BERTUAHPOS.COM – Ebrahim Moose, seorang profesor yang ahli dalam pemikiran Islam dan Masyarakat Muslim di Keough School of Global Affairs, Universitas Notre Dame, meminta kepada pemerintah Kerajaan Saudi, sebaiknya mengambil sikap jelas terhadap pelaksanaan ibadah haji tahun ini, di tengah pandemi COVID-19.
Dia menggambarkan, pelaksanaan ibadah haji sangat didukung dengan kemampuan fisik kuat. Karena jadwal sangat intens sehingga membutuhkan kondisi fisik dan ketahanan diri.
Misalnya dari saat kedatangan jemaah di tanah Arab. Mereka akan melakukan banyak ritual, mulai dari menunggu di bandara untuk pulang, berjalan dari satu tempat ke tempat lain. Sementara instruksi agar menjaga jarak serta isolasi sosial merupakan hal yang bertentangan dengan ritme haji.
Sebelum berangkat juga wajib dilakukan vaksinasi, sanitasi dan tempat tinggal lebih baik untuk jamaah. Hal ini memang secara drastis akan menghentikan penyebaran penyakit menular seperti kolera dan tipus. Tapi bel ada obat untuk virus corona sampai saat ini
Dengan alasan-alasan demikian, Ebrahim Moose meminta agar pemerintah Saudi sadar terhadap bahaya besar yang mengancam. Pada 4 Maret 2020 lalu, pihak berwenang di negara Arab itu membatalkan seluruh keberangkatan umrah. Arab Saudi dinilai perlu segera mengumumkan penangguhan haji karena pandemi COVID-19.
“Hal semacam ini akan menekankan prioritas keselamatan dalam etika Islam bagi umat Muslim di mana pun, dan membantu membatasi pertemuan keagamaan selama pandemi,” katanya seperti dikutip dari New York Times yang dilansir oleh ihram.co.id.
Memang, disadari bahwa menunda pelaksanaan ibadah haji merupakan satu hal yang sangat sensitif serta membutuhkan konsensus ilmiah dari para pemimpin agama dan politik Muslim. Saat ini, jutaan umat Islam merasakan kesedihan yang amat dalam walau hanya dengan melihat gambar Masjidil Haram yang kosong dari jemaah.
Walaupun begitu, Moose menilai menunda haji adalah keputusan penting dan perlu untuk dilakukan oleh para pemimpin Saudi dan para pemimpin agama. Kondisi perang, epidemi, dan bahaya ekstrem, menjadi kewajiban suatu ibadah dibatalkan.
Dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 195 secara eksplisit dituliskan, “…dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,…”. Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan bahwa seseorang harus menghindari kontaminasi dari orang lain selama epidemi terjadi.
Ajaran Islam mengamanatkan, segelintir orang dapat melakukan ibadah haji di bawah pengawasan ketat. Pemerintah Saudi dapat memenuhi persyaratan itu dengan mengizinkan sejumlah kecil penduduk setempat melakukan ibadah haji, di bawah aturan menjaga jarak sosial dan dilengkapi dengan alat pelindung.
“Sejak haji diadopsi dalam Islam, para sejarawan mengatakan haji telah ditangguhkan sekitar 40 kali. Wabah di Kekaisaran Ottoman mengakibatkan haji tahun 1814 menjadi sangat terganggu karena tidak adanya para peziarah,” lanjut Moose.
Ahli etika Muslim dengan sangat jelas menyatakan pelestarian kehidupan selama pandemi lebih diprioritaskan daripada melakukan ritual keagamaan. Cendekiawan Mesir abad ke-15, Ibn Hajar al-Asqalani memperlihatkan bahaya yang disebabkan oleh pertemuan ibadah dengan jumlah besar selama wabah. Pada Desember 1429, ia menulis, wabah itu mengakibatkan 40 kematian pada satu hari di Kairo.
Ibn Rushd the Elder, kakek dari filsuf, dokter, dan ahli hukum terkenal Averroes berpendapat, seorang Muslim yang mempertaruhkan perjalanan berbahaya untuk beribadah akan menimbulkan dosa. Peringatan keras diberikan kepada siapa saja yang mengabaikan bahaya yang ditimbulkan oleh pandemi saat ini. (bpc3)