BERTUAHPOS.COM — Simpang siur soal defisit anggaran Riau 2025 kian menjadi sorotan dari berbagai pihak. Salah satunya, seperti yang diungkapkan oleh pengamat kebijakan anggaran, Triono Hadi, kepada Bertuahpos, Selasa, 25 Maret 2025.
Dia menilai, perbedaan pernyataan antara Gubernur dan Wakil Gubernur Riau menunjukkan lemahnya koordinasi, dan absennya satu sumber data resmi yang dijadikan sebagai acuan bersama untuk menyampaikan informasi ke publik.
“Efeknya, fatal. Ini menandakan tidak ada mekanisme koordinasi yang baik antara Gubernur dan Wakil Gubernur. Harusnya ada satu sumber data yang jelas dan valid, dikomunikasikan bersama, baru disampaikan ke publik,” ujar Triono.
ARTIKEL TERKAIT LAINNYA:
Menurutnya, pernyataan Gubernur Riau, Abdul Wahid, soal defisit Rp2,2 triliun untuk anggaran 2024 mungkin memang benar adanya. Defisit tersebut berasal dari berbagai pos anggaran; mulai dari belanja Organisasi Perangkat Daerah (OPD), belanja pegawai, belanja bagi hasil, hingga tunggakan pajak.
“Ini tentu membuat Gubernur merasa terganggu dalam menjalankan program dan janji kampanyenya di tahun 2025 — tahun pertama masa kepemimpinannya. Wajar saja kalau ada janji yang tidak akan bisa ditepati karena beban anggaran masa lalu,” jelas mantan Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau itu.
Kendati demikian, terkait pernyataan Wakil Gubernur Riau, SF Hariyanto, yang menyampaikan informasi soal defisit anggaran tahun 2025 — yang sudah mengalami penyesuaian — juga sangat dinanti-nanti publik.
Triono menyebut, apa yang dijelaskan Hariyanto adalah hal itu wajar, sebagai bentuk penataan anggaran (penyesuaian). Sebab jika tidak dilakukan penyesuaian, maka berbagai kewajiban seperti pembayaran proyek tahun 2024 dan penyaluran dana bagi hasil ke kabupaten/kota, akan tertunda.
“Penyesuaian itu adalah bentuk komitmen untuk membereskan kekacauan anggaran 2024 agar tidak berlarut-larut di tahun 2025,” tambahnya.
Namun, Triono menilai, seharusnya masalah seperti ini tidak perlu terjadi. Menurutnya, persoalan ini lebih kepada tata kelola birokrasi. Di era sistem keuangan berbasis digital yang bisa dicek secara real time, komunikasi fiskal tidak seharusnya menimbulkan selisih (perbedaan) data dan pernyataan.
ARTIKEL TERKAIT LAINNYA:
Triono juga menyayangkan minimnya penjelasan detil soal defisit APBD yang disampaikan Wahid. Justru, penjelasan secara detil disampaikan oleh SF Hariyanto.
“Harusnya bukan tugas Wakil Gubernur untuk mengumumkan angka-angka detail. Itu seharusnya menjadi domain birokrat, seperti Bapenda, BPKAD, Bappeda, dan Sekda,” tegasnya.
Triono pun mengkhawatirkan adanya “sekte-sekte” di dalam birokrasi Pemerintah Provinsi Riaun saat ini, dan masa akan datang.
“Saya khawatir, ada kelompok birokrasi yang berjalan di jalur Gubernur, ada juga yang di jalur Wakil Gubernur. Kalau benar terjadi, ini akan sangat mengganggu jalannya pemerintahan,” tutup Triono.***