BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Sidang perkara korupsi di Bank BNI Pekanbari sebesar Rp23 miliar dengan terdakwa Dewi Farni Djafar binti Dja’far Denai, salah seorang notaris, Kamis 3 November 2022, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Di persidangan, Jaksa Penuntut Umum menghadirkan tiga orang saksi.
Tiga saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum Dewi Shinta Dame Siahaan SH MH, ke hadapan majelis hakim pada petsidangan yang dilaksanakan secara virtual terswbut yakni, Esron Napitupulu, Direktur Utama PT. Barito Riau Jaya (BRJ), Ir Atok Yudianto, selaku Pemimpin PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Sentra Kredit Kecil (SKC) Pekanbaru, Albert Benny Caruso Manurung selaku Penyelia Relationship Officer (RO) Bank BNI Cabang Sentra Kredit Kecil. Ketiga orang saksi ini, saat ini berstatus sebagai terpidana dalam perkara korupsi kresit di PT BNI Pekanbaru dan saat ini masih menjalani masa hukuman di Rutan Sialang Bungkuk.
Kepada majelis hakim, saksi Ir Atok Yudianto mengungkapkan, dirinya menjabat di BNI Pekanbaru sampai April 2009. Dikatakannya, pada tahun 2007, Esron Napitupulu pernah mengajukan pinjaman Rp17 miliar untuk kresit investaris resonansi kebun. Adapun syarat pinjaman menurutnya, harus layak, ada jaminan dan jaminan tambahan.
Untuk kredit Rp17 miliar tersebut, Erson mengagunkan kebun di Desa Sako dan ada tambajan aset. Kebun waktu itu masih atas nama masyarakat, namun sudah ada akta notaris menyebutkan kebun sudah milik PT BRJ dan surat dalam tahap pengurusan peningkatan ke SHM. Seharusnya jaminan berupa sertifikat, namun saat itu ada cover note dari notaris Sodo, yang menyebutkan, surat dalam proses peningkatan ke SHM. Pinjaman kemudian disetujui dan dicairkan setelah mendapat persetujuan dari Kanwil BNI
Tahun 2008, PT BRJ yang dipimpin Erson, kembali mengajukan pinjaman sebesar Rp23 miliar. Ketika ditanya JPU apakah hal ini dibolehkan, Ir Atok mengatakan dibolehkan, tapi objek pembiayaan harus berbeda dengan awal. Saksi mengatakan berbeda. Agunan ada kebun di Rokan Hulu, suratnya masih berbentuk SKT. Namun ada surat keterangan dari notaris mengatakan sudah milik PT BRJ dan sedang tahap peningkatan sertifikat. Notarisnya terdakwa Dewi Farni. Pengajuan pinjaman kemudian disetujui dan dicairkan setelah mendapat persetujuan dari Kanwil.
Lebih lanjut dikatakannya, pihak BNI pernah ke BPN menanyakan apa bisa ditingkatkan ke sertifikat. Menurut pihak BPN masih dalam proses dan bisa ditingkatkan.
Surat cover note dibuat terdakwa. Terdakwa ada mengajukan kerjasama dengan BNI. Ada surat perintah kerja untuk peningkatan sertifikat. Karena ada cover note ini, akhirnya kredit 23 miliar dicairkan.Terdakwa beberapa kali membuat cover note, karena belum bisa dibuktikan progres yang ada di cover note. Pihak notaris kemudian menghubungi terdakwa. Orang BPN Kampar dan Rohul datang ke kantor BNI
“Hj Unifar enszi dari BPN Kampar tahun 2008 datang ke BNI jumpa saya. Dan saya menanyakan sampai dmana peningkatan sertifikat. Dikatakan kendala tidak ada dan masih dalam tahap proses,” ujar Atok
Sementara dari BPN Rohul, lanjut Ir Atok, bernama Solihin, juga datang ke BNI menemui saksi Atok ditemani terdakwa dan dikatakatan masih dalam proses. Karena pihak BPN mengatakan tidak ada masalah dan masih tahap proses maka tetap dilanjutkan. Hingga akhirnya tahun 2011 kredit dinyatakan macet.
Swbelumnya dalam dakwaan disebutkan perbuatan terdakwa bermula pada tanggal 12 September 2007, Esron Napitupulu selaku Direktur Utama PT. Barito Riau Jaya (BRJ) Pekanbaru mengajukan surat permohonan Kredit Investasi Refinancing (KIR) sebesar Rp 17 miliar yang ditujukan kepada Pimpinan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Sentra Kredit Kecil (SKC) Pekanbaru sesuai dengan surat tanpa nomor, tertanggal 12 September 2007, dengan agunan pokok yakni lahan dan kebun kelapa sawit di Desa Sako Margasari Kecamatan Logas Tanah Darat Kabupaten Kuantan Singingi seluas 1004 Ha berupa 502 persil Surat Keterangan Tanah (SKT) yang masih atas nama-nama orang lain.
Di antaranya termasuk di dalamnya lahan dan kebun kelapa sawit seluas 162 Ha yang dimiliki Bibit Supratno dan 80 orang anggota Kelompok Tani Nelayan Andalan (KOTANELAN) yang telah sertifikat dan ke 81 SHM tersebut jauh hari sebelumnya telah menjadi agunan kredit pada PT. Bank Riau Cabang Pembantu Rumbai atas nama KOTANELAN yang pada saat itu diketuai oleh Drs. Ali Lius Yus.
Walaupun Kredit Investasi Refinancing (KIR) sebesar Rp 17 miliar berdasarkan Keputusan Komite Kebijakan Kredit Nomor : KRK/CPC-104/2004 tanggal 21 Desember 2004 masuk dalam kelolaan segmentasi Debitur Middle Market pada PT. BNI (Persero) Tbk Sentra Kredit Menengah (SKM) Pekanbaru, namun PT. BNI (Persero) Tbk Sentra Kredit Kecil (SKC) Pekanbaru tetap melakukan proses KIR sebesar Rp17 miliar yang diajukan Esron Napitupulu selaku Direktur Utama PT. BRJ tersebut.
Terhadap KIR Tahun 2007 sebesar Rp. 17 miliar yang tidak dilengkapi feasibility study dan tidak terdapat dalam register surat masuk pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Sentra Kredit Kecil (SKC) Pekanbaru namun tetap diproses oleh Dedi Syaputra, S.Sos, M.Si dengan membuat Advis Kredit berupa Memorandum Pengusulan Kredit (MPK) Perangkat Aplikasi kredit (PAK) 01.C No. : PBC/2.1/086 tanggal 20 September2007 dan disetujui oleh Albert Benny Caruso Manurung dan Ir. Atok Yudianto.
Selanjutnya terhadap MPK PAK yang telah mendapat persetujuan dari Rinaldi M Harun selaku Pemimpin Resiko Kredit Kecil (RKC) Pekanbaru, kemudian diteruskan kepada Pimpinan Wilayah 02 Padang PT. BNI (Persero) Tbk yang menjabat ketika itu, yakni Drs. Ahmad Fauzi, MBA. selaku Kelompok Pemutus Kredit (KPK) Tertinggi dan mendapat persetujuan pada tanggal 27 September 2007.
Dalam proses KIR Tahun 2007 sebesar Rp17 miliar sejak penyusunan MPK PAK dan mendapat disposisi setuju dari KPK tertinggi tersebut telah menyimpangi Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia Nomor : 27/162/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 27/7/UPPB, masing-masing tanggal 31 Maret 1995 Tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkereditan Bagi Bank Umum dan Ketentuan Internal PT. BNI (Persero) Tbk Kemudian proses pencairan kredit melalui pemindahbukuan ke Nomor Rekening Debitur an. PT. BRJ (Esron Napitupulu) pada Kantor Cabang Utama PT. BNI (Persero) Tbk Pekanbaru yang dilakukan oleh Armaini Sevanti.
Selain telah menyimpang dari ketentuan diatas juga syarat-syarat disposisi sebagaimana didalam Perjanjian Kredit (PK) Nomor : 2007.134 tanggal 1 Oktober 2007 belum dipenuhi oleh saksi Esron Napitupulu selaku Debitur sedangkan terhadap kredit seluruhnya telah direalisasikan kepada Debitur.
Tanggal 9 Juli 2008 Esron Napitupulu dengan Surat Nomor : 003.08/BRJ-BNI/2008 mengajukan tambahan KIR sebesar Rp23 miliar kepada PT. BNI (Persero) Tbk SKC Pekanbaru, dengan mengajukan kembali agunan pokok tanah kebun kelapa sawit seluas 1.004 ha berupa 502 persil SKT yang masih atas nama-nama orang lain berlokasi di Desa Sako Margasari Kecamatan Logas Tanah Darat Kabupaten Kuantan Singingi sebagai jaminan pokok (agunan ini telah digunakan untuk KIR 2007 sebesar Rp. 17 miliar, ditambah lahan dan tanaman sawit yang tumbuh diatas lahan terletak di Desa Batu Langka Kecil, Kecamatan Bangkinang Barat Kabupaten Kampar dan terletak di Desa Kabun Kecamatan Kabun Kabupaten Rokan Hulu luas seluruhnya 314 Ha dengan bukti kepemilikan 157 persil SKT serta lokasi yang terletak di Sei Jake Desa Pasir Mas Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi seluas 292 Ha dengan alas hak berupa 146 persil SKT.
Sehingga jaminan yang diberikan keseluruhannya menjadi satu kesatuan yang tidak dipisahkan dengan kedua fasilitas kredit pada Tahun 2007 sebesar Rp17 miliar dan Tahun 2008 sebesar Rp23 miliar tersebut.
Atas pengajuan 157 persil SKT yang berlokasi di Kecamatan Bangkinang Barat Kabupaten Kampar dan Desa Kabun Kecamatan Kabun Kabupaten Rokan Hulu tidak dapat dilakukan peningkatan menjadi Surat Hak Milik karena lahan sawit tersebut masuk dalam kawasan hutan, hal tersebut diketahui oleh saksi Tengku Darmizon pada bulan Juli 2008 setelah melakukan register camat dan pada bulan Januari 2009 saksi Hj. Junifer Ensi dan saksi Solihin juga memberitahukan hal tersebut kepada saksi Tengku Darmizon.
Kemudian saksi Tengku Darmizon memberitahukan kepada Terdakwa dan saksi Esron Napitupulu bahwa 157 persil SKT yang terletak di Kecamatan Bangkinang Barat Kabupaten Kampar dan Desa Kabun Kecamatan Kabun Kabupaten Rokan Hulu masuk dalam kawasan hutan. Pengurusan peningkatan Hak dari SKT ke SHM atas 59 persil SKT yang berlokasi di Desa Silam Batu Langkah Kecil Kecamatan Bangkinang Barat Kabupaten Kampar dan 98 persil SKT yang berlokasi di Desa Kabun Batu Langkah Besar Kecamatan Kabun Kabupaten Rokan Hulu tidak pernah secara resmi didaftarkan di Kantor BPN Kabupaten Kampar dan Kantor BPN Kabupaten Rokan Hulu
Bahwa seharusnya jika Drs. Mulyawarman Muis, MM, ketika memeriksa dan mempelajari Dokumen MPK PAK Review PBC/2.1/100 tanggal 22 Agustus 2008, dengan jujur, objektif, cermat dan seksama, maka keputusan yang diambil Drs. Mulyawarman Muis, MM terhadap permohonan Tambahan KIR Tahun 2008 sebesar Rp23 miliar tersebut dengan disposisi menolak permohonan kredit debitur, antara lain karena :
Berdasarkan Keputusan Komite Kebijakan Kredit Nomor : KRK/CPC-104/2004 tanggal 21 Desember 2004 yang mengatur mengenai segmentasi debitur, maka terhadap Tambahan KIR Tahun 2008 sebesar Rp. 23 miliar sehingga total kredit menjadi Rp40 miliar, maka maksimum kredit yang demikian bukan lagi merupakan kelolaan PT. BNI (Persero) Tbk SKC Pekanbaru yang memberi kewenangan memproses kredit hanya sampai maksimum kredit Rp10 miliar. melainkan sudah masuk kelolaan Middle Market, Sentra Kredit Menengah (SKM) Pekanbaru.
Bahwa dengan keputusan setuju yang diberikan Drs. Mulyawarman Muis, MM., yang menyatakan faktor legalitas dan kecukupan penilaian jaminan telah terpenuhi, padahal faktanya berdasarkan ketentuan menyatakan sebaliknya. perbuatan Mulyawarman Muis, MM tersebut telah mengabaikan azaz-azaz perkereditan yang sehat, terutama dengan ketidakcukupan penilaian jaminan yakni agunan kredit tidak dapat mengcover jumlah kredit yang disetujui sehingga menimbulkan resiko yang tinggi terhadap BNI dan kredit yang diberikan berkembang menjadi kredit bermasalah nantinya.
Selain dari itu persetujuan pemberian kredit seperti pemberian grace periode dipengaruhi pihak-pihak yang berkepentingan dengan pemohon kredit. Perbuatan Drs. Mulyawarman Muis, MM yang menyetujui pemberian kredit yang demikian telah bertentangan dengan Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia Nomor : 27/162/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 27/7/UPPB, masing-masing tanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkereditan Bagi Bank Umum, yang mengatur Tanggung Jawab Pejabat Pemutus Kredit.
Bahwa selanjutnya pemberian KIR Tahun 2008 sebesar Rp23 miliar mendapat persetujuan dari Drs. Mulyawarman Muis, MM., maka pada tanggal 23 September 2008, Ir. Atok Yudianto menandatangani Surat Keputusan Kredit (SKK) Nomor : PBC/2.1/716/R yang ditujukan kepada PT. Barito Riau Jaya Up ESRON NAPITUPULU (Direktur Utama).***