Syafii merasa puas, karena bisa menembus ekspor ke Pakistan. Tantangan terberat Syafii kini pengiriman CPO, minyak goreng, dan gliserin.
Melihat Peluang
Negara peminat yakni Singapura, Vietnam, dan Qatar. Agar itu terwujud ada 2 hal yang paling penting, yakni trust dan funding.
“Semuanya terwujud karena trust. Berawal dari Letter off inten (LOI), atau surat minat. Berapa kebutuhan negara buyer, kita menerbitkan full corporate over ( FCO) sebagai penawaran dari perusahaan kita.”
“Sebenarnya peluang itu yang harus kita tangkap, karena negara kita penghasil komoditas terbesar di dunia. Misalnya manggis ada permintaan dari Hongkong, sementara Hongkong ambil dari Malaysia, dan Malaysia ambil dari kita. Berarti Malaysia yang mendapat keuntungan,” ungkap Syafii.
Dia menambahkan, Indonesia punya banyak peluang ekspor. Apalagi kalau sudah tau siapa buyer dan supplier, tinggal funder yang perlu diyakinkan.
“Harusnya pemerintah mencarikan solusi perusahaan yang terbentur pembiayaan. Jadi kita tidak harus memiliki dana senediri. Asal perusahaan sudah punya, legal izin-izin sudah ada, pembeli sudah ada, supplier sudah ada, funder yang belum ada. Tinggal buar rekening bersama,” yakin pria bersahaja ini. (bpc5)