BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Malam lailatul qadar begitu istimewa. Jika seorang muslim mendapatkannya, maka hidupnya akan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.
“Kalau dulu dia tidak mempunyai harta kekayaan, dia akan mendapatkannya. Hidupnya akan berbeda, karena mendapatkan keberkahan dari Allah SWT,” terang Ketua Fatwa MUI Pekanbaru, Ustaz Akbarizan.
Lalu, bagaimana seorang muslim itu bisa mengetahui bahwa dia telah mendapatkan malam lailatul qadar?
“Tidak ada. Tidak bisa dirasakan. Kita tidak tahu, apakah kita mendapatkannya atau tidak. Tapi, kalau mendapatkannya, maka hidupnya akan berbeda. Kalau sebelumnya tidak terhormat, kedepannya menjadi terhormat. Begitu juga dengan kehidupannya yang lain, akan berbeda,” papar Ustaz Akbarizan.
“Itulah mengapa kita beri’tikaf di malam ramadhan. Karena kita tidak bisa tahu kapan malam lailatul qadar itu datang,” tambah dia.
Untuk mendapatkan malam lailatul qadar itu, lanjut Ustaz Akbarizan, maka i’tikaf dilakukan di waktu yang menurut Rasulullah lailatul qadar itu ada. Kalau bisa, beri’tikaflah selama malam bulan Ramadhan.
“Kalau tidak bisa dilakukan setiap malam, kata Rasulullah, lakukanlah i’tikaf di malam-malam ganjil. Malam ke-1, malam ke-3, malam ke-5, hingga malam ke-29,” tambah dia.
Jika masih tidak bisa melakukan i’tikaf di malam-malam ganjil, maka ambillah di sepertiga terakhir malam Ramadhan, yaitu 10 malam terakhir. Artinya, mulai beri’tikaf di malam 21, malam 22, malam 23, dan seterusnya.
“Kalau masih tidak bisa juga beri’tikaf di 10 malam terakhir, maka beri’tiqaflah di malam ganjil 10 Ramadhan terakhir itu. Beri’tikaflah di malam 21, 23, 25, 27, dan malam 29,” papar Ustaz Akbarizan.
“Itulah waktu-waktu kemungkinan malam lailatul qadar itu ada. Tapi kapan, Allah tidak sebutkan,” pungkasnya.
“Rasulullah SAW setiap bulan Ramadhan, Nabi Muhammad SAW melakukan i’tikaf sepuluh hari. Pada tahun beliau wafat, beliau melakukan i’tikaf 20 hari” (Hadist riwayat Bukhari).
“Rasulullah SAW selalu melakukan i’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sampai beliau dipanggil Allah SWT (wafat). Setelah Rasulullah SAW wafat, istri-istrinya meneruskan kebiasaan i’tikaf” (Hadist riwayat Aisyah ra.) (bpc2)