BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Belakangan kembali heboh soal profesor karena suatu perdebatan di salah satu televisi swasta nasional.
Perlu diluruskan bahwa masih banyak masyarakat yang salah kaprah tentang gelar profesor. Mereka menganggap profesor itu adalah gelar akademik seseorang.
Namun, hal tersebut keliru. Profesor adalah ‘jabatan akademik’ di perguruan tinggi. Urutannya, asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor.
Karena profesor itu jabatan, maka ditanggalkan setelah dia tak lagi menjabat. Jadi, bukan melekat selamanya.
Menurut Hasanudin Abdurakhman, cendikiawan yang kini tinggal di Jepang, profesor itu memiliki tugas dan kewajiban. Mereka bertugas membimbing mahasiswa doktoral, mengepalai tim riset, dan membina dosen yang lebih muda.
Profesor itu juga beraliasi dengan lembaga atau perguruan tinggi tertentu yang memberikan jabatan profesor. Artinya, kalau ada seseorang yang mengaku bergelar profesor, namun tidak disertai perguruan tingginya, maka keprofesorannya patut diragukan.
Lalu, kalau profesor itu hanya jabatan, apa gelar akademiknya?
Gelar akademik didapat setelah menempuh pendidikan sesuai jenjangnya. Sarjana untuk S1, Master untuk S2, dan Doktor untuk S3.
Nah, gelar sarjana, master, atau Doktor inilah yang melekat selamanya. Kalau profesor, itu adalah jabatan yang harus ditanggalkan setelah tidak lagi menjabat.
Saat ini, menurut aturan, seseorang bisa diberi gelar profesor jika dia sudah menempuh jenjang doktoral (S3). Atau, bisa juga diberikan oleh perguruan tinggi karena jasanya yang besar, atau biasa disebut profesor kehormatan (honorary profesor).
Contoh profesor kehormatan ini adalah Ustaz Abdul Somad (UAS) dijadikan profesor tamu di Universiti Islam Sultan Sharif Ali (UNISSA) Brunei Darussalam pada awal Januari 2020 lalu. UAS akan jadi profesor di UNISSA untuk dua tahun kedepan.
Contoh lain adalah gelar profesor kehormatan untuk presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri yang akan diberikan Universitas Pertahanan (Unhan). (bpc4)