BERTUAHPOS.COM — Perjalanan panjang Bank Tabungan Negara (BTN) menjadi salah satu institusi keuangan terkemuka di Indonesia tidak terlepas dari perjalan panjang yang dinamis. Berawal sebagai Kantor Tabungan Pos yang didirikan pada masa kolonial Belanda, BTN telah melalui berbagai transformasi, baik dalam nama, peran, maupun layanan.
Dari awal berfokus pada layanan tabungan masyarakat, kini BTN menjadi pemain utama dalam pembiayaan perumahan di Indonesia. Jejak perjalanan ini menjadi cerminan bagaimana BTN terus beradaptasi dan berinovasi untuk menjawab kebutuhan masyarakat dari masa ke masa. Inilah jejak perjalanan BTN dari masa ke masa;
Postspaarbank, didirikan pada 1 Januari 1897. Kantornya di sebuah gedung bergaya arsitektur kolonial di ujung Molenvliet West 1—kini dikenal Jalan Gajah Mada No.1, Jakarta.
Tahun 1930, Postspaarbank melakukan transformasi besar-besaran. Hal itu ditandai dengan penggunaan mesin akuntansi elektronik, yang kala itu merupakan inovasi modern dalam dunia perbankan.
Jaringannya kemudian diperluas pada tahun 1928-1934, karena peminat masyarakat terhadap layanan bank semakin meningkat. Bank ini buka empat kantor cabang baru di Makassar, Surabaya, Jakarta, dan Medan.
Pada awal pendudukan Jepang, operasional perbankan di Hindia Belanda dibekukan. Termasuk Postspaarbank, yang dilikuidasi. Namanya diubah menjadi Kantor Tabungan Tjokin Kjokoe (Biro Deposito) pada 1 April 1942, setelah pemanggilan manajemen bank oleh penguasa Jepang di Bandung, pada 4 Maret 1942.
Tyokin Kyoku gagal meneruskan kesuksesan Postspaarbank. Penyebabnya kondisi ekonomi masyarakat Indonesia yang terpuruk. Pada akhirnya, bank ini berhenti beroperasi pada Agustus 1945 setelah Jepang menyerah kepada Sekutu.
Setelah proklamasi kemerdekaan, Tyokin Kyoku diubah menjadi Kantor Tabungan Pos. Darmosoetanto ditunjuk sebagai direktur pertama.
Bank ini berperan penting dalam menukarkan uang Jepang dengan Oeang Republik Indonesia (ORI). Namun, agresi militer Belanda yang dimulai pada 19 Desember 1946 melumpuhkan operasional bank. Pada 1 Mei 1946, Kantor Tabungan Pos akhirnya ditutup.
Pada 1949, Kantor Tabungan Pos kembali beroperasi setelah pemerintah Indonesia mengganti namanya menjadi Bank Tabungan Pos Republik Indonesia, lalu berubah menjadi Bank Tabungan Pos pada 9 Februari 1950 sesuai Undang-Undang Darurat No.9/1950. Tanggal ini kini diperingati sebagai hari ulang tahun BTN.
Setelah Indonesia merdeka pada 1949, Bank Tabungan Pos memulai fase baru operasionalnya di tengah dominasi ekonomi oleh perusahaan Belanda. Sesuai UU Darurat Nomor 9 tahun 1950. Postspaarbank resmi diubah menjadi Bank Tabungan Pos pada 9 Februari 1950, yang kini menjadi hari ulang tahun BTN.
Di bawah kepemimpinan Darmosoetanto, Bank Tabungan Pos memperoleh status badan hukum pada 1953 dan diizinkan membuka kantor cabang. Pada 1963, bank ini berganti nama menjadi Bank Tabungan Negara (BTN) dan beralih pengelolaan ke Menteri Urusan Bank Sentral.
Dalam Penetapan Presiden RI No: 11 Tahun 1965 tentang Pengintegrasian BTN ke Dalam Bank Indonesia, dijelaskan melalui Penetapan Presiden Nomor: 8, BTN dilebur ke dalam Bank Negara Indonesia (BNI) Unit V sebagai bagian dari kebijakan integrasi bank-bank pemerintah. Setelah periode ketidakstabilan ekonomi, BTN dipisahkan kembali dari BNI pada 1968 dan resmi beroperasi kembali sesuai UU No. 20 tahun 1968.
Pada 1971, BTN menjalin kerja sama dengan Perum Pos dan Giro untuk menjalankan program Tabungan Pembangunan Nasional (Tabanas) dan Tabungan Asuransi Berjangka (Taska).
Kemudian, pada 29 Januari 1974, BTN resmi ditugaskan sebagai bank pembiayaan perumahan melalui Surat Menteri Keuangan. Penunjukan ini bertujuan mendorong masyarakat menabung untuk membayar cicilan rumah.
Tugas tersebut mulai membuahkan hasil pada September 1976, saat BTN membantu pembiayaan perumahan bagi karyawan Pemda Jawa Tengah melalui pengembang PT. Tanah Mas di Semarang.
Tak lama setelah itu, pada 10 Desember 1976, KPR pertama di Indonesia lahir dengan akad kredit untuk 10 karyawan Kanwil Agraria di Jawa Tengah. Sejak saat itu, penyaluran KPR BTN terus berkembang pesat, baik dari jumlah debitur maupun nilai kreditnya.
Bank Tabungan Negara (BTN) terus menunjukkan perkembangan pesat, terutama setelah dipercaya sebagai penyedia pembiayaan rumah. Pada 1986, BTN menandatangani akad kredit dengan IBRD/Bank Dunia senilai US$ 266,55 juta.
Pada 1989, BTN menerbitkan obligasi pertamanya senilai Rp 50 miliar dengan tenor 5 tahun, sekaligus mulai beroperasi sebagai bank umum setelah mendapat izin dari Bank Indonesia. Akhirnya, pada 1992, BTN resmi melaksanakan kegiatan perbankan umum secara penuh, memperkuat posisinya di sektor keuangan nasional.
Pada 1994, BTN resmi mendapat izin operasional sebagai bank devisa dari Bank Indonesia. Memasuki era digital, BTN mulai mengadopsi teknologi informasi pada 2002 dengan menerapkan sistem online real-time berbasis IBM-AS400 di seluruh kantor cabangnya. Selain itu, BTN juga memperluas jangkauannya ke perbankan syariah dengan membentuk Divisi Syariah (UUS) di kantor pusat.
Pada 2008, BTN meraih sertifikat ISO 9001-2000 untuk layanan kredit jangka menengah atas dengan pola layanan 151. Pada 12 Februari 2009, BTN mencatat sejarah dengan melakukan sekuritisasi KPR pertama di Indonesia senilai Rp 111 miliar dari 5.060 debitur, diikuti sekuritisasi terbesar senilai Rp1,5 triliun pada 9 Desember 2014.
Di tahun yang sama, BTN meluncurkan layanan perbankan digital dan terus fokus memperkuat bisnis perumahan, memperbarui struktur organisasi, serta memperbarui visi dan misi perusahaan.
Pada 2020, BTN memperkenalkan visi baru untuk menjadi The Best Mortgage Bank in Southeast Asia by 2025. Untuk mencapai visi ini, BTN fokus memperkuat fundamental, termasuk meningkatkan rasio permodalan. Sebagai langkah awal, BTN meluncurkan Junior Global Bond (Tier 2 Capital) senilai US$300 juta, yang sukses besar dengan oversubscribe hingga 12,3 kali.
Untuk tahun 2025-2029 menjadi masa paling menentukan bagi BTN. Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu, menjelaskan visi baru BTN untuk menjadi mitra utama dalam pemberdayaan finansial keluarga Indonesia.
Visi ini lebih luas dibandingkan target sebelumnya yang hanya fokus menjadi bank KPR terbaik di Asia Tenggara. BTN kini berkomitmen menyediakan layanan yang mendukung kebutuhan keluarga, seperti pembayaran listrik, air, dan pendidikan.
Untuk mendukung visi ini, BTN fokus pada pendanaan berkelanjutan dengan meningkatkan dana murah (CASA) melalui transformasi digital, termasuk modernisasi cabang menjadi digital store yang mengintegrasikan fungsi teller dan customer service.
BTN optimistis asetnya akan menembus Rp500 triliun pada 2025, didorong oleh program 3 Juta Rumah yang selaras dengan target pemerintah. Nixon menyebut transformasi BTN selama lima tahun terakhir telah memperkuat tata kelola dan inovasi keberlanjutan. Saat ini, BTN mengelola 632.000 unit rumah dalam management stock dan siap mendukung realisasi Program 3 Juta Rumah demi Indonesia Maju.
“Transformasi ini memperkuat komitmen kami untuk mendukung masyarakat dan pemerintah, serta menjadikan BTN sebagai mitra utama dalam mewujudkan keluarga Indonesia yang sejahtera,” tutup Nixon.
Menteri BUMN, Erick Thohir, mengapresiasi transformasi PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) yang terus menunjukkan kemajuan signifikan sejak 2019. Dalam Rapat Kerja BTN di Jakarta pada Jumat, 3 Januari 2025, Erick mendorong BTN untuk bertransformasi menjadi megabank yang mampu memberikan solusi komprehensif di sektor perumahan.
“Saya mengapresiasi kinerja BTN, namun mengingatkan agar tidak berpuas diri. BTN memiliki peluang besar untuk tumbuh lebih cepat dan menjadi bank raksasa dengan fokus pada solusi perumahan yang terintegrasi,” ujar Erick.
Ia menyoroti tiga prioritas utama BTN, yaitu membangun kepercayaan publik dengan tata kelola yang baik, memberikan solusi nyata kepada masyarakat, dan memperkuat ekosistem.
Erick juga mengapresiasi langkah transformasi BTN, seperti perubahan logo dan modernisasi outlet yang memperkuat keterlibatan masyarakat, serta fokus bank ini pada manfaat nyata, bukan sekadar menjual produk.
Erick menekankan pentingnya kolaborasi strategis BTN dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD), PT KAI, dan InJourney untuk mempercepat pengembangan solusi perumahan. Kerja sama ini diharapkan dapat mendukung kebutuhan berbagai pihak, termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pekerja bandara.
“Ekosistem bertemu ekosistem. BTN tidak selalu harus menjadi front-end, tetapi bisa menjadi agregator untuk mempercepat langkah mencapai target,” tegas Erick.***
Artikel ini dirangkum dari berbagai sumber untuk memotret perjalanan BTN secara ringkas, insight dan memperkaya informasi serta literasi.