BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — RUU tentang harmonisasi peraturan perpajakan atau HPP telah disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna DPR pada Kamis, 7 Oktober 2021 yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar.
RUU HPP mulai dibahas Komisi XI pada 28 Juni 2021 dengan melaksanakan rapat kerja bersama Menteri Keuangan dan Menkum HAM dengan agenda membentuk panitia kerja RUU tentang KUP. “Selanjutnya Panja melakukan pembahasan daftar isian masalah (DIM),” kata Dofie.
Dari RUU tersebut, pemerintah dan DPR sepakat untuk mengatur beberapa hal terkait perpajakan. Salah satunya program pengampunan pajak mulai 1 Januari 2022 mendatang.
Adanya program tersebut, wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan kepada negara.
Dengan demikian, setiap wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang direktur jenderal pajak belum menemukan data atau informasi mengenai harta yang dimaksud.
Harta bersih yang dimaksud tersebut adalah nilai harta dikurangi dengan nilai utang. Hal itu seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Sebagaimana dilansir dari Republika.co.id, harta yang dilaporkan merupakan aset yang diperoleh wajib pajak sejak 1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015. Nantinya, harta bersih itu akan dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenakan pajak penghasilan (PPh) final.
PPh final akan dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Adapun tarif itu terdiri dari enam persen atas harta bersih yang berada di dalam negeri dan diinvestasikan kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) atau sektor energi baru terbarukan (EBT), serta surat berharga negara (SBN).
Lalu, sebesar delapan persen atas harta bersih yang berada di dalam negeri dan tidak diinvestasikan sektor SDA, EBT, dan SBN. Selanjutnya, sebesar enam persen atas harta bersih yang berada di luar Indonesia dengan ketentuan akan dialihkan ke dalam wilayah Indonesia serta diinvestasikan sektor SDA, EBT, dan SBN.
Sementara, sebesar delapan persen atas harta bersih yang berada di luar Indonesia dengan ketentuan dialihkan ke Indonesia, tetapi tak diinvestasikan ke sektor SDA, EBT, dan SBN. Kemudian, sebesar 11 persen atas harta bersih yang berada di luar Indonesia dan tak dialihkan ke Indonesia.
Kemudian, pemerintah juga akan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) ke beberapa barang dan jasa yang sebelumnya dibebaskan dari pajak, salah satunya barang kebutuhan pokok. Lalu, jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, serta jasa pengiriman uang dengan wesel pos.
Tak hanya itu, pemerintah juga akan mengerek tarif PPN dari 10% menjadi 11%. Hal ini berlaku mulai 1 April 2022. Selanjutnya, pemerintah akan menaikkan lagi tarif PPN menjadi 12%. Rencananya, tarif ini akan berlaku mulai 1 Januari 2025.
Namun, pemerintah masih membuka opsi penetapan tarif PPN sebesar 11 persen pada 2022 dan sebesar 12% pada 2025 bisa diubah ke skema rentang tarif. Adapun rentangnya, yaitu paling rendah lima persen dan paling tinggi 15%. (bpc2)