BERTUAHPOS.COM – Ma’alim fi ath-Thariq yang berarti ‘rambu – rambu petunjuk jalan‘ ini dilihat dari segi materi yang disajikannya memang sangatlah berat. Karya Sayyid Quthb ini berat bukan hanya dalam segi kualitasnya yang memang sangat berbobot, melainkan juga dalam segi praktik – implementasinya yang bisa menimbulkan banyak benturan dengan berbagai realitas.
Disamping berat pula untuk dipahami, termasuk juga diterjemahkan dengan pembacaan yang selayang pandang. Demikian sepenggal pengantar penerjemah terkait buku Petunjuk Jalan karya Sayyid Quthb, aktivis pergerakan Ikhwanul Muslimin (IM), mujahid sekaligus mufassir kenamaan berkebangsaan Mesir.
Dengan mengetahui apa yang hendak ditegaskan oleh Sayyid Quthb dalam buku ini, penerjemah pun memaklumi kenapa buku ini menjadi kontroversial di Mesir. Buku ini memang kecil bila dibandingkan dengan Tafsir fi Zhilalil Qur’an yang berjilid – jilid, namun sungguh luar biasa pengaruhnya.
Karena, Ma’alim fi ath Thariq mengandaikan akidah sebagai satu – satunya ikatan yang mempersatukan umat Islam di mana pun mereka berada; akidah sebagai identitas dasar bagi seorang Muslim; dan akidah sebagai fundamen hukum dan undang – undang yang layak menerima loyalitas dan ketundukkan kaum mukmin.
Dengan asumsi ini, ikatan keluarga, kabilah, suku, warna kulit, bangsa dan tanah air menjadi sesuatu yang kurang berarti, sementara hukum – hukum positif dan undang – undang negara – yang tak berdasarkan Al Qur’an menjadi sesuatu yang tak berharga di mata penulis.
Untuk diketahui, buku Ma’alim fi ath-Thariq ini ditulis jauh hari sebelum Tafsir fi Zhilalil Qur’an ditamatkan. Buku ini pulalah yang mengantarkan sang penulis mendekam di balik jeruhi besi hingga berujung syahid di tiang gantungan pada pemerintahan Jamal Abdul Nasser.
Kemudian hari – hari yang penuh penderitaan di penjara oleh sang penulis, dimanfaatkan untuk menelaah dan menafsirkan ayat demi ayat al Quran, sehingga tersusunlah Tafsir fi Zhilalil Qur’an, salah satu karya tafsir yang cukup diperhitungkan oleh – dan sering menjadi rujukan bagi kaum akademisi kontemporer, lebih – lebih para aktivis dakwah.(bpc1)