BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Gubernur Riau Syamsuar soroti banyaknya mobil mewah ikut antre di SPBU di Pekanbaru, terlebih kendaraan mewah ini ikut mengantre di loket BBM solar bersubsidi.
Dia mengatakan saat ini solar di Riau sedang langka, tidak selayaknya kendaraan mewah juga mengisi BBM solar bersubsidi.
“Sebab masih kedapatan pengendara mobil mewah yang ikut mengantre sampai ke jalan umum, seperti di Jalan Soekarno Hatta, Jalan Arifin Ahmad dan SM Amin,” katanya, Selasa, 16 Agustus 2022.
“Kita sedang kekurangan energi, solar ini kan memang di seluruh Indonesia seperti itu (langka). Tapi kami pemerintah sudah mengatur agar tidak terjadi kelangkaan,” sebutnya.
Oleh sebab itu, Gubri meminta kepada masyarakat dengan kemampuan ekonomi menengah ke atas kiranya tidak mengkonsumsi jenis BBM bersubsidi
“Kami mengharapkan dukungan dari pengguna kendaraan-kendaraan yang sepantasnya tidak menggunakan BBM bersubsidi agar bersedia menggunakan BBM non subsidi,” katanya.
Syamsuar juga mengeklaim, pihaknya terus melakukan pemantauan perkembangan pemakaian solar subsidi, terutama untuk pendistribusian yang tidak sesuai peruntukan. “Termasuk kalau ada penyalahgunaan dari SPBU,” tuturnya.
Persoalan ini, sebelumnya juga sempat menjadi sorotan ekonom senior dari Universitas Riau Dahlan Tampubolon, Ph.D. Dahlan mengkritik fenomena masih adanya kendaraan mewah pribadi namun ikut mengantre di loket solar bersubsidi.
Dia mengatakan, antrean panjang kendaraan niaga dan pribadi di SPBU di Pekanbaru beberapa waktu belakangan ini memang juga jadi pemandangan lazim.
“Ya, sudah jadi pemandangan yang lazim dalam beberapa waktu terakhir ini kendaraan niaga dan kendaraan pribadi antriannya mengular di hampir semua SPBU, terutama antrian bio solar,” tuturnya kepada Bertuahpos.com, Senin, 15 Agustus 2022.
“Ini tentu jadi pemandangan sangat miris, karena di antara antrian tersebut terselip beberapa kendaraan pribadi yang tergolong mewah ikut mengantri, padahal kenderaan tersebut hanya digunakan kepentingan individu. Mampu membeli mobil mahal tapi mau menggunakan solar subsidi,” kritiknya.
Dahlan menyebut, kondisi ini tentu sangat kontras dengan truk dan bus antar kota berplat kuning (angkutan umum) yang harus ikut mengantri, padahal mereka membawa barang dan penumpang ke berbagai tempat di nusantara.
Akibatnya waktu tempuh yang dijalani kendaraan tersebut menjadi panjang dan biaya operasional mereka membengkak, sebagai dampaknya mereka mengenakan tambahan tarif angkutan.
“Ujung dari persoalan tersebut adalah kenaikan harga komoditi yang diangkut dan menyebabkan inflasi secara nasional,” tuturnya.
“Persoalan di daerah kita, dengan pertumbuhan ekonomi yang hanya 0,03% pada triwulan kedua dibanding triwulan pertama 2022, akan semakin tergerus oleh inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya transportasi ini,” sambung Dahlan.
Dia menambahkan, masyarakat mulai merasakan dampaknya, ditandai dengan pertumbuhan pendapatan yang lambat sedangkan inflasi mengejar pertumbuhan tersebut.
Target pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan dalam RKPD Riau 2022 akan sulit tercapai apalagi harga hasil bumi, terutama tandan buah segar yang belum juga bangkit ke harga di atas harga pokok produksi petani.
“Padahal kita tahu, harga TBS sangat menentukan meriahnya ekonomi Kota Pekanbaru, sebagai barometer geliat ekonomi Riau,” tuturnya.***