BERTUAHPOS.COM — World Day for the End of Fishing and Fish Farming (WoDEF) sedang diperingati. WoDEF merupakan sebuah momentum global yang menyerukan perhatian terhadap penderitaan hewan akuatik serta dampak ekologis dari industri perikanan dan akuakultur.
Setiap tahunnya, diperkirakan antara 1,1 hingga 2,2 triliun ikan liar ditangkap untuk konsumsi, sementara 124 miliar ikan hasil budidaya dibunuh. Banyak dari mereka mengalami penderitaan panjang sebelum mati—mulai dari dibedah saat masih hidup, mati lemas, hingga dibunuh dengan metode yang menyakitkan.
Dalam sistem budidaya, ikan dipelihara dalam kondisi padat, kekurangan oksigen, dan rentan terserang penyakit. Praktik seperti pemotongan tangkai mata pada udang betina juga dilakukan secara menyakitkan demi mempercepat reproduksi.
Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), lebih dari 64% stok ikan dunia telah dieksploitasi secara berlebihan. 23% lainnya dalam kondisi kritis.
Penangkapan ikan yang tidak terkendali telah melampaui kemampuan spesies untuk bereproduksi, menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem laut dan terancamnya keberlanjutan populasi ikan.
Eksploitasi hewan laut juga berdampak besar terhadap lingkungan, namun sering kali luput dari sorotan publik. Industri perikanan skala besar menjadi penyumbang utama overfishing dan kerusakan ekosistem laut.
Budidaya ikan yang tidak berkelanjutan menambah beban pencemaran perairan, akibat limbah seperti kotoran ikan, sisa pakan, serta zat kimia beracun seperti antibiotik dan pestisida.
Sampah laut juga menjadi sorotan. Investigasi terhadap Great Pacific Garbage Patch mengungkap bahwa 46% sampah terapung di sana berasal dari jaring ikan yang hilang atau dibuang.
Setiap tahun, sekitar 600.000 hingga 800.000 ton alat tangkap mengotori lautan, membunuh lebih dari 100.000 paus, lumba-lumba, penyu, dan anjing laut karena jeratan. Plastik dari alat tangkap ini membutuhkan waktu hingga 600 tahun untuk terurai, sambil terus melepaskan mikroplastik berbahaya.
Kerusakan juga terjadi di wilayah pesisir, di mana tambak udang dan ikan kerap menyebabkan kerusakan hutan bakau—habitat penting sekaligus penyerap karbon alami yang mendukung keseimbangan lingkungan.
Memperingati WoDEF 2025, sebanyak 190 organisasi di seluruh dunia menggelar aksi dan kampanye untuk mengungkap dampak destruktif industri perikanan.
Di Indonesia, Animal Friends Jogja mengadakan talk show bersama Love Jogja FM pada 26 Maret 2025 guna membahas realitas industri perikanan dan mengeksplorasi solusi yang lebih etis.
Direktur WALHI Jawa Timur, Wahyu Eka Styawan, juga menyoroti dampak overfishing di perairan Jawa. Dia mengatakan “Penggunaan alat tangkap seperti cantrang merusak terumbu karang, menangkap ikan yang belum dewasa, dan menyebabkan penurunan populasi ikan. Ekosistem laut terganggu, regenerasi terhambat, dan terjadi ‘kiamat kecil’ di perairan utara Jawa.”
Sementara itu, Lilo Dwi Julianto, pegiat kesejahteraan hewan dari Animal Friends Jogja, menegaskan pentingnya perubahan sistem. Menurutnya, kini sudah saatnya industri dan pemerintah bertindak nyata menghentikan eksploitasi ikan.
“Tanpa regulasi yang ketat dan transisi ke praktik yang berkelanjutan, kita hanya akan mempercepat krisis ekologis yang merugikan manusia dan planet ini,” tegasnya.
Peringatan WoDEF menjadi panggilan mendesak bagi dunia untuk mempertimbangkan kembali hubungan dengan lautan dan semua makhluk yang hidup di dalamnya—sebelum semuanya terlambat.***