Di tengah perkembangan teknologi kian pesat, digitalisasi di sektor jasa keuangan adalah jawaban untuk segala kebutuhan masyarakat. Semuanya akan menjadi mudah dan cepat. Inilah era baru kebangkitan finansial, digitalisasi perbankan jadi sebuah keniscayaan.
BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Suasana di sebuah ruko dua lantai di Jalan Mangga, Sukajadi, Pekanbaru, pada siang itu, Senin, 25 Oktober 2021, tampak lengang. Di bagian teras terparkir pick up hitam dengan mesin menyala. Ruko ini dipenuhi dengan barang-barang harian tertumpuk di rak-rak, serta bergelantungan di sebuah kayu yang dipasang horizontal pada bagian kiri dan kanannya.
Bagian depan (di samping kiri arah masuk) ada sebuah etalase kaca besar. Di dalamnya juga tersusun kotak-kotak kemasan produk. Di sebelah etalase itu (agak ke dalam) ada sebuah meja kayu lusuh. Di atasnya juga bertumbuk barang-barang dagangan, seperti kopi sachet, rokok, minuman kemasan, buku catatan dan kalkulator.
Di balik meja itu, duduk seorang pria berperawakan sedang berkacamata, mengenakan kaos putih polos, tampak sibuk dengan layar smartphone di tangannya. “Sory. Sebentar, ya,” tuturnya saat menyambut kedatangan Bertuahpos.com. “…habis transfer. Tadi baru ambil barang. Itu mesin mobil belum dimatikan.”
Pria itu bernama Ihsan (38). Dari penampilannya, dapat ditebak bahwa dia seorang pedagang tulen. Sudah empat tahun dia buka usaha grosir barang harian di daerah ini. Meski demikian, profesi ini sudah dia geluti sejak dia lajang dulu.
Sekitar dua tahun yang lalu, Ihsan termasuk ‘anti’ dengan mobile banking. Baginya, layanan perbankan berupa aplikasi itu, selalu banyak dikeluhkan. Terutama dalam terikait soal keamanan.
Hal itu bukan tanpa alasan, setelah dia belajar dari pengalaman seorang saudara yang kehilangan smartphone. Lalu saldo di rekeningnya juga raib, lantaran pelaku berhasil mengakses mobile banking miliknya. “Itu beberapa tahun yang lalu,” tutur ayah dua anak ini.
Kini, mindset itu berubah 100%. Sejak 2019, dia mendownload aplikasi tersebut di HP pintarnya untuk menunjang usaha. Sekarang, soal transfer-mentransfer, Ihsan tak lagi repot harus ke mesin anjungan tunai mandiri atau ATM. Cukup dengan smartphone, semuanya selesai dalam sekejap.
“Sekarang saya semakin sadar, bahwa kita memang harus teknologi. digitalisasi perbankan itu sebuah kebutuhan. Bukan cuma untuk menunjang pekerjaan saja, tapi juga untuk kebutuhan lain. 70% aktivitas transaksi saya lakukan di HP. Bahkan, untuk bayar listrik dan BPJS lewat HP,” ujarnya.
Meski demikian, dia mengakui, bahwa masih ada banyak hal yang belum diketahui tentang fitur-fitur pada aplikasi mobile banking itu. Walau begitu, dia sudah sangat puas dengan apa yang dimilikinya saat ini.
Ihsan hanyalah gambaran sederhana untuk menjawab mengapa digitalisasi di sektor jasa keuangan sangat diperlukan. Jika teknologi suatu hal yang tak bisa dihindari, maka digitalisasi di sektor jasa keuangan tentu sebuah keniscayaan. Sebab, hal itu telah telah masuk dalam keseharian dan menjadi masyarakat.
“Saya salah satu yang setuju bahwa digitalisasi di sektor jasa keuangan kini sudah berkembang dengan sangat cepat. Sejak akhir 2020, pas awa-awal corona lah, saya gadai emas saja sudah pakai mobile banking,” kata Harri Jummaulana (30), seorang dosen terbang di Pekanbaru ini.
Saat berbincang dengan Bertuahpos.com, pada Minggu, 31 Oktober 2021 lalu, di sebuah kafe di kawasan Sudirman, Pekanbaru, Harri mengaku dirinya termasuk individu kepo dengan fitur-fitur layanan yang tersedia di mobile bankingnya. Bahkan, hampir semua sudah dicoba. Mulai dari transaksi dengan barcode, berinfak secara digital, fitur belanja online, top up, bayar tagihan, investasi, hingga aktivitas transaksi lainnya. “Transfer yang paling sering, selain gadai-menggadai emas,” tuturnya sambari tertawa.
Dia juga melihat bahwa digitalisasi di sektor jasa keuangan tidak akan pernah ada habisnya. Sebab, hadirnya teknologi bertujuan untuk memudahkan aktivitas manusia, dan digitalisasi di sektor jasa keuangan hanya sebagian kecil dari sekian banyak kebutuhan masyarakat lainnya yang harus terpenuhi. Semakin banyak kebutuhan masyarakat, maka akan selalu ada inovasi-inovasi baru yang muncul.
Di era ini, digitalisasi sektor jasa keuangan telah banyak memberikan perubahan dari berbagai sektor, terutama dalam hal memudahkan nasabah untuk membuka rekening baru. Pengalaman ini diceritakan oleh Aldilla Putri (29) seorang ibu rumah tangga yang kini menggeluti usaha rumahan secara online dengan memanfaatkan pasar sosial media.
Pada suatu pagi, Putri bersama anak perempuannya duduk santai di teras rumah. Tiba-tiba datang seseorang dengan sepeda motor menawarkan untuk buka rekening. “Awalnya saya nggak minat. Tapi dia bilang, ‘ibu nggak perlu ke bank. Cukup lewat HP aja buka rekeningnya’. Saya penasaran, kan,” tuturnya menjelaskan.
“Cuma sebentar. Saya disuruh download aplikasi, lalu isi data, selfie dengan KTP, ya, ada beberapa langkah lah. Saya juga dipandu, supaya nggak salah isi data, kan. Besoknya, petugas bank tadi datang lagi antarkan kartu ATM dan buku tabungan. Kebetulan waktu itu baru buka usaha jualan online di sosial media juga.”
Sejak saat itu, Putri lebih sering melakukan transaksi secara digital melalui smartphone-nya. Terutama untuk hal-hal untuk mendukung kemudahan usahanya seperti transfer, top up, hingga bayar tagihan. “Ternyata, fitur-fitur di mobile banking mendukung semua,” tambahnya.
Dukungan OJK Terhadap Perkembangan digitalisasi di Sektor Jasa Keuangan
Jika boleh mundur ke belakang, dukungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap perkembangan digitalisasi di sektor jasa keuangan sudah dilakukan sejak lama.
“Dapat kita lihat lah, ya, ada banyak kebijakan yang telah dikeluarkan OJK dalam rangka menciptakan digitalisasi jasa keuangan yang sehat, aman, mudah, dan cepat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,” kata Kepala OJK Provinsi Riau M. Lutfi, dalam sebuah sesi wawancara dengan Bertuahpos.com via WhatsApp belum lama ini.
Dia menuturkan, jauh sebelum situasi yang dirasakan saat ini, OJK sudah membuat ragam aturan terkait digitalisasi di industri jasa keuangan. Misalnya, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77 tahun 2016. Kebijakan ini banyak mengatur tentang layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi.
Lalu, di tahun 2018, OJK juga sudah mengeluarkan tiga kebijakan dalam rangka melayani transformasi digital. Adapun ketiga aturan tersebut yakni POJK Nomor 12 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Layanan Perbankan Digital oleh Bank Umum.
Lalu, POJK 13 Tahun 2018 tentang inovasi keuangan digital. POJK Nomor 3 Tahun 2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis teknologi Informasi (Equity Crowdfunding).
Tak berhenti sampai di situ, pada 2020, OJK juga mengeluarkan kebijakan untuk menunjang percepatan transformasi digitalisasi industri keuangan. Aturan ini dibuat berdasarkan kewenangan OJK yang diatur dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2020 terkait penanganan pandemi Covid-19 dalam menghadapi sistem keuangan yang membahayakan negara.
Mengapa Penting digitalisasi di Sektor Jasa Keuangan?
Hadirnya layanan digitalisasi di sektor jasa keuangan (terutama perbankan) tidak lain memang dilatarbelakangi beberapa hal, antara lain; innovation.
“Tentu karena adanya inovasi di bidang teknologi informatika telekomunikasi yang menjadi faktor pendorong utama sehingga kebutuhan nasabah itu bisa terpenuhi dengan hadirnya digitalisasi perbankan,” ujarnya.
Faktor kedua yang melatarbelakangi hadirnya layanan digitalisasi di sektor jasa keuangan, yakni behavior; di mana, perubahan pola perilaku masyarakat dalam memanfaatkan layanan dari lembaga jasa keuangan dengan sendirinya menuntut industri jasa keuangan untuk menyesuaikan antara bisnis dengan kebutuhan.
Ketiga, completion; jika semua orang sudah sepakat bahwa perkembangan teknologi itu tidak bisa dihindari, maka industri jasa keuangan, termasuk di daerah harus bisa beradaptasi. “Jadi, semakin tingginya persaingan di industri jasa keuangan, mau tidak mau berbagai inovasi digitalisasi harus dilakukan,” ucapnya.
Terakhir, Need; Kata Lutfi, digitalisasi di sektor jasa keuangan menjadi keharusan mengingat tingginya permintaan pasar. Secara tidak langsung nasabah dalam hal ini masyarakat membutuhkan segala kemudahan, terutama untuk menunjang aktivitas keseharian mereka, baik dalam bisnis maupun untuk kebutuhan sehari-hari.
Faktor-faktor ini, tidak hanya menuntut perbankan konvensional untuk terus melakukan pembaharuan dalam hal teknologi, tapi juga perbankan berbasis syariah, bahkan termasuk industri jasa keuangan lainnya, seperti asuransi, investasi, gadai, dan lain-lain.
“Pada bulan Februari 2021 yang lalu, OJK juga telah meluncurkan roadmap Pengembangan Perbankan Syariah (RP2SI) 2020-2025, yang tujuan adalah untuk mewujudkan perbankan syariah yang resilient, berdaya saing tinggi, dan berkontribusi terhadap perekonomian nasional dan pembangunan sosial yang salah satunya melalui penguatan identitas perbankan syariah dengan cara mendorong digitalisasi perbankan syariah itu sendiri,” tuturnya.
Hal yang Perlu Diperhatikan Industri Jasa Keuangan Terhadap Layanan Digital
Layanan digital di sektor jasa keuangan pada dasarnya adalah layanan berbasis elektronik yang dikembangkan dengan mengoptimalkan pemanfaatan data nasabah dalam rangka melayani nasabah secara lebih cepat, mudah dan sesuai dengan dengan kebutuhan, serta dapat dilakukan secara mandiri oleh nasabah dengan memperhatikan aspek keamanan.
Masih dijelaskan Lutfi, layanan perbankan digital itu sendiri terdiri dari; Layanan Informatif, sebuah layanan yang hanya terbatas pada penyediaan informasi kepada nasabah di industri jasa keuangan tanpa ada interaksi lebih lanjut, dan tidak diikuti eksekusi transaksi keuangan.
Kemudian, dirinciannya, Layanan Transaksional, yang diawali dengan penyediaan informasi kepada nasabah dan dapat disertai dengan fasilitas untuk berinteraksi dengan bank atau jasa keuangan.
“Layanan ini hadir, tentu saja dalam rangka membantu pengambilan keputusan transaksi keuangan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan nasabah sebelum dilakukannya eksekusi transaksi oleh nasabah,” ujarnya.
Dalam rangka memberikan kemudahan, kenyamanan serta keamanan nasabah dalam memanfaatkan layanan digital di sektor industri jasa keuangan—perbankan, misalnya—termasuk fitur-fitur yang tersedia, maka bank sebagai penyelenggara layanan digital perbankan, mempersyaratkan bank untuk melakukan beberapa hal;
Pertama, bank atau industri jasa keuangan lainnya, harus membentuk unit atau fungsi yang menangani penyelenggaraan layanan perbankan digital dengan tanggung jawab antara lain; menyusun kebijakan dan standar operasional prosedur (SOP), memastikan efektivitas penyelenggaraan, hingga monitoring potensi kendala dan permasalahan yang mungkin akan terjadi.
Kedua, lanjut Lutfi, industri jasa keuangan harus memberikan jaminan perlindungan nasabah, antara lain; menerapkan prinsip perlindungan yang transparan, adil, andal, kerahasian dan keamanan data/informasi, penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa.
“Lalu, memiliki fungsi dan mekanisme penanganan, seperti beroperasi 24 jam sehari dan dapat difasilitasi oleh berbagai media antara lain telepon, surel dan lain sebagainya. Dan yang ketiga, tentulah bank atau industri jasa keuangan harus mematuhi ketentuan terhadap perlindungan konsumen. Ini salah satu hal yang penting. Mengingat bisnis di sektor industri jasa keuangan ini adalah bisnis kepercayaan,” jelas Lutfi.
Harapan Baru di Era Baru Kebangkitan Finansial untuk Anak Cucu
Hadirnya digitalisasi di sektor jasa keuangan tentu punya arti penting bagi masyarakat. Sadar atau tidak pemerintah melalui OJK telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong serta mengawasi industri jasa keuangan agar tetap berjalan pada garis ketentuan yang sudah ditetapkan.
Generasi milenial ke depan akan dihadapkan pada era baru kebangkitan finansial dengan hadirnya digitalisasi di sektor jasa keuangan. “Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi dengan dunia ini ke depan,” kata Harri Jummaulana.
“Namun, dari apa yang kita rasakan saat ini, bahwa teknologi senantiasa akan menemani hari-hari kita dalam melakukan aktivitas seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia. Saya berharap, kita, negara kita lebih siap menghadapi itu.”
Kalau Ihsan, sangat ingin anak-anaknya nanti bisa lebih bijak dalam hal mengelola keuangan. Hadirnya digitalisasi di sektor jasa keuangan sejatinya telah membuka peluang bagi setiap individu untuk menyusun rencana masa depan yang lebih baik. Masa-masa ini tentu saja sudah berada jauh dengan saat ini dan masa lampau, terutama dalam hal finansial.
“Anak-anak saya, mereka harus belajar tentang teknologi, digitalisasi dan apapun itu. Dulu waktu masih muda, kita sering bertanya pada diri sendiri, ‘akan jadi apa kita nanti?’. Tapi, untuk anak cucu kita ke depan, mereka sudah bisa buat daftar apa yang harus mereka lakukan untuk bisa meraih kesejahteraan finansial. Saya yakin, generasi baru akan lebih dewasa dengan teknologi dan digitalisasi,” harapnya.
Sementara Putri, berharap UMKM semakin memperkokoh pondasi dengan terus berkembanganya teknologi dan digitalisasi di sektor jasa keuangan. Dia meyakini, itu sangat mungkin dicapai dengan dukungan semua pihak pemerintah.
“Saya sudah bisa bayangkan, 10-15 tahun ke depan bagaimana pesatnya interaksi orang terutama di sosial media. Ini potensi luar biasa, terutama untuk anak cucu kita ke depan,” tuturnya.
Sedangkan Lutfi, OJK senantiasa mendorong industri jasa keuangan untuk terus tumbuh dan berkembang, terutama dari sisi digitalisasi serta memberikan jaminan, mengoptimalkan pengawasan agar masyarakat tetap mendapatkan haknya atas pelayanan di sektor jasa keuangan.
Namun, OJK dan industri jasa keuangan di Tanah Air, saat ini masih memikul tanggung jawab besar dalam hal meningkatkan literasi dan inklusi masyarakat terhadap produk jasa keuangan.
“Kalau kita lihat bagaimana antusiasme masyarakat ya, terutama di daerah, saya sangat optimis target literasi dan inklusi keuangan 90% pada 2024, akan tercapai. Insya Allah. Kita sama-sama berharap, mudah-mudahan lah, ya,” ucapnya. (bpc2/Melba)