BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Empat pekerja PT. Chevron Pasifik Indonesia (CPI) masing-masing R, AB, YT dan N mengadu ke Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertrans) Provinsi Riau. Keempat pegawai PT. CPI ini mengaku dizalimi oleh perusahaan tempat mereka bekerja.
R perwakilan dari empat pekerja dalam keterangan resminya yang diterima redaksi, Kamis 15 Juli 2021 menyebutkan, dirinya bersama tiga rekannya diperlakukan sewenang-wenang dan diskriminatif oleh PT. CPI karena sudah tidak lagi menerima upah beserta hak-hal lain yang biasa diterima, tanpa adanya dasar hukum yang jelas dan berlaku.
R bersama tiga rekannya saat ini tengah dalam kondisi skorsing atas pilihan CPI. “Walaupun saat ini kami dalam kondisi skorsing atas pilihan CPI, namun CPI harus tetap memenuhi kewajibannya sebagaimana yang sudah diperjanjikan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan Undang-undang Ketenagakerjaan,” ujar R.
“Dalam PKB, telah dengan jelas dan terang benderang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak yang bersepakat. Seperti contoh: Pada Pasal 3 ayat (2) yang menyatakan:
PKB ini mengatur syarat-syarat kerja dan hubungan kerja antara Perusahaan dengan Pekerja, dengan ketentuan jika ada hak-hak atau fasilitas-fasilitas yang telah biasa atau telah diberikan oleh Perusahaan kepada Pekerja secara terus menerus baik berdasarkan perjanjian/peraturan tertulis atau lisan maupun berdasarkan kebiasaan, maka pemberian tersebut tetap diberikan kepada Pekerja seperti biasa dan tidak dapat dikurangi ataupun diberhentikan pemberiannya.
Pada Pasal 111 ayat (5) yang menyatakan: Selama putusan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial belum ditetapkan, baik Perusahaan maupun Pekerja harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.
Namun demikian, Perusahaan dapat melakukan penyimpangan berupa tindakan skorsing atau pembebasan sementara dari tugas kepada Pekerja yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima Pekerja. Pada Pasal 113 huruf (a) yang menyatakan: Dalam hal Perusahaan melakukan tindakan skorsing, maka selama dalam status skorsing menunggu penetapan PHK dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, ketentuan-ketentuan dan hak-hak Pekerja adalah sebagai berikut: Perusahaan tetap membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima Pekerja. Jadi, sudah sangat jelas di dalam PKB ini ketentuannya,” ungkap R.
Namun demikian, lanjut R, CPI dengan kesewenangannya tidak mau mematuhi kewajibannya sebagaimana telah tertuang dan diperjanjikan dalam PKB tersebut tanpa dasar hukum yang jelas. “Sementara kami harus tetap memenuhi tanggung jawab untuk menghidupi keluarga di tengah kondisi Pandemi Covid-19 saat ini,” tuturnya.
Di samping aduan terhadap upah dan hak-hak lain yang tidak dibayarkan CPI, empat pekerja tersebut juga mengadukan tentang adanya perbuatan diskriminatif terhadap mereka, terkait dengan akhir kontrak CPI dengan Pemerintah RI tanggal 8 Agustus 2021 ini.
Perbuatan yang dimaksud adalah tidak dimasukkannya mereka ke dalam bagian perjanjian yang sudah disepakati sebelumnya yang tertuang dalam pasal 141 PKB yang berbunyi, PHK karena berakhirnya Kontrak Kerja Sama (Production Sharing Contract) Rokan antara Perusahaan dengan Pemerintah Republik Indonesia. Apabila terjadi PHK sebagaimana dimaksud di atas maka pekerja berhak atas manfaat PHK sesuai dengan ketentuan PKB.
“Kami mempunyai hak yang sama dalam menerima manfaat PHK atas berakhirnya kontrak Rokan sebagaimana pekerja CPI lainnya karena tidak ada catatan kaki apapun terhadap pasal tersebut yang dapat memberikan pengecualikan kepada kami, sehingga tidak termasuk pada pekerja CPI yang mendapatkan manfaat dari pasal tersebut, sehingga kami merasa telah diperlakukan secara diskriminatif,” tegas AB, pekerja lainnya menambahkan.
Disamping tentang manfaat PHK dari Pasal 141 tersebut, empat pekerja ini juga mengadukan hak mereka untuk mendapatkan kesempatan kerja mereka yang timbul dengan adanya perjanjian transfer Pekerja kepada PHR seperti yang diterima oleh semua Pekerja di Blok Rokan saat ini.
“Sampai saat ini, kami belum menerima Offering Letter (Penawaran Kerja) dan Menandatangani Perjanjian Kerja sebagaimana Pekerja CPI lainnya. Padahal, tidak ada catatan apapun dalam perjanjian transfer tersebut kecuali yang terkait dengan batasan umur saja,” jelas AB.
AB mengatakan, sampai saat ini status mereka masih sebagai Pekerja CPI yang masih tinggal dalam perumahan yang dikelola CPI. “Sehingga kami juga berhak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dengan Pekerja CPI lainnya,” ujarnya.
Namun AB menyebutkan, mendapat intimidasi dari CPI yang memberikan Surat Peringatan untuk segera mengosongkan rumah dengan alasan bahwa PSC Rokan akan berakhir dan CPI tidak berhak lagi untuk mengoperasikan perumahan tersebut setelah 8 Agustus 2021.
“Hal ini merupakan perbuatan tidak bertanggung jawab dan sewenang-wenang dengan tidak memperdulikan nasib pekerja dan keluarganya yang masih tinggal dalam rumah tersebut. Kami akan tetap bertahan sampai adanya kesepakatan yang saling menguntungkan berdasarkan aturan yang ada,” tegasnya.
Tidak hanya itu, empat pekerja CPI ini juga menyebutkan, tabungan pegawai yang disisihkan setiap bulannya, hingga kini tidak mendapat kejelasan. Empat pekerja ini mengaku sudah berulang kali mengingatkan perusahaan terkait hak pekerja atas tabungan tersebut.
Dengan aduan yang telah disampaikan ke Disnakertransduk Provinsi Riau, empat pekerja CPI ini berharap mendapatkan perlindungan hukum dan keadilan oleh Negara.
“Kami berharap mendapatkan perlindungan hukum dan keadilan oleh Negara atas tindakan kesewenangan dan diskriminatif yang dilakukan oleh CPI sehingga peralihan atau transisi ke PHR dan akhir kontrak Rokan pada CPI di tanggal 8 Agustus 2021 ini, tidak menyisakan masalah khususnya kepada Pekerja CPI sendiri,” harap AB.
Tanggapan Ketua SPNC
Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Nasional Chevron (SPNC) Ruslan Husin yang menjadi salah satu pihak dalam menandatangani PKB CPI membenarkan adanya permasalahan ini yang sedang dalam proses penyelesaian, sekaligus menyayangkan kejadian yang dapat merusak reputasi CPI sebagai perusahaan kelas dunia apalagi di akhir kontraknya di Blok Rokan Provinsi Riau.
“Kami, sangat prihatin pada kasus ini yang seharusnya dapat diselesaikan dengan bijaksana dan adil dengan tetap mengacu pada aturan yang paling menguntungkan untuk pekerja. Apalagi dalam kondisi pandemi saat ini, di mana PHK banyak terjadi dan sulitnya mencari pekerjaan. CPI akan berakhir di bumi Riau ini, sudah sepantasnya tidak meninggalkan persoalan apapun apalagi ini hanya terkait dengan empat pekerja yang masih menunggu proses penetapan PHI yang masih butuh waktu yang lama. Padahal, kita mempunyai Pasal 141 yang memberikan manfaat untuk keempat pekerja tersebut. Sehingga menurut kami, keempat pekerja ini harusnya diperlakukan sama dengan pekerja lainnya karena mempunyai landasan hukum yang sama dan sudah kita perjanjikan di PKB sebelumnya,” papar Ruslan.
Disampaikan Ruslan juga, pihaknya sudah mengingatkan perusahaan terhadap pelanggaran yang dilakukan ini.
“Dan Serikat Pekerja akan terus mengawal proses penyelesaian ini sehingga memberikan manfaat untuk pekerja tersebut sebelum akhir kontrak Rokan dengan CPI,” pungkasnya.
Terkait hal ini Humas PT CPI yang dikonfirmasi Jumat 16 Juli 2021, mengatakan akan mengecek informasi tersebut. Namun hingga Sabtu 17 Juli 2021, belum memberikan keterangan. (rilis/bpc17)