Sejarah Singkat Rumah Tuan Khadi Pekanbaru mungkin sudah sering kita dengar atau ditemui dalam banyak literasi. Namun rumah singgah Sultan Syarif Kasim II ini adalah bukti sejarah otentik yang tetap harus diperkenalkan kepada generasi muda agar tak lekang dimakan zaman.
BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Rumah Singgah Tuan Khadi telah merekam jejak perjalanan sejarah berharga Pekanbaru terdahulu. Bahkan, sejarah tentang rumah ini dijadikan sebagai rumah singgah Sultan Syarif Kasim II, juga dibalut dengan perjalanan sejarah yang panjang.
Namun secara singkat kita bisa melihat bagaimana dan mengapa rumah ini menjadi saksi bisu perjalanan sejarah yang penting dalam perkembangan Kota Pekanbaru terdahulu.
“Sang sultan biasanya akan selalu menyempatkan dirinya untuk singgah di rumah ini jika beliau tengah melakukan perjalanan jauh,” kata Andre, seseorang yang bertugas sebagai pemandu di Rumah Tuan Khadi saat bercerita dengan Bertuahpos.com belum lama ini.
Dia berkisah, pada zaman dahulu kala, Sultan Syarif Kasim II selalu melakukan berjalan jauh menelusuri Sungai Siak dengan para pengawal-pengawalnya. Bahkan hingga ke daerah pedalaman untuk meninjau langsung bagaimana kehidupan masyarakat di bawah wilayah kekuasaannya.
“Perjalanan itu dilakukan bahkan hingga ke hulu sungai yang memakan waktu berhari – hari. Terutama di sekitaran Ketapung hingga Petapahan. Untuk sampai ke daerah-daerah ini Sultan pasti akan melintasi Pekanbaru,” katanya.
Saat melintas di Pekanbaru, Sultan Syarif Kasim II akan menyempatkan dirinya untuk singgah ke Rumah Tuan Khadi walau hanya untuk serat sejenak melepas penat. Bahkan bermalam di rumah ini.
Tahun 2011, Aliansi Masyarakat Pelestari Warisan Pusaka Melayu Riau melaporkan hasil temuan rumah kayu, kepada pihak balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatera Barat yang berpusat di Batusangkar.
Setahun kemudian, pihak BPCB menindaklanjuti temuan itu dengan menurunkan arkeolog untuk melakukan pendataan. Hasilnya, rumah ini dianggap memiliki nilai sejarah tinggi, sehingga ditetapkan sebagai cagar budaya.
Setelah itu, pengelolaan Rumah Singgah Tuan Khadi berada di bawah naungan Dinas Pariwisata daerah setempat. Andre bercerita dengan mengalir tentang sejarah singkat rumah tua ini. Sebelum ditetapkan sebagai cagar budaya, bangunan ini sempat beberapa kali berganti status kepemilikan.
Awal mulanya, rumah ini dibangun pada tahun 1895 oleh seorang saudagar kaya terkenal di Kampung Senapelan. Namanya H. Nurdin Putih. “Waktu itu, Pekanbaru masih bernama Senapelan,” dia berkisah.
Tahun 1990, kepemilikan rumah ini berpindah ke cucu H. Nurdin Putih, yaitu (Almh) Hj. Azizah, lalu ke (Alm) Atan Gope—seorang pengusaha besi tua yang sukses di kawasan senapelan.
“Saat ini dikuasai oleh Atan, rumah ini dia pakai sebagai gudang untuk menyimpan besi tua,” tuturnya.
Beberapa bagian rumah, kata Andre, juga sudah dilakukan renovasi, tepatnya pada tahun 2014. “Renovasi dalam arti mengganti, mungkin kayu-kayu yang sudah lapuk, diganti dengan yang baru, namun tidak merubah bentuknya.”
Rumah Singgah Tuan Khadi, merupakan rumah dengan arsitektur Khas Melayu Riau. Rumah beratap limas potong. Di sebuah bagian dinding, masih terpajang foto hitam putih figur Sultan Syarif Kasim II.
Bangunan yang terletak sekitar 20 meter dari bantaran Sungai Siak ini, memiliki halaman yang luas, dan kini disulap menjadi sebuah taman bermain yang indah.
“Di halaman itu lah sering digelar berbagai event, misal, pertunjukkan seni budaya, kuliner Melayu serta pameran buah tangan. Inilah yang menjadi salah satu ketertarikan orang untuk berkunjung,” tuturnya.
Secara umum, bangunan Rumah Singgah Tuan Khadi terbuat dari kayu dan berbahan bata berspasi di bagian tangga.
Untuk perabotan dan peralatan di dalam rumah, masih kosong. Karena masih dilakukan penelitian dan kajian, apa saja benda-benda yang dulu ada di rumah ini.
“Karena kan rumah ini sempat berpindah tangan. Kemungkinan benda-benda sejarah di dalam rumah ini sudah dibawa oleh pemilik sebelumnya,” jelasnya.
Itulah sekilas sejarah singkat Rumah Singgah Tuan Khadi Pekanbaru. Situs Cagar Budaya ini, hingga kini masih berdiri kokoh dengan mempertahankan bentuk aslinya. ***