BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Awalnya, seluruh khutbah jumat di Indonesia dilakukan dalam Bahasa Arab.
Dalam perkembangannya, penggunaan Bahasa Indonesia (atau Bahasa Melayu dan bahasa lainnya selain Arab) di Indonesia sempat menimbulkan pertentangan. Ada yang setuju, dan beberapa lainnya menentang.
Dikutip dari historia.id, jika merujuk pada laporan Snouck Hurgronje, De Islam in Nederlandsch-Indie (1913), pada awal abad 20, khutbah jumat di Indonesia masih menggunakan Bahasa Arab.
“Khatib mengucapkan khutbah jumat dalam Bahasa Arab, yang kerap kali tak dimengerti oleh khatib itu sendiri atau jemaahnya,” tulis Hurgronje.
Pada tahun 1924, muncul inovasi baru di masjid yang ada di Jawa Timur. Khutbah jumat diucapkan dalam Bahasa Arab terlebih dahulu, yang kemudian ditafsirkan dalam Bahasa Jawa.
Pada Muktamar NU yang pertama kali pada 21 Oktober 1926 di Surabaya, masalah bahasa khutbah jumat ini juga menjadi pembahasan. Muktamar NU menghasilkan kesepakatan bahwa khutbah jumat boleh diterjemahkan ke bahasa yang dimengerti jemaah, selain rukun-rukunnya. Intinya agar isi khutbah bisa dimengerti jemaah.
Organisasi Islam lainnya, Muhammadiyah juga sepakat. Bahwa isi khutbah haruslah dimengerti oleh jemaah, sehingga diperbolehkan digunakan bahasa selain Bahasa Arab. Meski demikian, pertentangan mengenai bahasa khutbah jumat ini masih terus berlanjut.
Di masa kemerdekaan, pertentangan ini perlahan menghilang. Lebih banyak pihak yang sepakat bahwa isi khutbah harus dimengerti jemaah, sehingga penggunaan Bahasa Indonesia meluas ke masjid-masjid di Indonesia. Nasionalisme Indonesia juga mendorong penggunaan Bahasa Indonesia dalam khutbah jumat.
Hingga kini, tersisa beberapa masjid saja yang masih mempertahankan khutbah jumat dalam Bahasa Arab. (bpc2)