BERTUAHPOS.COM – Anggota Ombudsman RI Hery Susanto menilai bahwa kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) berbasis kuota dan zona masih belum memenuhi standar pelayanan publik sebagaimana di atur dalam UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.
Selain itu PIT belum dipahami secara jelas dan utuh oleh para nelayan maupun pelaku usaha perikanan sehingga mengakibatkan banyaknya penolakan atas penerapan kebijakan PIT tersebut.
Hal tersebut disampaikan dalam Seminar Nasional dan FGD dengan tema Mengukur Implementasi Program Penangkapan Ikan Terukur di Aula Atlantik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau yang diselenggarakan oleh Yayasan Membangun Negeri pada Rabu 24 Oktober 2024)l.
“Perlunya pemenuhan sarpras, kegiatan sosialisasi, diseminasi dan bimbingan teknis secara massif yang melibatkan nelayan, pemilik kapal, pengusaha perikanan, pemerintah daerah mengenai substansi pengaturan kebijakan PIT dan kebijakan aplikasi perijinan maupun operasional dalam kebijakan PIT,” anggota Ombudsman RI Hery Susanto.
Hery menilai bahwa sosialisasi bukan hanya sebatas menyediakan pedoman atau alat-alat kelengkapan sosialsasi namun juga memastikan agar nelayan atau pengusaha perikanan memahami penggunaan aplikasi terkait PIT.
Selain itu juga, Hery mendorong agar pihak terkait mempersiapkan daya dukung pelaksanaan PIT dari sisi regulasi dan juga dari sisi operasional.
Dari sisi regulasi, Hery mendorong agar pemerintah menerbitkan peraturan pelaksana atau petunjuk teknis Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2023 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 Tentang Penangkapan Ikan Terukur dengan melibatkan pemangku kepentingan terkait.
“Selain itu juga dengan memetakan kebutuhan sumber daya manusia, dan menyediakan sumber daya manusia secara merata yang memiliki kapasitas dengan jumlah sesuai kebutuhan, terutama di Pelabuhan perikanan khususnya sebagai enumerator, pencatat hasil tangkapan,” tambah Hery.
Sementara itu, dari sisi operasional dengan menyediakan sarana dan prasarana yang memadai secara merata di Pelabuhan perikanan seperti timbangan digital dengan hasil yang lebih valid, pengerukan sungai yang mengalami sedimentasi agar kapal mudah merapat dan bersandar, CCTV dan alat kelengkapan keamanan, jaringan internet yang memadai, dan meningkatkan kehandalan aplikasi baik e-PIT maupun perizinan penangkapan ikan.
Hery menjelaskan bahwa kebijakan Penangkapan Ikan Terukur berbasis kuota dan zona pada dasarnya bertujuan untuk melestarikan sumber daya ikan, mencegah overfishing, mendorong pembangunan daerah, meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), meningkatkan kesejahteraan nelayan.
“Namun demikian, dalam pelaksanaannya kebijakan ini perlu memperhatikan seluruh aspek dan aspirasi seluruh stakeholder terkait. Penting untuk melihat segala faktor penghambat maupun pendukung agar kebijakan yang dibuat sesuai dengan tujuan pembentukannya,” tambah Hery.
Oleh karena itu, Ombudsman RI saat ini tengah melakukan kajian sistemik terkait pelaksanaan dan pengawasan penangkapan Ikan Terukut berbasis kuota dan zona sebagaimana tugas dan fungsinya dalam mengawasi pelayanan publik dan memastikan dalam prosesnya tidak terjadi maladministrasi.
Turut hadir dalam FGD, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Riau Bambang Pratama, Sekdis DKP Riau Fajriyani, Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Rifardi, Wakil Dekan III Fakultas Kelautan dan Perikanan UNRI Jonny Zaen, dan Direktur Perijinan dan Kenelayanan DJPT Ukon Ahmad Furkon.