BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Meski mendapat kritikan dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau dan lainnya, Pemerintah Provinsi Riau tetap melanjutkan proses lelang pembangunan lapangan tenis di Kejaksaan Tinggi Riau, Pengadilan Tinggi Agama Pekanbaru dan di Lapangan Tenis tertutup di Jalan Petala Bumi senilai Rp9,6 miliar.
Pantauan bertuahpos.com pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Provinsi Riau, proses lelang ketiga proyek tersebut tetap berlanjut. Hal ini berbeda dengan rencana proyek pembangunan perkantoran terpadu Pemprov Riau atau yang dikenal dengan twin tower, yang proses lelangnya langsung dibatalkan ketika mendapat kritikan dari masyarakat Riau.
Untuk Lelang Fisik Pembangunan Prasarana Pendukung Gedung Kejaksaan Tinggi Provinsi Riau (Lapangan Tenis) senilai Rp 4.476.999.250 anggaran Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Provinsi Riau, masih tetap berlangsung dengan agenda Evaluasi Administrasi, Kualifikasi, Teknis.
Kemudian lelang Fisik Pembangunan Prasarana Pendukung Pengadilan Tinggi Agama Pekanbaru (Lapangan Tenis) Nilai Pagu Rp 1.968.000.000 anggaran Dinas PUPRPKPP Provinsi Riau, tetap berlangsung. Saat ini dengan dengan agenda Evaluasi Administrasi, Kualifikasi, Teknis, dan Harga.
Demikian juga dengan proses lelang Fisik Pembangunan Bangunan Gedung Olahraga (LapanganTenis) Tertutup Lokasi Jalan Petala Bumi Pekanbaru Nilai Pagu Rp. 3.170.000.150, juga terus berlangsung. Saat ini memasuki agenda Evaluasi Administrasi, Kualifikasi, Teknis dan Harga.
Sebelumnya, Koordinator FITRA Riau, Triono Hadi kepada Bertuahpos.com mengatakan, kebijakan anggarannya seperti ini, sangat jauh dari upaya pemerintah provinsi untuk membawa Riau lebih baik ke depan,.
Tri menyebut, kebijakan alokasi anggaran ini adalah bentuk perilaku buruk pemerintah daerah memboroskan anggaran untuk belanja yang sama sekali bukan prioritas dan kebutuhan masyarakat Riau.
“Apa hubungan membangun lapangan tenis dengan misi Riau Lebih Baik?, justru anggaran-anggaran semacam inilah yang menyandera kebutuhan prioritas masyarakat, yang semestinya mendapatkan perhatian dan dukungan anggaran secara memadai,” terangnya.
Tri menyebut, hal ini telah mencerminkan tingkat sensitifitas pemerintah daerah terhadap masalah yang dihadapi warga, ‘sangat rendah’. Di tengah masyarakat berupaya untuk melakukan pemulihan ekonomi akibat covid19, ‘berperang’ dengan harga kebutuhan pokok yang melambung, justru luput dari sorotan Pemprov Riau.
“Tapi justru pemerintah tidak sensitif bahkan lebih membelanjakan uangnya untuk kebutuhan yang pastinya bukan masyarakat kecil. Siapa yang akan olahraga itu? tentu bukan warga kecil,” tutur Tri.
Dia menambahkan, ” Seberapa banyak fasilitas olah raga yang telah dibangun namun tidak difungsikan?, bahkan sebagian telah rusak parah. Seberapa besar anggaran yang akan digunakan untuk pemeliharaannya?, kenapa ini tidak menjadi dasar dalam merumuskan dan menetapkan anggaran?”.
“Anda tahu?, anggaran Rp9.6 miliar itu sama dengan membangun 160 unit Rumah Layak Huni (RLH). Artinya jika anggaran itu digunakan untuk membantu warga membangun RLH, maka sudah 160 rumah tangga miskin di Riau bisa menempati rumah yang layak. Kenapa lebih memilih untuk bangun sarana olahraga, yang sebenarnya sudah tidak kurang lagi di Riau?,” sebutnya.
“Anda tahu?, Gubernur Riau, punya misi mulia bagaimana masyarakat di kampung sekitar hutan meningkat ekonominya, dengan skema Perhutanan Sosial sebagai bagian dari kebijakan Riau Hijau. Berapa alokasi anggaran yang diberikan untuk membantu masyarakat mengelola hutan yang telah mendapatkan izin, atau mengakses izin?.” ujarnya.
“Begitu juga dengan Kejaksaan Tinggi Riau, Pengadilan Agama Pekanbaru, sebagai pihak penerima hibah pembangunan sarana olah raga ini, atau apalah skemanya. Perlu sama-sama kita ingatkan Gubernur Riau agar membelanjakan APBD-nya untuk kepentingan masyarakat yang lebih penting dan mendesak. Tolak anggaran pembangunan lapangan tenis itu, dan minta alihkan untuk kebutuhan masyarakat yang lebih penting,” tutup Tri.***