BERTUAHPOS.COM — Hutan mangrove, yang selama ini dianggap sebagai benteng pertahanan pesisir pantai dari ancaman erosi, dianggap 4-5 kali lebih efektif dari hutan tropis, untuk serapan emisi karbon, kata Git Fernando dari Yayasan Rimba Satwa Foundation (RSF).
Git membandingkan dengan hutan di Desa Pinggir, Bengkalis, yang kini dikelola RSF sebagai Agroforestri. Dengan luasan sekitar 225 hektare, potensi penyerapan emisi karbon lebih kurang 1,25 ton CO2 equivalent di tahun 2023. “Meskipun di sini belum banyak tanaman-tanaman rimbun,” katanya.
Sedangkan, Edu ekowisata Bandar Bakau Dumai yang terletak di wilayah pesisir Riau dengan luas sekitar 24 hektar, efektivitas penyerapan karbonnya diperkirakan sekitar 1,2 ton CO2 equivalent.
“Jika 24 hektare hutan mangrove ini ditebang habis, CO2 yang kita hirup sama dengan 842 mobil,” kata Analyst Social Performance PHR WK Rokan, Priawansyah pada 26 Agustus lalu.
Dengan demikian, kata Git, potensi penyerapan emisi karbon dari hutan mangrove Bandar Bakau Dumai dengan luas 24 hektare, dengan Agroforestri seluar 225 hektate, jumlah hampir sama.
“Untuk efektivitas penyerapan emisi karbon, hutan bakau atau mangrove jauh lebih efektif,” tuturnya.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau, per tahun 2021, luas eksisting hutan mangrove di Riau mencapai 224.895 hektare.
Ekosistem hutan mangrove di Riau tersebar di beberapa wilayah pesisir, seperti Dumai, Bengkalis, Indragiri Hilir, Kepulauan Meranti, Pelalawan dan Rokan Hilir.
Hutan mangrove dengan kerapatan tajuk lebat jumlahnya sekitar 219.070 hektare dan seluas 2.537 hektare untuk kerapatan tajuk sedang. Sedangkan hutan mangrove dengan kerapatan tajuk jarang luasnya sekitar 3.288 hektare.***