BERTUAHPOS.COM, KUANSING – Rizki JP. Poliang, SH. MH Kuasa Hukum Abriman, Mantan Kepala UPT KPH Singingi, meminta Pengadilan Tinggi (PT) Riau dan Komisi Yudisial (KY)Perwakilan Riau, melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap PN Telukkuantan, terkait pengalihan penahanan Aldiko Putra, menjadi tahanan rumah.
Rizki JP. Poliang saat pers release menyebut bahwa pengalihan status tahanan dari Rutan ke tahanan rumah dinilai tidak memiliki pertimbangan yuridis dan sosiologis yang kuat. Ia menilai keputusan tersebut tidak hanya berpotensi menimbulkan kekhawatiran bagi kliennya, tetapi juga dapat menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum di Kabupaten Kuantan Singingi.
“Klien kami merasa tidak adil atas pengalihan penahanan tersebut. Ia juga khawatir akan adanya perbuatan berulang terhadap dirinya,” ujar Rizki.
Lebih lanjut, Rizki mempertanyakan dasar objektif dari keputusan hakim, mengingat terdakwa merupakan seorang anggota DPRD Kabupaten Kuantan Singingi. Ia menilai langkah tersebut dapat menimbulkan spekulasi publik dan berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap integritas lembaga peradilan.
“Di luar alasan normatif yang telah beredar di berbagai pemberitaan, kami mempertanyakan apa sebenarnya urgensi objektif yang mendasari dikabulkannya permohonan pengalihan penahanan itu,” ucapnya.
Menanggapi hal tersebut, Rizki mendesak agar Pengadilan Tinggi Riau dan Komisi Yudisial Republik Indonesia Perwakilan Riau turun tangan melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap keputusan tersebut.
“Kami meminta agar dilakukan peninjauan kembali terhadap penetapan pengalihan penahanan ini. Ini penting untuk memastikan bahwa proses hukum tetap berjalan secara adil dan objektif sesuai prinsip due process of law,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, Pengadilan Negeri Teluk Kuantan pada Selasa (15/4/2025) telah mengabulkan permohonan pengalihan penahanan terhadap Aldiko Putra. Dalam amar putusannya, majelis hakim menetapkan status tahanan rumah dengan sejumlah ketentuan, termasuk larangan keluar rumah tanpa izin pengadilan dan penyerahan uang jaminan sebesar Rp200 juta.
Sementara itu, pihak keluarga terdakwa menyambut baik keputusan tersebut. Namun di sisi lain, kuasa hukum korban justru menganggap keputusan itu sebagai langkah yang berpotensi melemahkan perlindungan hukum bagi korban.
“Harapan kami sederhana: keadilan tidak boleh dilihat dari siapa pelakunya, tetapi dari seberapa serius negara melindungi korban dan menjunjung tinggi proses hukum,” pungkas Rizki. (Rilis)