BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau kembali mengkritik kebijakan anggaran Pemprov Riau di APBD tahun 2022, yang mana terdapat Rp9,6 miliar dari anggaran tersebut akan dipakai untuk membangun lapangan tenis.
“Kalau kebijakan anggarannya seperti ini, sangat jauh dari upaya pemerintah provinsi untuk membawa Riau lebih baik ke depan,” kata Koordinator Fitra Riau Triono Hadi kepada Bertuahpos.com, Minggu, 12 Juni 2022.
Dalam catatan Fitra Riau, dari Rp9,6 miliar APBD untuk membangun lapangan tenis tersebut, sebanyak Rp4,4 miliar akan dibangun untuk lapangan tenis Kejaksaan Tinggi [Kejati] Riau. Lalu, Rp1,9 miliar untuk lapangan tenis di Pengadilan Agama, dan Rp3,1 miliar untuk pembangunan lapangan tenis tertutup.
Tri menyebut, kebijakan Alokasi anggaran ini adalah bentuk perilaku buruk pemerintah daerah memboroskan anggaran untuk belanja yang sama sekali bukan prioritas dan kebutuhan masyarakat Riau.
“Apa hubungan membangun lapangan tenis dengan misi Riau Lebih Baik?. Justru anggaran-anggaran semacam inilah yang menyandera kebutuhan prioritas masyarakat, yang semestinya mendapatkan perhatian dan dukungan anggaran secara memadai,” terangnya.
Tri menyebut, hal ini telah mencerminkan tingkat sensitifitas pemerintah daerah terhadap masalah yang dihadapi warga, ‘sangat rendah’. Di tengah masyarakat berupaya untuk melakukan pemulihan ekonomi akibat covid19, ‘berperang’ dengan harga kebutuhan pokok yang melambung, justru luput dari sorotan Pemprov Riau.
“Tapi justru pemerintah tidak sensitif bahkan lebih membelanjakan uangnya untuk kebutuhan yang pastinya bukan masyarakat kecil. Siapa yang akan olahraga itu? tentu bukan warga kecil,” tutur Tri.
Dia menambahkan, seberapa banyak fasilitas olah raga yang telah dibangun namun tidak difungsikan?. Bahkan sebagian telah rusak parah. Seberapa besar anggaran yang akan digunakan untuk pemeliharaannya?. Kenapa ini tidak menjadi dasar dalam merumuskan dan menetapkan anggaran?.
“Anda tahu?, Anggaran Rp9.6 miliar itu sama dengan membangun 160 unit Rumah Layak Huni (RLH). Artinya jika anggaran itu digunakan untuk membantu warga membangun RLH, maka sudah 160 rumah tangga miskin di Riau bisa menempati rumah yang layak. Kenapa lebih memilih untuk bangun sarana olahraga, yang sebenarnya sudah tidak kurang lagi di Riau?,” sebutnya.
“Anda tahu?, Gubernur Riau, punya misi mulia bagaimana masyarakat di kampung—sekitar hutan—meningkat ekonominya, dengan skema Perhutanan Sosial—sebagai bagian dari kebijakan Riau Hijau. Berapa alokasi anggaran yang diberikan untuk membantu masyarakat mengelola hutan yang telah mendapatkan izin, atau mengakses izin?.”
“Pemerintah hanya bisa mengalokasikan anggaran kurang dari Rp1 miliar. Alokasi anggaran justru tidak proporsional antara yang semestinya diprioritaskan untuk dibiayai, namun justru digunakan untuk belanja yang sama sekali tidak ada urgensinya. Tentu saja ini sangat memprihatinkan,” ujar Tri.
Dia kembali mengilustrasikan, jika Rp9,6 miliar anggaran itu diberikan untuk mendukung perhutanan sosial Rp100 juta/satu kelompok pengelola PS, maka 96 Kelompok PS di Riau tidak lagi sibuk mondar-mandir cari pinjaman modal pengelolaan awal.
Namun sayangnya, kata Tri, itu semua tidak menjadi pertimbangan dalam rencana anggaran ini. “Masih banyak kebutuhan-kebutuhan lainnya yang seharusnya lebih diutamakan oleh pemerintah,” katanya.
“Masih ada kesempatan. Untuk itu Gubernur Riau harus mempertimbangkan ulang dan harus membatalkan alokasi anggaran tersebut, dan merelokasikan untuk kebutuhan-kebutuhan mendesak yang diharapkan oleh masyarakat. Belanja daerah harus diprioritaskan untuk membiayai kebutuhan yang sejalan dengan misi Gubernur Riau untuk mencapai mimpi Riau lebih Baik.”
“Begitu juga dengan Kejaksaan Tinggi Riau, Pengadilan Agama Pekanbaru, sebagai pihak penerima hibah pembangunan sarana olah raga ini, atau apalah skemanya. Perlu sama-sama kita ingatkan Gubernur Riau agar membelanjakan APBD-nya untuk kepentingan masyarakat yang lebih penting dan mendesak. Tolak anggaran pembangunan lapangan tenis itu, dan minta alihkan untuk kebutuhan masyarakat yang lebih penting,” tutup Tri.***