BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Bupati Kepulauan Kepulauan Meranti tahun 2021-2023, Muhammad Adil, diadili di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Ia didakwa korupsi sebesar Rp12,2 miliar dengan cara memerintahkan dan menerima pemotongan dana sebesar 10 persen dari setiap pencairan Uang Persediaan (UP) dan Guna Uang (GU) yang diajukan semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti.
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi, Fengki Indra SH, di hadapan majelis hakim yang diketuai Arif Nuryanta, Selasa 22 Agustus 2023, disebutkan, perbuatan terdakwa dilakukan pada tahun 2022-2023. Perbuatan tetdakwa bermula, Februari 2021 dilantik sebagai Bupati Kepulauan Meranti.
Sebagai Bupati, terdakwa memiliki kewenangan menerbitkan Peraturan Bupati tentang penetapan Uang Persediaan dan Guna Uang yang akan diberikan kepada OPD untuk membiayai kegiatan dan operasional OPD.
Mekanisme pencairan setelah dokumen, bendahara masing-masing OPD mengajukan pencairan ke BPKAD. Setelah diverifikasi BPKAD, maka GU atau UP tersebut ditransfer ke masing-masing OPD atau dinas.
Pada tahun 2022, tetdakwa mengeluarkan Keputusan Bupati soal penetapan maksimal UP dan GU OPD Kabupaten Kepulauan Meranti. Setelah itu, di rumah dinas bupati, terdakwa memerintahkan Alamsyah Almubarok, Plt Kepala BPKAD untuk mengatur dan mengkoordinasikan dengan masing-masing kepala OPD pemotongan sebesar 5 dan 10 persen atas pembayaram UP dan GU untuk kebutuhan operasional terdakwa M Adil.
Namun Alamsyah Almubarok tidak mau melaksanakan perintah tersebut. Karrna itu, tanggal 9 Mei 2022, terdakwa mengganti Alamsyah Almubarok dan mengangkat Fitria Nengsih sebagai Sekretaris BPKAD, sekaligus sebagai Plt Kepala BPKAD. Setelah Fitria Nengsih diangkat sebagai Plt Kepala BPKAD, kemudian Fitria Nengsih mengatur dan mengkoordinasikan pemotongan 10 persen setiap pencairan UP dan GU seluruh OPD. Pemotongan tersebut kemudian diserahkan kepada Fitria Nengsih.
Selanjutnya, terdakwa.memanggil seluruh Kepala OPD ke rumah dinas bupati dan.membetikan arahan adanya kewajiban pemotongan dana 10 persen dari setiap pencairan UP dan GU, untuk dikumpulkan oleh Fitria Nengsih, untuk digunakan sesuai kebutuhan terdakwa.
Kemudian, ketika masing-masing OPD mengajukan pencairan UP dan GU ke BPKAD dan setelah dilakukan pencairan, Fitria Nengsih mengingatkan soal komitmen pemotongan 10 persen dan menyerahkannya kepada terdakwa Muhammad Adil, melalui Fitria Nengsih. Selanjutnya kepala OPD melakukan pemotongan secara langsung maupun tidak langsung sebesar 10 persen dan menyerahkannya kepada terdakwa melalui Fitria Nengsih ataupun melalui ajudan terdakwa.
Terdakwa menerima hasil pemotongan tersebut sebesar Rp12,2 miliar. Perbuatan terdakwa sebagaima diatur sesuai Pasal 12 huruf f jo Pasal 15 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP).***hendra