BERTUAHPOS.COM — Kinerja Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Riau wajib dievaluasi seiring dengan stagnasi penerimaan pajak daerah pada 2024. Sebagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang bertanggung jawab atas pengelolaan pendapatan daerah, Bappenda seharusnya tidak hanya menunggu dana masuk, tetapi juga bekerja lebih inovatif dalam mengoptimalkan sumber pendapatan.
“Pajak daerah, retribusi, serta sumber lainnya yang menjadi kewenangan Dispenda harus dikelola lebih efektif agar terus meningkat,” kata pengamat kebijakan anggaran Triono Hadi, kepada Bertuahpos, Senin, 10 Maret 2025.
Menurutnya, evaluasi kinerja dapat dilihat dari penerimaan pajak kendaraan bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang tidak menunjukkan peningkatan pada 2024. Padahal, dalam beberapa tahun terakhir, pajak kendaraan bermotor mengalami tren kenaikan.
Pada 2022, penerimaan PKB meningkat 8% dibandingkan 2021, dari Rp1,22 triliun menjadi Rp1,31 triliun. Kemudian, pada 2023, realisasi pajak kendaraan naik 16% menjadi Rp1,52 triliun. Peningkatan ini selaras dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Riau berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).
“Jika pada 2024 realisasi pajak tidak meningkat atau justru menurun, maka ini menjadi indikator menurunnya kinerja Bappenda yang harus segera dievaluasi,” kata Triono.
Yang lebih mengkhawatirkan, kata dia, target penerimaan PKB dan BBNKB pada 2025 justru diturunkan. Hal ini dikaitkan dengan penerapan opsen pajak mulai 5 Januari 2025, yang membagi pendapatan pajak kendaraan antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
Selain itu, Pemprov Riau juga memberikan diskon pajak agar tidak membebani pemilik kendaraan. Meski demikian, seharusnya pemerintah tidak serta-merta menurunkan target secara pesimistis, melainkan mencari strategi agar tetap mampu meningkatkan penerimaan pajak di tengah kebijakan baru ini.
Menurutnya, salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan pajak kendaraan dengan administrasi luar Riau, seperti kendaraan berpelat B yang banyak beredar di provinsi ini. Pemerintah perlu mencari solusi agar pemilik kendaraan lebih mudah mengurus perpindahan administrasi, misalnya dengan menjalin kerja sama dengan daerah asal kendaraan atau showroom kendaraan.
Selain itu, pemkab/pemkot juga harus lebih aktif dalam menggenjot kepatuhan pajak kendaraan. Saat ini, dari total kendaraan di Riau, hanya sekitar 80% yang membayar pajak, belum termasuk kendaraan dengan administrasi luar daerah yang kemungkinan angkanya lebih rendah.
Upaya lain yang bisa dilakukan adalah meningkatkan layanan pemungutan pajak dengan menambah Unit Pelaksana Teknis (UPT) di kabupaten/kota. Misalnya, di Kabupaten Kepulauan Meranti yang saat ini hanya memiliki satu UPT, sehingga akses masyarakat untuk membayar pajak masih terbatas.
“Perluasan layanan drive-thru juga bisa menjadi solusi, tidak hanya di perkotaan, tetapi juga di wilayah pedesaan. Dengan mendekatkan layanan, diharapkan kesadaran wajib pajak meningkat dan penerimaan daerah dapat lebih optimal,” katanya.
Selain aspek pelayanan, Triono mengatakan, sistem administrasi pajak juga perlu diperbaiki. Salah satu kendala yang sering dikeluhkan wajib pajak adalah syarat penggunaan KTP asli saat membayar pajak tahunan.
“Jika seseorang dapat menunjukkan BPKB dan STNK asli yang sudah terverifikasi, mengapa KTP asli masih menjadi syarat utama? Apalagi ada isu bahwa di beberapa tempat, pajak bisa tetap dibayarkan tanpa KTP asli melalui cara-cara tertentu. Jika memang KTP asli sangat penting, maka seharusnya tidak ada celah untuk pembayaran pajak tanpa dokumen tersebut. Sebaliknya, jika tidak terlalu mendesak, lebih baik syarat KTP asli hanya diberlakukan untuk perpanjangan STNK, bukan untuk pajak tahunan,” tuturnya.***