BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Gubernur Riau Syamsuar menyentil soal data luasan kebun sawit di Riau yang tidak sinkron dengan pendapat daerah. Sejatinya, dengan kebun sawit di Riau terluas di Indonesia saat ini, memberikan manfaat besar untuk daerah. Namun itu belum terjadi.
Hal ini disampaikan Syamsuar saat menghadiri Sosialisasi: Sinergi Pemberdayaan Usaha Kecil, Menengah, dan Koperasi (UKMK) Kemenkeu Satu di Sektor Kelapa Sawit di Provinsi Riau, di halaman kantor Kanwil DJPb Provinsi Riau, Pekanbaru, Selasa, 23 Agustus 2022.
“Saya bertanya juga, kenapa Riau dipilih sebagai daerah pertama untuk terselenggaranya kegiatan ini. Apakah karena sawit banyak.Tapi kalau sawit banyak, tentu harus bermanfaat juga untuk masyarakat Riau. Meski ada keseimbangan pendapatan negara dengan daerah,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Syamsuar menyebut bahwa pemanfaatan lahan sawit Riau yang luas harus memberikan dampak seimbang terhadap pendapatan daerah, yang juga akan berdampak terhadap masyarakatnya. “Kalau sawit banyak, tapi berdampak pada lingkungan, tak ada gunanya juga,” katanya.
Syamsuar kemudian membacakan data luasan kebun sawit i Riau dari berbagai versi. Di mana dari masing-masing instansi pemerintah memiliki data berbeda-beda terhadap luasan tutupan sawit Bumi Lancang Kuning.
Berdasarkan data kementerian pertanian, kata dia, tutupan sawit di Riau seluas 3,4 juta hektare. Sedangkan data yang dimiliki oleh Pemprov Riau seluas 3,8 juta hektar. Namun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengantongi data tutupan sawit di Riau lebih luas yakni hingga 3,9 juta hektar, meskipun data ini masih dianggap belum final.
“Dulu (kegiatan) yang seperti ini juga pernah dibuat, seluruh kepala daerah diundang agar seluruh lahan sawit di Riau ini terinventarisir. Kakanwil Pajak dulu juga pernah ngomong ke saya, bagaimana agar data wajib pajak, antara pajak daerah dan pajak nasional, sama.”
“Saya mendukung. Waktu itu pimpinan KPK hadir, Dirjen Pajak hadir, dan semua bupati di Riau hadir. Semuanyanya tandatangani komitmen. Tapi sampai hari ini belum jalan. Ini perlu juga disampaikan ke Ibu Menteri,” kata Syamsuar.
Syamsuar mengungkapkan, tercatat lahan sawit HGU (atau mereka yang tercatat membayar pajak) jumlahnya baru 1,1 juta hektar. Sementara HPL jumlahnya sekitar 1 juta hektar lebih. Dia mendorong, bagaimana pendapatan negara dari sektor pajak perkebunan sawit bisa lebih dimaksimalkan lagi.
“Makanya sekarang saya bilang, ‘negara ini butuh duit’, iya kan. Rp502 triliun lebih saja untuk subsidi BBM. Itu berat, lho. Sementara duit yang ada sekarang (lost potensi dari pajak perkebunan kelapa sawit di Riau) kenapa kita biarkan,” tuturnya.
“Sama halnya sekarang dengan kebun dalam kawasan hutan. Itukan ada denda administratif. Kenapa tidak dikejar ke situ. Kolaborasi dengan KLHK. Supaya duit negara masuk, dan bagi hasil untuk daerah juga dapat. Kalau tidak dapat, bagaimana, kami merenung aja lah.”
Dia menambahkan, di beberapa sektor, untuk target pendapatan negara khusus di Provinsi Riau selalu tercapai, misalnya penerimaan negara yang digarap oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Bahkan, kata Syamsuar angka meningkat hingga 4000%.
“Makanya saya juga bertanya-tanya, mengapa Menteri Keuangan mau datang ke Riau. Mungkin karena target negara di Riau tercapai semua. Tapi target daerah tidak tercapai. Ini juga sudah kami sampaikan,” terangnya.
Dalam kesempatan itu, Syamsuar meminta agar suara-suara di daerah juga bisa disampaikan ke pemerintah pusat agar pendapatan daerah bisa meningkat. Hal ini tidak lain agar potensi-potensi yang ada di Riau juga tetap bisa dinikmati oleh masyarakatnya.
“Selama ini kan tak seimbang antara realisasi investasi di Riau dengan kondisi infrastrukturnya. Harusnya seimbang. Biar sama-sama enak kita. Ini menjadi PR bersama lah.”
“Kemarin waktu Ibu Menteri Keuangan (Sri Mulyani) ke Riau sangat ingin menyampaikan hal ini. Tapi mungkin tak jodoh, karena saat beliau ke sini kami ada pertemuan Gubernur se-Indonesia dengan Pak Presiden di Bali. Jadi kami harap, tolong yang seperti ini juga disampaikan ke Ibu Menteri,” ujarnya.***