BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Kementerian Agama (Kemenag) RI sejauh ini tidak bisa berbuat banyak terkait kebijakan pemerintah Saudi yang memberlakukan rekam biometrik untuk jemaah melangsungkan ibadah umrah ke tanah suci Mekah. Meskipun lontaran nada protes sudah mencuat dari berbagai pihak.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU), Kemenag RI, Prof. Dr. Nizar, M.Ag mengatakan pihaknya sudah ajukan 3 poin sebagai solusi sementara untuk mengatasi masalah ini. Dan ketiga poin itu diklaim Nizar sudah diajukan ke Pemerintah Saudi.Â
“Ini baru opsi dari kami sebagai bentuk keberatan atas kebijakan itu,” katanya, saat meninjau asrama embarkasi haji antara di Riau beberapa waktu lalu.
Ketiga poin itu, pertama, Pemerintah Saudi harus memperbanyak kantor VTS Tasheel di seluruh kabupaten di Indonesia untuk memangkas waktu yang terlalu jauh untuk rekam biometrik ke provinsi. Kedua, gunakan data biometrik yang sudah dilakukan pada saat perekam paspor di Kantor Imigrasi, sebab biometrik itu juga merekam retina mata dan sidik jari, dan itu juga sudah dilakukan pada saat pengurusan paspor.Â
Baca:Â Jemaah Mengeluh, Untuk Rekam Biometrik Visa Umroh Harus Rogoh Kocek Berjuta-juta
Ketiga, kembalikan seperti sistem sebelumnya, yakni biometrik bukan sebagai syarat visa dan dilakukan di bandara pada saat jemaah sampai ke Saudi. Nizar berkata, sejauh ini belum ada respon apapun dari Pemerintah Saudi terhadap opsi yang sudah diajukan. Padahal surat resmi mengenai pengajuan 3 poin ini sudah dikirim ke Pemerintah Saudi. “Poin 3 sebenarnya yang kami minta,” sambungnya.
Memang untuk meluruskan masalah ini, menurut Nizar, harus dibedakan kewenangan atas kebijakan ini diterbitkan. Rekam biometrik kepada jemaah umrah, merupakan kebijakan dari Pemerintah Saudi dan bersifat umum.Â
Tidak hanya bagi Indonesia, seluruh orang asing dari berbagai negara di dunia wajib melakukan rekam biometrik jika ingin masuk ke Arab Saudi. Namun titik persoalannya, biometrik sebagai syarat masuk atau sebagai syarat pengurusan visa.
Sejak 2 bulan lalu, kata Nizar, Pemerintah Saudi sudah menetapkan syarat bahwa biometrik sebagai syarat pembuatan visa. Sehingga visa tidak akan jadi kalau rekam biometrik tidak dilakukan. Padahal sebelumnya, visa dikeluarkan terlebih dahulu baru dilakukan rekam biometrik.
Terhadap apa yang telah dialami oleh pengusaha perjalan umrah, karena harus menanggung kerugian hingga pulugan miliar, Nizar membantah kalau pemerintah hanya duduk manis berdiam diri.Â
Opsi keberatan kepada Pemerintah Saudi sebelumnya sudah dilayangkan Pemerintah Indonesi kepada Kementerian Luar Negeri Arab Sudi, bahwa kebijakan ini tidak mungkin diterapkan pada teritorial Indonesia dengan 17 ribu lebih pulau-pulau.Â
Apalagi jika menimbang perjalanan yang dilakukan masyarakat dari desa, menuju provinsi membutuhkan waktu sampai berhari-hari. Belum lagi biaya, tenaga dan psikologis masyarakat. “Bahkan ada yang harus menempuh perjalan 9 jam hanya untuk rekam biometrik,” kata Nizar. (bpc3)