BERTUAHPOS.COM — Subsidi energi diyakini akan membuat beban pemerintah semakin berat seiring dengan tingginya harga minyak mentah. Akibatnya, beban APBN diproyeksi juga akan naik.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memperkirakan, subsidi energi, termasuk dana kompensasi ke PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan PT Pertamina akan membengkak menjadi Rp 320 triliun.
Artinya pemerintah harus menambah Rp 190 triliun dari total subsidi tahun ini yang hanya Rp 134 triliun. “Seperti yang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) proyeksikan, subsidi dan kompensasi membengkak Rp 320 triliun,” katanya dilansir dari kontan.co.id, pada 22 April 2022.
Hal ini juga didorong jika pemerintah menaikkan harga-harga sejumlah energi, seperti yang diwacanakan sebelumya. Misalnya, Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertalite, gas LPG 3 kg, tarif listrik dan juga solar.
Menurutnya, opsi untuk mengurangi subsidi energi sebaiknya tidak dilakukan karena inflasi akan terlalu tinggi dan berisiko menahan pemulihan ekonomi.
Apalagi, jika pemerintah sepakat menaikkan harga gas LPG 3 kg dan Pertalite, akan memperlambat aktivitas konsumsi dan produksi, sehingga mengurangi pendapatan pajak.
“Memang negara sedang alami windfall dari komoditas, tapi penerimaan pajak selain komoditas bisa turun akibat lemahnya daya beli di dalam negeri,” jelasnya.
Bhima bahkan memperkirakan inflasi akan tembus di atas 5% yoy tahun ini, apabila belanja subsidi energi dipangkas.
Lebih lanjut, perkiraan tambahan subsidi Rp190 triliun, menurutnya bisa diambil dari Sebagian windfall pendapatan komoditas, realokasi anggaran infrastruktur, penghematan belanja pegawai, dan belanja barang.
Selain itu, pemerintah juga bisa mengatasi kekurangan belanja subsidi energi bisa dari pos belanja lain seprti dana Perlindungan Ekonomi Nasional (PEN), alokasi belanja infrastruktur, dana transfer daerah, serta belanja barang dan belanja pegawai.
Menurut Bhima, jika realokasi anggaran tidak dilakukan maka konsekuensinya defisit APBN tahun ini alan diatas level 3%.***