BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Pemerintah pusat sering kali mengeluarkan kebijakan yang berubah-ubah terutama di tengah penanganan pandemi corona.
Kasus ini bisa dilihat dari beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan mengenai mekanisme masuk orang dari satu daerah ke wilayah lain.
Kebijakan pertama yang dikeluarkan yakni menutup semua akses masuk orang. Bandara ditutup, termasuk jalur transportasi laut dan darat.
Lebih kurang seminggu kebijakan itu diberlakukan, Kementerian Perhubungan memberi akses kepada penerbangan untuk bisa beroperasi, bandara dibuka kembali walau intensitasnya terbatas.
Setelah itu, keluar lagi kebijakan yang membolehkan penerbangan beroperasi secara penuh, namun orang yang berangkat ditentukan dengan pemberlakuan syarat.
Salah satunya setiap orang yang berangkat ke daerah lain wajib mengantongi surat izin kesehatan yang didalamnya ada bukti hasil rapid tes negatif COVID-19.
Usai lebaran Idul Fitri, DKI Jakarta memperketat aturan bahwa setiap orang yang masuk ke Ibu Kota wajib menunjukkan hasil swab 7 hari terakhir, tidak lagi sebatas hasil rapid tes.
Langkah Jakarta diikuti hampir semua provinsi di Indonesia untuk menekan munculnya klaster baru dalam penyebaran wabah corona.
Namun belakangan, syarat itu kembali diperlonggar. Keputusan dari Kementerian Perhubungan hanya menyaratkan dalah satu, cukup hasil swab 7 hari terakhir, atau hasil rapid tes 3 hari terakhir.
“Kebijakan yang berubah-ubah ini mau tidak mau harus diikuti,” kata Juru Bicara Percepatan Penanganan COVID-19 Riau dr Indra Yovi, Selasa, 16 Juni 2020.”
“Berlakukan kebijakan baru dari Kementerian Perhubungan membuat pola pengawasan di lapangan juga berubah-ubah sehingga di lapangan menjadi agak susah,” sebutnya.
“Saya dengar kabar dan bahkan mengalami sendiri, bahwa di perbatasan antar provinsi di Riau ini sudah tak ada lagi yang jaga. Kadang-kadang ada yang periksa. Tapi banyak lepasnya,” ujar Indra Yovi.
Dia meminta kepada Pemprov Riau, masalah seperti ini sebaiknya disikapi dengan cepat. Tingginya angka kesembuhan pasien positif COVID-19 di Riau telah menimbulkan stigma baru bagi warga-warga di provinsi tetangga bahwa Riau lebih aman dari wabah corona dibandingkan daerah mereka sendiri.
Asisten III Setdaprov Riau, Syahrial Abdi mengatakan Pemprov Riau sudah berupaya menyikapi setiap kebijakan yang berubah-ubah itu.
Dia menyebut, memang sampai saat ini tak ada satupun daerah di Indonesia bisa dijadikan model percontohan dalam penanganan wabah COVID-19.
“Kami sudah mencoba menyikapi setiap kebijakan itu dengan menyesuaikan, namun memang di satu sisi ada regulasi yang di putuskan lebih tinggi dan itu selalu berubah-ubah. Ini memang membuat gamang beberapa pihak,” kata Syahrial yang juga menjabat sebagai Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Riau.
“Kami selalu koordinasi dan konsultasi. Kenapa, karena kita tak mau kedepan salah. Kami sudah MoU dengan pihak terkait sehingga langkah — administrasi dan tindakan terkait data — juga pastikan dengan benar. Contoh kami berikan insentif kepada tenaga medis. Tapi kalau tak bisa membuktikan tenaga medis mana saja yang betul-betul bekerja itu juga akan tetap di Proses,” jelasnya.
Dia menambahkan, salah satu upaya Pemprov Riau dalam menyikapi setiap kebijakan yang selalu berubah itu, yakni dengan menggelar forum terbuka dengan berbagai pihak untuk mengemukakan pendapat.
“Sehingga setiap keputusan yang diambil bukanlah hasil dari kesimpulan pimpinan atau Pemprov Riau semata, tapi hasil buah pikiran dari banyak pihak,” ungkap Syahrial Abdi. (bpc3)