BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Aliansi Petani Gambut Riau memandang keberadaan Badan Restorasi Gambut (BRG) sangat dibutuhkan masyarakat. Terutama petani yang memanfaatkan lahan gambut di Riau. Bentuk penolakan terhadap rencana pemerintah membubarkan BRG ini, disampaikan oleh Aliansi Petani Gambut Riau.
Presiden Jokowi mengaku telah mengantongi 18 lembaga yang rencananya akan dibubarkan. Salah satu dari 18 lembaga itu adalah Badan Restorasi Gambut atau BRG. Rencana BRG akan dibubarkan mengingat kerja lembaga ini bisa ditangani di bawah Bandan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Kementerian Pertanian.
“BRG sangat banyak membantu kami. Misalnya dengan mengajarkan cara pertanian tanpa bakar. Jadi kami tidak perlu takut ditangkap karena sudah tidak lagi melakukan pembakaran,” ujar Ketua Aliansi Petani Gambut Riau Badri dalam keterangan resminya yang diterima Bertuhpos, Jumat, 17 Juli 2020.
Badri sehari-harinya merupakan petani dari Desa Bungaraya, Kabupaten Siak. Dia menjadi penggerak pertanian organik dan tanpa bakar. Pengetahuan dan keterampilan itu diperolehnya dari Sekolah Lapang Petani Gambut yang dibuat BRG.
“Sekarang saya dan kawan-kawan sudah tidak membakar. Kami juga dapat bertani organik secara swadaya. Pupuk, pestisida semua kami bisa buat sendiri,” ditambahkan Sukamtono dari Desa Rawa Bagun, Rengat – Indragiri Hilir.
Kontribusi BRG Terhadap Petani Gambut Riau
Para petani mengakui, BRG telah banyak membantu mereka memberikan solusi dari larangan pembakaran lahan yang dibuat pemerintah. Pendampingan BRG mengangkat kembali pertanian di lahan gambut Riau, tanpa harus mengorbankan perlindungan terhadap lahan gambutnya.
Aliansi Petani Gambut Riau menyayangkan pernyataan tokoh yang mendukung pembubaran BRG. “Beliau mungkin tidak mengetahui apa yang terjadi di lapangan. Apa yang sudah dirasakan manfaatnya oleh petani dari kegiatan-kegiatan restorasi gambut,” kata Badri.
Badri sekarang sangat piawai mengelola pertanian organik dan tanpa bakar. Untuk itu dia berkesempatan mengikuti kegiatan internasional di Bangkok. Sementara Sukamtono menjadi pembicara di Konferensi Perubahan Iklim PBB di Spanyol, tahun lalu.
Selain Badri dan Sukamto, juga ada Ismail salah seorang campion petani gambut dari Bengkalis. Dia juga aktif mengedukasi warganya dan menjadi narasumber saat webinar nasional pertanian gambut tanpa bakar pada bulan lalu.
Saat ini sudah ada 148 Kader sekolah lapang petani gambut yang tersebar di 10 Kabupaten kota bergambut di Riau mereka berada di Kampar, Rokan hilir, Dumai, Bengkalis, Siak, Meranti, Pelalawan, Indragiri hulu dan Indragiri hilir.
Praktik-praktik baik dari pertanian gambut di Riau, yang dilakukan oleh para kader Sekolah Lapang Petani Gambut telah disampaikan di dunia internasional, dan mendapat apresiasi yang tinggi. Hal ini menunjukkan bagaimana pemerintah dan petani di Riau serius mengatasi Karhutla dan kerusakan gambut.
Ditemui terpisah, Dinamisator Desa Peduli Gambut di Riau Muslim Rasyid mengatakan, ada 76 lokasi demplot pertanian tanpa bakar yang ada di desa-desa, yang jadi target restorasi gambut di Riau. “Demplot ini difasilitasi BRG dan sebentar lagi akan ada penambahan dengan pendampingan yang dilakukan Perusahaan dan LSM,” jelasnya. (bpc2)