BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menyampaikan permohonan maaf secara terbuka terkait surat telegram, kemudian mencabut kembali kebijakan itu. Surat telegram itu, sebelumnya berbunyi larangan menyiarkan arogansi dan kekerasan polisi
Listyo Sigit menjelaskan, niat dan semangat awal dari dibuatnya surat telegram itu agar jajaran kepolisian tidak bertindak arogan atau menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku.
Karena itu, Listyo Sigit menginstruksikan agar seluruh personel kepolisian tetap bertindak tegas tapi juga mengedepankan sisi humanis dalam penegakan hukum di masyarakat.
“Arahan saya ingin Polri bisa tampil tegas namun humanis, namun kami lihat di tayangan media masih banyak terlihat tampilan anggota yang arogan. Oleh karena tolong anggota untuk lebih berhati-hati dalam bersikap di lapangan,” tutur Listyo Sigit dalam keterangan tertulisnya, Jakarta.
Listyo Sigit menekankan, gerak-gerik perilaku anggota kepolisian selalu disorot oleh masyarakat. Oleh Sebab itu dirinya mengingatkan, satu perbuatan arogan oknum polisi dapat merusak citra Polri yang saat ini sedang berusaha menuju untuk lebih baik dan profesional.
“Karena semua perilaku anggota pasti akan disorot, karena sampai ada beberapa perbuatan oknum yang arogan, merusak satu institusi, karena itu saya minta agar membuat arahan agar anggota lebih hati-hati saat tampil di lapangan,” ujar Listyo sigit dikutip dari situs Humas Polri.
Selain itu sigit menyampaikan bahwa anggota kepolisian masih terlihat arogan saat tampil di media, ia mengatakan bahwa hal seperti itu perlu diperbaiki.
“Jangan suka pamer tindakan yang kebablasan dan malah jadi terlihat arogan, masih sering terlihat anggota tampil arogan dalam siaran liputan di media. Hal-hal seperti itu agar diperbaiki sehingga tampilan anggota semakin terlihat baik, tegas namun humanis,” ungkap Listyo Sigit.
Kemudian dirinya juga menyampaikan dalam Telegram yang sempat muncul tadi ternyata menimbulkan perbedaan penafsiran dengan awak media (insan pers). Kesalahan persepsi dalam hal ini bukanlah media melarang meliput arogansi polisi di lapangan.
Namun demikian, menurutnya, semangat sebenarnya dari Telegram itu adalah pribadi dari personel kepolisian itu sendiri yang tidak boleh bertindak arogan.
“Jadi dalam kesempatan ini saya luruskan, anggotanya yang saya minta untuk memperbaiki diri untuk tidak tampil arogan namun memperbaiki diri sehingga tampil tegas, namun tetap terlihat humanis,” ujarnya.
“Bukan melarang media untuk tidak boleh merekam atau mengambil gambar anggota yang arogan atau melakukan pelanggaran,” ujarnya.
Lebih lanjut dia juga menegaskan, sampai dengan saat ini, internal Korps Bhayangkara masih memerlukan kritik dan saran dari seluruh elemen masyarakat. Sehingga, peran media sebagai salah satu pilar demokrasi akan tetap dihormati oleh Polri.
Dengan kerendahan hati, Kapolri pun menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh masyarakat karena lahirnya perbedaan persepsi terkait dengan Telegram tersebut.
“Sekali lagi mohon maaf atas terjadinya salah penafsiran yang membuat ketidaknyamanan teman-teman media. Sekali lagi kami selalu butuh koreksi dari teman-teman media dan eksternal untuk perbaikan institusi Polri agar bisa jadi lebih baik,” ujarnya. (bpc2)