Koordinator Fitra Riau, Triono Hadi (Foto: Net)
BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau menyatakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harusnya mengambil tindakan untuk mengaudit Bank Riau Kepri (BRK) terkait honor Dewan Komisaris BRK yang diduga melabrak berbagai aturan.
Diketahui, besaran gaji/honorarium Dewan Komisaris Bank Riau Kepri diduga melanggar berbagai aturan, baik Peraturan Gubernur, Peraturan Menteri Dalam Negeri, Keputusan Menteri Dalam Negeri dan berbagai aturan lainnya. Sumber terpercaya BertuahPos.com di internal Bank Riau Kepri menyebutkan, pendapatan dewan komisaris di bank plat merah tersebut diatas 50 persen.
“Ketidaksesuaian honor itu tentunya sebuah pelanggaran dan harus dikembalikan oleh yang menerimanya,” kata Koordinator Fitra Riau, Trono Hadi kepada bertuahpos.com, Selasa, 21 Januari 2020.
Tri menilai, jika memang benar hal itu terjadi di BRK selama ini, ada lebih besarnya Gaji komisaris sesuai dengan ketentuan yang diatur baik oleh Pergub maupun oleh Mendagri maka siappun yang menerima harus mengambalikan. Sebab hal itu merupakan bentuk ketidakpatuhan pengelolaan keuangan BUMD terhadap aturan perundang-undangan.
“Jika terjadi bertahun-tahun mestinya BPK yang melakukan audit atas keuangan BUMD itu sudah menemukannya. Namun kenapa itu terjadi, tentu ini bagian dari pembiaran terhadap kesalahan dalam pengelolaan keuangan,” sambungnya.
Sebelumnya ketika dikonfirmasi kepada Manajemen Bank Riau Kepri terkait besaran Gaji/Honorarium Dewan Komisaris Bank Riau Kepri yang diduga melanggar aturan, enggan menanggapinya.
“Saya no comment dululah kalau soal itu,” ujar Sekretaris Perusahaan Bank Riau Kepri, M. Jazuli kepada bertuahpos.com melalui sambungan telepon. Dia tak banyak berbicara dan hanya mengatakan untuk sementara tidak ada komentar terkait hal itu.
Sebagai informasi tambahan, bila merujuk pada Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2011 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), ditentukan bahwa besaran maksimum honorarium sesuai peraturan gubernur yakni 40 persen dari Gaji Direktur Utama untuk Komisaris Utama dan 35 persen untuk komisaris. Dengan kata lain, besarannya tidak sampai diatas 50 persen. Belum diketahui apakah Peraturan Gubernur (Pergub) ini telah direvisi atau dibatalkan.
Bila merujuk Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 1999 tentang Kepengurusan Badan Usaha Milik Daerah, disebutkan pada pasal 23 dan 24 ayat 2 bahwa Ketua Badan Pengawas menerima honorarium sebesar 40 persen dari penghasilan Direktur Utama. Pada ayat 2 dibunyikan untuk Sekretaris Badan Pengawas menerima honorarium sebesar 35 persen dari penghasilan Direktur Utama.
Untuk anggota Badan Pengawas menerima honorarium sebesar 30 persen dari penghasilan Direktur Utama. Bila merujuk Pergub 31/2011 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri 50/1999 tersebut, jelas pendapatan dewan komisaris tidak lebih dari 50 persen. (bpc3)