Oleh: H Sofyan Siroj Abdul Wahab, Lc, MM
RANCANGAN Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Riau Tahun Anggaran (TA) 2021 akhirnya disahkan melalui rapat paripurna pada hari Senin, 30 November 2020.
Sebagai gambaran, APBD Provinsi Riau TA 2021 yang disahkan sebesar Rp. 9,132 T dimana angka tersebut juga merupakan kebutuhan belanja daerah setahun ke depan.
Dengan penerimaan pendapatan diproyeksikan mencapai Rp9,032 T, maka defisit antara pendapatan dan belanja sebesar Rp100 M akan ditutupi dari pembiayaan netto yang merupakan selisih penerimaan pembiayaan yang bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun sebelumnya (SiLPA) sebesar Rp100 M.
Dengan demikian Sisa Lebih Pembiayaan TA 2021 dalam APBD Provinsi Riau Tahun 2021 bersaldo nihil.
Sebagaimana telah disampaikan oleh Gubernur Riau (Gubri) dalam pidato pengantar saat penyampaian Nota Keuangan dan RAPBD Provinsi Riau TA 2021 pada 28 Desember 2020 di DPRD, bahwa kerangka APBD 2021 berangkat dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tahun 2021: ‘memantapkan Pengembangan Industri, Pertanian, Pariwisata yang Mendorong Perdagangan dan Jasa Untuk Meningkatkan Daya Saing Ekonomi’.
Tema tersebut dijabarkan ke dalam 5 prioritas: pengembangan Industri, pengembangan pertanian, pengembangan pariwisata, pembangunan Infrastruktur dan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan; serta pengembangan SDM yang beriman, berkualitas dan berdaya saing. Dari prioritas inilah kemudian belanja daerah ditetapkan.
Selama pembahasan, muncul diskursus dan perdebatan mulai tingkat komisi hingga Badan Anggaran dan TAPD. Bahkan sudah ramai sejak penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Dari banyak isu RAPBD 2021 yang memicu alotnya pembahasan ada satu paling disorot. Yakni menyoal prioritas Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau di 2021, khususnya infrastruktur atau yang terkait belanja modal yang di dalam 5 prioritas pembangunan bukan prioritas teratas.
Sepintas wajar karena berangkat dari Arah Kebijakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk tahun 2021 yaitu: Memantapkan pengembangan industri, pertanian, pariwisata yang mendorong perdagangan dan jasa untuk meningkatkan daya saing ekonomi.
Makanya belanja modal, dibandingkan anggaran belanja daerah dalam Rancangan KUA dan PPAS 2021 sebelum pembahasan, alokasinya mengalami penurunan. Di RPJMD 2019-2024 untuk tahun 2021 direncanakan lebih Rp1.066 T, tetapi di KUA dan PPAS dikurangi Rp978 M yang selanjutnya setelah pembahasan final menjadi Rp977 M.
Alokasi tersebut mendapat tanggapan miring dari kalangan dewan. Sebagaimana diketahui Belanja Modal menampung kepentingan masyarakat luas: jalan, jembatan, jaringan, irigasi dan infrastruktur lain yang dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat.
Hemat dan Tepat
Kita memahami alasan belanja infrastruktur bukan prioritas teratas APBD 2021. Disamping mengacu ke Arah Kebijakan tahun 2021 di RPJMD, pandemi membuat penyusunan RAPBD 2021 berada dalam keadaan serba tidak pasti.
Untuk menyiasati situasi dibutuhkan kecermatan tingkat tinggi. Dengan kondisi pembahasan sudah lewat dan RAPBD 2021 sudah disahkan, maka reminder untuk APBD 2021 supaya pelaksanaan belanja infrastruktur menjadi prioritas utama.
Bahwa ke depan Pemprov mesti pandai-pandai mengatur dan melakukan penghematan belanja daerah demi menciptakan keleluasaan anggaran sebagai antisipasi kebutuhan penanganan selama pandemi, itu benar dan dapat diterima.
Namun penghematan bukan berarti mengurangi apalagi menunda realisasi belanja penting seperti belanja infrastruktur dan belanja modal agar bisa disimpan buat jaga-jaga (saving).
Sebagaimana pernah diungkapkan Menkeu Sri Mulyani bahwa penghematan anggaran bukan untuk disimpan. Bukan pula alasan untuk mendrop infrastruktur.
Akan tetapi perspektifnya bagaimana menyiasati alokasi kegiatan besar seperti belanja dimaksud sehingga dapat diatur ritmenya dan mengurangi pressure ke anggaran daerah. Entah itu beralih dari pola single year ke multiyear dan upaya lain.
Sekedar info, RAPBN tahun 2021 sendiri pembangunan infrastruktur masih agenda utama, yang difokuskan dalam rangka pemulihan ekonomi, penyediaan layanan dasar, serta peningkatan konektivitas berupa ketersediaan dan berfungsinya infrastruktur digital yang selama pandemi memegang peranan penting.
Belanja daerah di masa pandemi memang harus penuh perhitungan dan kajian serta melihat mana yang berdampak langsung bagi masyarakat.
Belanja yang masuk kategori tersebut dipertahankan dan digesa pelaksanaannya, sebaliknya yang kurang penting bisa menjadi objek penghematan, rasionalisasi atau didelay. Bukankah roadmap kebijakan penanganan pandemi sudah jelas? Penanganan kesehatan tetap diutamakan tanpa melupakan aspek pemulihan ekonomi. Framework tersebut merupakan pedoman menjalankan APBD 2021.
Diposisikannya belanja infrastruktur bukan prioritas teratas di APBD 2021 berpotensi membuat Riau makin keteteran.
Apalagi dari data, belanja modal APBD Riau tahun ke tahun alokasinya terbatas dan tanpa peningkatan signifikan, kemudian diperparah realisasi yang tak maksimal.
Lihat saja APBD 2020, realisasi per November untuk keuangan baru dikisaran 54% dan realisasi fisik dikisaran 59%. Sulit dibayangkan upaya menggesanya. Sudahlah alokasi belanja modal tidak mengalami peningkatan signifikan, realisasi rendah pula.
Infrastruktur dan Pemulihan Ekonomi
Ironis rasanya, belanja modal atau infrastruktur dinilai terobosan paling ampuh mendongkrak perekonomian daerah baik itu efek dari kegiatan padat karya dan merevitalisasi potensi daerah, namun realisasi berkata lain.
Kegiatan pembangunan infrastruktur juga menumbuhkan optimisme bagi pelaku usaha kontraktor kecil menengah di daerah yang terdampak selama pandemi. Padahal mereka menyuplai kira-kira 98 persen dari kontraktor nasional.
Sungguh bertolakbelakang dengan kemudahan pendirian usaha ala UU Cipta Kerja. Apa guna pendirian dipermudah jika tak ada yang dikerjakan. Paling penting tentu dampak terhadap masyarakat.
Kebutuhan infrastruktur seperti jalan dan jembatan makin dibutuhkan untuk memotong biaya distribusi pangan dan industri dari berbagai pelosok. Masyarakat dan dunia usaha sudah bertubi-tubi dihadapkan kesulitan selama pandemi, jangan ditambah beban dengan keterbatasan infratruktur.
Termasuk peningkatan aspek kesehatan dan kelayakan hidup bagi masyarakat melalui pembangunan aksesibilitas pelayanan pemenuhan kebutuhan sumber air minum di kabupaten/kota, pembangunan guna meminimalisir kawasan kumuh di Provinsi Riau yang dari tahun ke tahun cenderung meningkat dan merata luasnya di setiap kabupaten/kota, dan pembangunan sarana pendidikan.
Untuk terakhir, menurut data RPJMD per 2017, sekolah SMA/MA sebanyak 8.692 hanya 4.139 dalam kondisi baik, artinya 52,38 % kondisi bangunan kurang/tidak baik. Belum aktifnya kegiatan sekolah selama pandemi harusnya dimanfaatkan untuk membenahi kekurangan.
Infrastruktur lain yang perlu diprioritaskan dan mendapat perhatian khusus adalah terkait pembenahan sektor pertanian, diantaranya irigasi. Mengacu ke RPJMD, kondisi saluran irigasi dalam kondisi baik hanya 27,53% sedangkan kondisi sedang 35,39% dan kondisi rusak 37,08%.
Pembangunan saluran irigasi penting bagi perkembangan pertanian dan relevan terhadap tuntutan kekinian dan ke depan, dimana sektor pertanian jadi objek kajian serius. Komoditas pertanian khususnya pangan merupakan penentu sebagai pemenuhan kebutuhan dasar dan dalam rangka ketahanan pangan.
Negara dengan ketahanan pangan yang baik niscaya lebih mudah melewati pandemi dan meraup keuntungan secara ekonomi. Bagi Riau, pembenahan pertanian disamping bisa mengurangi ketergantungan pemenuhan kebutuhan pangan dari provinsi tetangga, juga peluang membangkitkan perekonomian daerah dengan peningkatan produktivitas sektor pertanian. Sulit terus bergantung kepada Migas, yang permintaan dan harga jual menurun plus persoalan produksi.
Berdasarkan pemaparan di atas, tergambar jelas urgensi belanja infrastruktur dan belanja modal di APBD 2021. Dengan kondisi APBD Provinsi Riau dalam dua tahun terakhir jauh lebih rendah dengan perbedaan jumlah cukup signifikan dibandingkan jumlah anggaran yang direncanakan dalam RPJMD Provinsi Riau 2019-2024 ditambah realisasinya yang masih seret, secara hitung-hitungan sudah membuat pembangunan Provinsi Riau jauh tertinggal.
Demi mengejar visi dan misi Provinsi Riau, maka peningkatan kinerja anggaran jawabannya. Kepada Kepala Daerah gambaran situasi tadi diharapkan dapat memacu kinerja lebih baik ke depannya, dengan terus mengevaluasi jajarannya secara berkala dan tak segan-segan melakukan perombakan bila dianggap perlu sesuai ketentuan yang berlaku.
Karena ketertinggalan pembangunan Riau pada dasarnya kerugian tersendiri baik itu bagi marwah pimpinan daerah, dan warisan kenangan yang dicatat dalam sejarah bumi lancang kuning.
*Penulis adalah Anggota Badan Anggaran DPRD Provinsi Riau. Seluruh materi dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.
(Redaksi Bertuahpos.com menerima tulisan dalam bentuk opini. Tulisan dapat dikirim ke alamat email redaksi@bertuahpos.com).