BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Ketergantungan ekonomi masyarakat di Riau terhadap sawit menjadi penopang utama ekonomi masyarakat. 65% dari luas kebun sawit di Riau dikelola oleh masyarakat, itu lah mengapa efek ekonomi sangat terasa jika harga sawit tinggi.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Rino Afrino mengatakan penting adanya regulasi untuk mengatur pola produksi sawit sehingga jumlah produksi tetap terjaga sehingga turut memberikan penguatan terhadap ekonomi masyarakat.
Pemprov Riau telah mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 77 tahun 2020, tentang Tata Cara Penetapan Pembelian Buah Segar Kelapa Sawit Produksi kebun di Riau dan ini dinilai berdampak baik bagi para petani sawit.
“Aturan ini menjadi kuat dengan perannya mengingat 67% sawit di Riau ini dikelola oleh petani, jadi multi efeknya sangat tinggi terhadap ekonomi Riau,” tuturnya.
Dia menambahkan, salah satu dampaknya, yakni hingga kini Riau merupakan posisi harga tertinggi untuk kelapa sawit se Indonesia dan otomatis menjadi rujukan semua daerah di Indonesia.
“Hal ini dibuktikan dengan silih bergantinya provinsi penghasil sawit di Indonesia lainnya datang studi banding ke Riau, karena semua daerah merasa terpanggil untuk mengkaji terkait hybrid nya Pergub tersebut,” katanya, di Pekanbaru, akhir pekan lalu.
Berdasarkan hasil kajian, dari 22 provinsi penghasil sawit di Indonesia, baru delapan provinsi yang mengeluarkan Pergub Tataniaga TBS
Menurut Rino, Pergub ini akan menolong harga TBS Petani swadaya dan plasma, di saat yang bersamaan Pergub di Provinsi lain kurang berdaya sebagai acuan penetapan harga TBS, terkhusus petani swadaya.
Dia juga menyebut bahwa Pergub tersebut sejalan dengan Permentan 1/PERMENTAN/KB.120/1/2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun. “Namun, ada serangkaian urutan yang tidak saling lepas,” tuturnya. (bpc2)