Bandar Senapelan merupakan kampung tertua di pekanbaru. Dari kawasan ini lah cikal bakal berdirinya Kota Pekanbaru pada masa Sultan Siak ke-4. Di kampung ini pula, terdapat beberapa cagar budaya yang menjadi saksi sejarah itu. Salah satuanya Rumah Singgah Tuan Khadi, sebuah bangunan yang terbuat dari kayu yang menjadi tempat persinggahan Sultan Siak pada masa dulu. Lokasinya tepat di Jalan Perdagangan, Kampung Bandar, Senapelan, Kota Pekanbaru.
Rumah Singgah Tuan Khadi, telah ditetapkan sebagai cagar budaya. Rumah ini dijadikan sebagai salah satu destinasi wisata sejarah di Pekanbaru yang dikelola oleh Dinas Pariwisata Kota Pekanbaru.
Jika, tuan dan puan ingin berkunjung dan mengenal lebih dalam tentang sejarah rumah ini, jam operasionalnya dibuka pada pukul 08.00-16.00 WIB. Buka setiap hari.
Mengenal lebih dalam tentang sejarah Rumah Singgah Tuan Khadi, para pengunjung akan bimbing oleh seorang pemandu yang tak lain adalah juru pelihara rumah tua ini, namanya Andre. Dia yang turut memandu, saat tim redaksi Bertuahpos.com beranjangsana ke tempat ini.
“…yang datang banyak tujuannya. Ada yang berwisata, ada juga untuk keperluan penelitian,” tuturnya saat membuka cerita, Selasa, 27 September 2022. “Tak hanya dari dalam negeri, pengunjung juga ada dari negara tetangga, Malaysia.”
Dari Andre, kami dapat penjelasan lebih dalam bahwa dulunya rumah ini menjadi tempat persinggahan Sultan Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin Atau Sultan Syarif Kasim II.
Zaman dahulu kala, Sultan Syarif Kasim II sering melakukan ekspedisi menelusuri Sungai Siak hingga ke daerah pedalaman untuk tujuan meninju daerah kekuasaannya, hingga ke hulu sungai—di sekitaran Ketapung hingga Petapahan—akan melintas Pekanbaru.
“Sang Sultan, biasanya akan menyempatkan diri untuk rehat sejenak, atau bermalam di rumah ini,” tuturnya.
Tahun 2011, Aliansi Masyarakat Pelestari Warisan Pusaka Melayu Riau melaporkan hasil temuan rumah kayu, kepada pihak balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatera Barat yang berpusat di Batusangkar.
Setahun kemudian, pihak BPCB menindaklanjuti temuan itu dengan menurunkan arkeolog untuk melakukan pendataan. Hasilnya, rumah ini dianggap memiliki nilai sejarah tinggi, sehingga ditetapkan sebagai cagar budaya.
Setelah itu, pengelolaan Rumah Singgah Tuan Khadi berada di bawah naungan Dinas Pariwisata daerah setempat.
Andre bercerita dengan mengalir tentang sejarah singkat rumah tua ini. Sebelum ditetapkan sebagai cagar budaya, bangunan ini sempat beberapa kali berganti status kepemilikan.
Awal mulanya, rumah ini dibangun pada tahun 1895 oleh seorang saudagar kaya terkenal di Kampung Senapelan. Namanya H. Nurdin Putih. “Waktu itu, Pekanbaru masih bernama Senapelan,” dia berkisah.
Tahun 1990, kepemilikan rumah ini berpindah ke cucu H. Nurdin Putih, yaitu (Almh) Hj. Azizah, lalu ke (Alm) Atan Gope—seorang pengusaha besi tua yang sukses di kawasan senapelan.
“Saat ini dikuasai oleh Atan, rumah ini dia pakai sebagai gudang untuk menyimpan besi tua,” tuturnya.
Beberapa bagian rumah, kata Andre, juga sudah dilakukan renovasi, tepatnya pada tahun 2014. “Renovasi dalam arti mengganti, mungkin kayu-kayu yang sudah lapuk, diganti dengan yang baru, namun tidak merubah bentuknya.”
Rumah Singgah Tuan Khadi, merupakan rumah dengan arsitektur Khas Melayu Riau. Rumah beratap limas potong. Di sebuah bagian dinding, masih terpajang foto hitam putih figur Sultan Syarif Kasim II.
Selain itu, di rumah ini juga tersimpan dokumentasi perjalanan pembangunan Kota Pekanbaru di kala itu. Hal ini dapat dilihat dari 10 foto Jembatan Phonton berukuran besar yang terpajang di sana.
“Begitulah suasana Pekanbaru di tahun 1960,” kata Andre mengenang. Nah, kalau yang itu, itu merupakan dokumentasi dari PT Caltex,” sambungnya menunjuk foto yang lain.
Selain mengoleksi beberapa foto jadul, di rumah ini juga terdapat koleksi beberapa buku dan pajangan sejarah lainnya yang masih berubungan dengan sejarah rumah singgah ini.
Bangunan yang terletak sekitar 20 meter dari bantaran Sungai Siak ini, memiliki halaman yang luas, dan kini disulap menjadi sebuah taman bermain yang indah.
“Di halaman itu lah sering digelar berbagai event, misal, pertunjukkan seni budaya, kuliner Melayu serta pameran buah tangan. Inilah yang menjadi salah satu ketertarikan orang untuk berkunjung,” tuturnya.
Secara umum, bangunan Rumah Singgah Tuan Khadi terbuat dari kayu dan berbahan bata berspasi di bagian tangga.
Untuk perabotan dan peralatan di dalam rumah, masih kosong. Karena masih dilakukan penelitian dan kajian, apa saja benda-benda yang dulu ada di rumah ini.
“Karena kan rumah ini sempat berpindah tangan. Kemungkinan benda-benda sejarah di dalam rumah ini sudah dibawa oleh pemilik sebelumnya,” jelasnya.
Selain Andre, ada Hidayat yang juga bertugas sebagai juru pemelihara Rumah Tuan Khadi. Keduanya sangat mencintai pekerjaan ini. Mereka, memang hanya segelintir, yang menyelami sejarah secara mendalam.
Apa yang dilakukan keduanya, sebagai bentuk penghormatan pada warisan leluhur yang ditinggalkan. “Kami cuma berharap seluruh masyarakat saling menjaga rumah ini. Kita rawat sama-sama peninggalan ini. Terlebih generasi muda memiliki rasa ingin tahu tinggi. Ke depan mereka lah yang akan mengenalkan rumah ini kepada generasi penerusnya. Jadi penting bagi mereka untuk tahun sejarah yang sesungguhnya tentang rumah ini.***[Ayu]