بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.
Terdapat dalam sebuah hadist yang membicarakan tentang rukun iman menyebutkan,
وَتُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“Dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” (HR. Muslim, no. 8)
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Takdir itu tidak ada yang buruk. Yang buruk hanya pada yang ditakdirkan (al–maqdur, artinya manusia atau makhluk yang merasakan jelek). Takdir jika dilihat dari perbuatan Allah, semua takdir itu baik. Sebagaimana disebutkan dalam hadits, ‘Kejelekan tidak disandarkan kepada-Mu.’ Jadi, takdir Allah itu selamanya tidak ada yang jelek. Karena ketetapan takdir itu ada karena rahmat dan hikmah. Kejelekan murni itu hanya muncul dari pelaku kejelekan. Sedangkan Allah itu hanya berbuat baik saja selama-lamanya.” (Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah, hlm. 88)
Ada sebuah kisah ketika Luqman Hakim menjelaskan kepada anaknya tentang baiknya takdir Allah. Kisah yang sering aku utarakan kepada anak-anak dan istriku untuk memahami baiknya takdir Allah kepada kita.
Luqman adalah seorang bijak yang namanya diabadikan dalam sebuah surat Al-Qur’an. Di antara nasihat terkenal yang disampaikan Luqman kepada anaknya adalah agar selalu bersyukur kepada Allah. Menurut Luqman, tidak ada takdir buruk karena semuanya sudah diperhitungkan dengan matang oleh Allah.
Dikisahkan dari Said bin Musayyab, Luqman menasihati anaknya agar meyakini bahwa apa yang telah diberikan oleh Allah, baik yang disukai maupun tidak, sesungguhnya itu adalah yang terbaik.
“Wahai ayah, saya belum bisa melakukannya sebelum saya membuktikannya sendiri,” jawab anaknya Luqman, sebagaimana ditulis oleh Imam Ibnul Jauzy dalam Kitab ‘Uyunul Hikayat (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1971, halaman 109-110).
Mendengar hal itu, Luqman mengajak anaknya untuk menemui seorang nabi di zamannya agar bisa mendapatkan penjelasan yang lebih rinci sehingga bisa mendapatkan pemahaman yang utuh.
“Mari ayah, kita temui nabi tersebut,” jawab anaknya.
Setelah bersepakat, keduanya mulai menyiapkan diri untuk menemui sang nabi. Berbagai hal disiapkan mengingat perjalanan yang akan ditempuh cukup berat dan jauh, termasuk 2 ekor keledai yang akan menjadi tunggangan Luqman dan anaknya.
Setelah berhari-hari menempuh perjalanan, keduanya sampai di sebuah gurun yang sangat tandus. Bekal makanan dan minuman pun semakin menipis, energi Luqman dan anaknya mulai menurun.
Bukan hanya itu, 2 keledai yang ditunggangi pun semakin lambat jalannya. Keduanya kemudian memutuskan untuk turun dari keledai dan melanjutkan perjalanan sambil jalan kaki.
Dalam kondisi itu, Luqman melihat jauh di depannya ada sebuah penampakan berwarna hitam dan asap yang menggumpal.
“Bayangan hitam berarti pohon, asap berarti pemukiman penduduk,” ucap Luqman dalam hatinya.
Keduanya terus melangkah agar bisa segera sampai pemukiman. Saat berjalan, anaknya Luqman menginjak tulang hingga terjatuh dan pingsan. Luqman sendiri masih fokus melangkah dan mengira semuanya baik-baik saja.
Saat menoleh ke belakang, Luqman baru menyadari bahwa anaknya terjatuh dan pingsan. Ia pun bergegas menghampiri anaknya. Sambil menangis, Luqman mencabut tulang itu dengan giginya kemudian menyobek surbannya untuk membungkus kaki anaknya yang terluka.
Saat menatap wajah anaknya, air mata Luqman menetes ke pipi anaknya hingga membuat anak kesayangannya itu siuman.
“Ayah mengapa menangis, bukannya apa yang menimpa saya ini adalah yang terbaik?” ucap anaknya sambil mengeluh kepada Luqman, mengingat semua bekal sudah habis dan keduanya masih di tengah gurun pasir.
“Anakku, aku menangis karena perasaan sedih seorang ayah kepada anaknya. Mengenai pertanyaanmu, bagaimana bisa kejadian ini lebih baik bagimu, mungkin di depan nanti kita akan mendapatkan jawabannya. Bisa jadi musibah ini lebih ringan daripada musibah yang ada di depan sana, sehingga Allah menghentikan kita di sini dengan musibah ini,” jawab Luqman menenangkan anaknya.
Usai menenangkan anaknya, Luqman menoleh ke depan. Ternyata bayangan hitam dan asap yang sebelumnya terlihat sudah tidak tampak lagi.
“Sudahlah. Mungkin Allah sudah menyiapkan rencana lain,” kata Luqman dalam hatinya.
Tidak lama kemudian dari jauh muncul sosok berpakaian putih yang menunggangi kuda. Luqman terus memperhatikan sosok yang terus mendekatinya itu. Anehnya, saat sudah dekat sosok itu seperti menghilang namun suaranya tetap terdengar.
“Apakah kamu Luqman?” Tanya sosok yang tidak terlihat itu.
“Iya benar, saya Luqman. Wahai Hamba Allah, siapa engkau sebenarnya? Saya bisa mendengar suaramu tapi tidak melihat wujudmu,”
“Aku Jibril, hanya malaikat Muqarrabun dan Nabi saja yang bisa melihatku,” jawab sosok itu.
“Jika kamu Jibril, tentu kamu mengetahui apa yang sebenarnya terjadi,”
Jibril kemudian menjelaskan bahwa ia ditugaskan oleh Allah untuk menghancurkan kota yang ada di depan sana berikut penduduknya. Pada saat yang hampir bersamaan, Jibril mengetahui bahwa Luqman dan anaknya sedang berjalan menuju kota tersebut. Jibril kemudian memohon kepada Allah agar Luqman dan anaknya ditahan supaya tidak sampai kota dan tidak ikut luluh lantak bersama penduduk setempat.
Jibril kemudian mengusap kaki anaknya Luqman yang terluka, tidak lama kemudian kakinya itu sembuh seperti sedia kala. Tempat makanan dan minuman yang dibawa Luqman juga menjadi penuh setelah diusap oleh Jibril. Tidak lama kemudian Jibril mengangkat keduanya dan mengembalikan ke kota asalnya.
Dari kisah ini dapat kita petik pelajaran bahwa sebenarnya tidak ada takdir yang buruk karena semuanya pasti ada hikmah tersembunyi. Bisa jadi hikmah itu baru disadari esok, lusa, atau bahkan beberapa waktu kemudian.
Wallãhu A’lamu bish-Shawãb
Ku tutup dengan do’a yang disampaikan dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan doa berikut ini,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنَ الخَيْرِ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ ، مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ ، مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا سَأَلَكَ عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا عَاذَ بِهِ عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الجَنَّةَ وَمَا قرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَولٍ أَوْ عَمَلٍ ، وَأَعُوْذُ بِكَ مَنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ ، وَأَسْأَلُكَ أَنْ تَجْعَلَ كُلَّ قَضَاءٍ قَضَيْتَهُ لِي خَيْرًا
ALLOHUMMA INNI AS-ALUKA MINAL KHOIRI KULLIHI ‘AAJILIH WA AAJILIH, MAA ‘ALIMTU MINHU WA MAA LAM A’LAM. WA A’UDZU BIKA MINASY SYARRI KULLIHI ‘AAJILIH WA AAJILIH MAA ‘ALIMTU MINHU WA MAA LAM A’LAM. ALLOHUMMA INNI AS-ALUKA MIN KHOIRI MAA SA-ALAKA ‘ABDUKA WA NABIYYUK MUHAMMADUN SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM. WA A’UDZU BIKA MIN SYARRI MAA ‘AADZA BIHI ‘ABDUKA WA NABIYYUK. ALLOHUMMA INNI AS-ALUKAL JANNAH WA MAA QORROBA ILAIHAA MIN QOULIN AW ‘AMAL. WA ‘AUDZU BIKA MINAN NAARI WA MAA QORROBA ILAIHAA MIN QOULIN AW ‘AMAL. WA AS-ALUKA AN TAJ’ALA KULLA QODHOO-IN QODHOITAHU LII KHOIROO.
Artinya:
Ya Allah, aku memohon kepada-Mu semua kebaikan yang disegerakan maupun yang ditunda, apa yang aku ketahui maupun tidak aku ketahui. Aku berlindung kepada-Mu dari semua keburukan, baik yang disegerakan maupun yang ditunda, yang aku ketahui maupun yang tidak aku ketahui. Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu dari kebaikan apa yang diminta oleh hamba dan Nabi-Mu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada-Mu dan aku berlindung kepada-Mu dari apa yang diminta perlindungan oleh hamba dan nabi-Mu. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu surga dan apa yang mendekatkan kepadanya baik berupa ucapan maupun perbuatan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari neraka dan apa yang mendekatkan kepadanya baik berupa ucapan atau perbuatan. Dan aku memohon kepada-Mu semua takdir yang Engkau tentukan baik untukku. (HR. Ibnu Majah, no. 3846 dan Ahmad, 6:133. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).
Oleh : H Derajat
Ketua Pasulukan Loka Gandasasmita