BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Sejak 3000 tahun SM di Mesir Kuno, logam mulia (emas) menjadi simbol keindahan, kejayaan, kekayaan, dan kekuasaan. Tidak sama dengan uang kertas zaman kini yang labil. Contoh kasus, ketika tarif dasar listrik membengkak memasuki Juni 2020. Uang kertas pun seperti taka ada harganya. Gaya hidup masyarakat pun mulai berubah.
“Perubahan gaya hidup ini pun mampu mengusik kalangan masyarakat menengah ke atas. Karena mereka harus menjual emasnya! Pilihan menjual bukan pilihan bijak. Lebih baik menggadaikan emas saja. Karena harga gadai emas ini sangat efisien. Langsing!” kata Muhammad Ihsan Paloi pengamat dan konsultan investasi emas singkat, di sebuah kafe di Pekanbaru, akhir Juni lalu.
Kata Ihsan lagi, untuk menjual emas, ada baiknya ke rumah gadai resmi. “Yang memiliki emas hingga masyarakat menegah atas, bisa memanfaatkan gadai sebagai alternatif. Baik untuk kebutuhan dana jangka pendek, jangka panjang, maupun menggadai dengan motif menyimpan. Tempat yang representatif di antaranya ada di pegadaian, kerana biaya simpan di pegadaian sangat kompetitif,” yakin pria Makasar ini memberi rekomendasi.
Menurut lelaki yang punya mindset 24 karat ini, banyaknya perlakuan PSBB di sejumlah daerah di Indonesia tempo lalu, tentu sangat memengaruhi pasar emes domestik. Kecendrungan untuk menjual pun sudah disadari masyarakat, karena berharap harga emas akan menyentuh level tertinggi.
“Seperti data Pegadaian 30 April 2020. Harga emas dengan satuan 0,5 gram emas seharga Rp. 505.000, tentu harga 1 gram emas Rp. 949.000 dan harga 2 Gram emas Rp. 1.878.000. Keren Gak?” yakin Ihsan memberi perbandingan.
Harga Emas Tetap Menjanjikan
Satu pesan Ihsan, harga emas tetap masih tercermin dari harga emas global. Namun karena ada PSBB waktu lalu, maka menjual tidak efisien.
“Solusinya menggadaikan emas memang tepat. Dan, rata-rata yang menggadai daripada menjual adalah pemilik emas batang, emas perhiasan, dan mata uang emas. Selain karena mereka juga mandiri, jika ada kebutuhan mendesak, mereka menggadaikan emas, jika kebutuhan tercukupi, mereka menyimpan emas,” ulas Ihsan.
“Mereka ini beberapa perantau Tiongkok, perantau Vietnam, saat merantau ke Indonesia sudah membawa emas. Ini semakin menguatkan saya bahwa emas sudah melegenda sejak dahulu kala, dan menjadi gaya hidup,” tandas Ihsan. (bpc5)