BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Di hari pertama, proses evakuasi warga di Desa Pulau Rambai, Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar itu, sangat jauh dari kata layak.
Puluhan TNI yang diturunkan ke lokasi, hanya dibekali satu buah speedboat. Sementara warga yang akan dievakuasi sebanyak 1.500 kepala lebih. Sebab itu pula masih banyak warga yang terkurung di rumahnya masing-masing.
Hari pertama dan hari kedua saat musibah banjir itu datang, para TNI ini bahkan melakukan proses evakuasi sampai pukul 03.00 dini hari. “Saya pulang subuh terus,” ujar Babinsa Desa Pulau Rambai, Ayu Wisafrizal saat berbincang dengan bertuahpos.com di sebuah warung kopi, tepat di pinggiran sungat desa itu, setahun yang lalu.
Sejak Senin sore, tanggal 09 Februari 2016, pihak PLTA Koto panjang sudah melayangkan surat pemberitahuan, bahwa pintu air akan dibuka. Masyarakat diminta untuk bersiap-siap. Setelah mendapatkan informasi itu. Ayu menghunugi kepala desa untuk segera diberikan peringatan kepada warganya.
“Kami juga sudah sampaikan ke warga,” katanya. “Mungkin masyarakat berfikir kejadinya masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Tidak begitu parah. Makanya warga tidak terlalu panik.”
Namun sayangnya hal itu jauh dari perkiraan. Air naik begitu cepat hingga membuat warga sama sekali tidak bisa mengemas perkakas rumah tangga mereka secara utuh.
Berbekal sebuah speedboat itulah, proses evakuasi anak-anak dan masyarakat usia lanjut berlangsung selama dua hari. Itupun masih banyak warga yang tidak ingin meninggalkan rumahnya, dan memilih menetap di atas loteng (lantai dua).
Banjir yang menghantam Desa Pulau Rambai pada tahun itu menjadi catatan sejarah banjir terbesar dalam kurun waktu beberpa puluh tahun terakhir. Desa ini di keliling Sungai Kampar yang besar. Perekonomian masyarakat ditopang dengan kebun karet, peternakan hewan dan keramba ikan.
Karena berbentuk pulau, transportasi umum masyarakat untuk menyeberang menggunakan rakit yang terbuat dari kayu. Ketika banjir menghantam desa ini, alat transportasi itu tidak bisa difungsikan, karena operandinya takut dengan arus sungai yang kencang. Jika dipaksakan, maka kemungkinan besar akan hanyut. (Bersambung).
Penulis: Melba Ferry Fadly