BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Mudik pada momen idulfitri sudah menjadi tradisi yang mengakar bagi masyarakat Indonesia. Momen mudik digunakan untuk pulang ke kampung halaman dan berkunjung ke keluarga yang lain.
Namun, pemerintah ternyata pernah membatasi warga untuk mudik di periode tahun 1960-an. Waktu itu, keadaan negara memang tengah sulit-sulitnya. Masalah Irian Barat, pemberontakan PRRI/Permesta, membuat keuangan negara habis dan ekonomi menjadi sulit.
Karena itu, mendekati lebaran 1962, pemerintah meminta masyarakat membatasi diri bepergian dengan kendaraan bermotor ataupun kereta api.
Dikutip dari historia.id, Presiden Soekarno setelah salat Id di Istana Negara juga menyinggung bahwa lebih baik perhatian bangsa dipusatkan untuk membebaskan Irian Barat.
Tahun 1963, imbauan untuk tak mudik kembali digaungkan pemerintah. Dua instansi, yakni Djawatan Kereta Api (DKA) dan Departemen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah dengan gencar mengkampanyekan agar masyarakat tidak mudik.
Kepada khalayak, dua instansi itu menganjurka agar membatasi bepergian jelang hari lebaran.
Pemerintah tahu jika melarang orang untuk mudik sangat tidak mungkin. Maka dibuatlah kebijakan pembelian karcis kereta api.
Setiap orang yang ingin membeli karcis kereta api harus memiliki Surat Permintaan Memesan Kartjis (SPMK) yang bisa didapat di stasiun tertentu. Kemudian, SPMK ini diisi dan diajukan ke Biro Pendaftaran Pemesanan Karjtis yang ada di dua stasiun, yaitu Jakarta Kota dan Gambir. Jam kerjanya juga dibatasi, yakni dari pukul 08.00 WIB sampai 11.00 WIB.
Dengan kebijakan ini, diharapkan masyarakat jadi enggan mudik karena proses pembelian tiket yang berbelit-belit.
Untungnya, saat ini keadaan lebih baik. Walau di segmen udara tiketnya mahal, namun pemerintah tak lagi melarang warganya untuk mudik. (bpc2)