BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Walikota Pekanbaru Firdaus sebelumnya menuding bahwa persoalan banjir di beberapa titik di Pekanbaru diakibatkan kesalahan kebijakan pemerintahan terdahulu.
Hal ini mendapat respon negatif. Warga menilai sikap yang ditunjukkan Firdaus bukanlah sikap seorang pemimpin dan sangat tidak etis, “Sebab sejatinya pemimpin itu menyelesaikan masalah, bukan menyalahkan orang lain atas persoalan di masa kepemimpinannya,” kata Hariyanto (43) warga yang berdomisili di Kecamatan Sail Pekanbaru, Minggu, 25 April 2021.
“Protes masyarakat terhadap masalah banjir di Pekanbaru, ya bukan kali ini saja. Hampir setiap kali hujan deras warga selalu mengeluh soal banjir. Masalahnya kenapa baru sekarang cuap-cuap itu kesalahan pemerintah terdahulu. Artinya tidak ada perbaikan oleh pemerintah sekarang atas kesalahan pemerintah terdahulu,” tutur Mukhlis (49) warga yang juga berdomisili di Kecamatan Sail, Pekanbaru.
Menanggapi hal ini, pengamat kebijakan publik M Rawa El Amady menilai, Firdaus sebagai pimpinan politik di Pemerintah Kota Pekanbaru seharusnya bercermin diri atas apa yang sudah dilakukannya selama dia memimpin.
“Sudah 8 tahun dia memimpin Pekanbaru, ngapain aja. Firdaus seharusnya bercermin atas apa yang dia lakukan selama 8 tahun dia memimpin,” ujarnya saat dihubungi Bertuahpos.com, Minggu, 25 April 2021.
Menurut Rawa, banjir di Pekanbaru terjadi hampir setiap bulan atau setiap kali hujan deras, bukan setiap 15 tahun sekali. Terhadap persoalan ini, sikap Firdaus yang melempar masalah kepada pemerintah terdahulu merupakan sikap yang sangat tak gantlemen sebagai seorang walikota.
Sebagai pimpinan politik, Walikota Pekanbaru Firdaus sebenarnya bisa mengambil tindakan, dan pimpinan politik itu seketika bisa mengambil kebijakan untuk membatalkan keputusan terdahulu jika memang itu tidak relevan, atau tidak berpihak kepada masyarakat dengan kondisi saat ini.
“Pimpinan politik itu mengambil keputusan seperti membalikkan telapak tangan (cepat). Nah, masalahnya, Firdaus kok lama kali membalikkan telapak tangannya,” tutur Rawa.
Dia menambahkan, selama 8 tahun Firdaus memimpin harusnya sudah menemukan cara jitu dalam mengatasi masalah banjir yang memang menjadi masalah klasik di Pekanbaru. “Artinya, menyalahkan pemerintahan terdahulu, sama saja dengan Firdaus menyalahkan dirinya sendiri. Karena sudah mau habis kan 2 periode kepemimpinannya, masalah banjir saja tak teratasi,” sambungnya.
Selain itu, persoalan drainase juga sudah lama diteriakkan masyarakat. Namun faktanya, Pemko Pekanbaru tutup mata dan telinga sehingga persoalan yang sama terus saja terjadi berulang-ulang.
Menurut Rawa, persoalan banjir di Pekanbaru adalah masalah krusial bagi seorang pemimpin. Artinya masyarakat menilai pemerintah itu bekerja atau tidak, bisa dilihat dari bagaimana Firdaus menyelesaikan persoalan banjir di Ibu Kota Provinsi Riau ini.
Firdaus Minta Maaf
Seperti diberitakan sebelumnya, Walikota Pekanbaru Firdaus meminta maaf kepada masyarakat atas musibah banjir yang mendera. Permintaan maaf itu diutarakan Firdaus atas kesalahan pemerintahan terdahulu
Hal ini diungkapkan Firdaus saat dirinya bersama Forkompinda melakukan peninjauan di beberapa titik banjir, Sabtu 24 April 2021.
“Ini instrospeksi diri. Ini terjadi di bantaran sungai seperti ini tidak boleh dibangun. Artinya kelemahan pengawasan perizinan dari pemerintah,” kata kanya.
Menurutnya, di dalam izin mendirikan bangunan yang dikeluarkan oleh Pemko Pekanbaru, tanah perumahan ditimbun setinggi 2 meter. Karena setiap bangunan yang diberi izin harus bebas banjir. Maka salah satu pelengkap perizinan itu, kata dia, ada file bebas banjir.
Selain itu, ada pula bangunan yang mengganggu Garis Sempadan Sungai (GSS). Di dalam UU, mengatur setiap sungai ada garis sempadannya. Artinya dari bibir sungai dari jarak tertentu tidak boleh dibangun.
“Yang terjadi bencana yang dialami karena pemerintah yang kurang cermat memberi izin dan mengawal izin,” akunya.
File banjir itu, sambungnya, dikeluarkan oleh PUPR. Kalau tidak keluar file banjir ini, tidak boleh dibangun. Firdaus mengungkapkan, perumahan yang dibangun di bantaran Sungai Sail ini sudah ada sejak 15 tahun lalu.
Dia menduga, pihak pengembang merupakan grup yang sama. “Ini pengalaman bagi kita ke depan, dan untuk penerbitan izin berikutnya mesti betul-betul selektif dan juga pengawasan di lapangan,” jelasnya.
“Ini mungkin kelemahan kita, walaupun bukan pejabat yang sekarang. Tapi pejabat 15 tahun lalu. Ini tidak dikontrol di lapangan. Akhirnya masyarakat jadi korban, pemerintah juga jadi beban,” jelasnya.
“Kami mohon maaf atas kelalaian pemerintah di masa lalu dalam kesalahan menerbitkan izin, dan juga developer yang tidak disiplin melaksanakan pembangunan sesuai izin yang diberikan,” tuturnya. (bpc2)