BERTUAHPOS.COM — Tujuan berpuasa, sebagaimana disebutkan dalam Surat Al-Baqarah ayat 183, tak lain untuk membentuk pribadi yang bertakwa. Namun bukan berarti dengan berpuasa sebulan penuh saat Ramadhan pribadi tersebut langsung terbentuk. Hal ini perlu didasari niat dan keikhlasan yang kuat.
Puasa membentuk pribadi taqwa tentu tidak sekali jadi, maka setiap tahun berpuasa menurut ulama sebagai ‘olah jiwa tahunan’ yang harus membentuk diri seseorang semakin baik, semakin bertaqwa, begitu menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Haedar Nashir.
“Saya mencoba meletakkan puasa sebagai kanopi, sebagai teras rohani kita agar dengan ketaqwaan yang terus kita bangun itu, melahirkan diri kita yang semakin bersih, suci lahir dan batin dalam makna bahwa puasa adalah proses revolusi rohani,” kata Prof Haedar Nashir, dikutip dari suaramuhammadiyah.com.
Puasa yang bisa membentuk kanopi diri menjadi insan yang bersih lahir batin menurut Prof Haedar Nashir adalah puasa yang terintegrasi bukan hanya menahan diri dari makan minum dan pemenuhan kebutuhan biologis, tapi juga menjadikan diri menjadi orang yang punya kemampuan memelihara, merawat dan menjaga.
“Dalam konteks ini, maka puasanya sendiri itu pertama harus menjadi puasa lahir dan batin, yang kedua puasa itu satu rangkaian dengan ibadah yang lain seperti qiyamul lail, yang ketiga puasa kita itu terkait dengan kegiatan yang selalu disunnahkan oleh Rosululloh SAW yaitu terus mencari ilmu, membaca Al Qur’an dan mengimplementasikannya dalam kehidupan, yang keempat di bulan Ramadhan kita juga diajari untuk terus beramal sholeh termasuk bershodaqoh,” imbuhnya.
Selanjutnya Prof Haedar Nashir mengatakan setiap tahun kita berpuasa tidak cukup hanya sebagai ritual individual semata, tetapi puasa harus memancarkan diri kita yang menjadi uswah khasanah (teladan yang baik) dalam kehidupan.
“Ketika puasa diproyeksikan la allakum tattaqun (agar kamu menjadi orang yang bertaqwa), bagaimana sifat taqwa itu kita praktekkan. Contoh apakah setelah puasa kita menjadi orang yang semakin dermawan, yang kedua apakah kita menjadi orang yang sabar tidak pemarah, kemudian pemaaf terhadap orang” jelasnya.
Lalu bagaimana dampaknya dalam kehidupan? Apakah puasa itu dan segala macam ibadah itu berdampak pada kesalehan sosial kita? Prof Haedar Nashir mengutip fakta-fakta yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
“Kita lihat sekarang, kenyataan pertama Indonesia termasuk dalam negara yang gawat korupsi, yang kedua Indonesia sekarang termasuk gawat narkoba, yang ketiga angka perceraian di Indonesia itu cukup tinggi dan yang terakhir kekerasan terhadap anak dan perempuan. Ini menunjukkan belum ada korelasi positif antara aktifitas semangat beribadah di kalangan umat Islam dengan dampaknya untuk melahirkan kesalehan sosial,” ungkapnya.
Menutup paparannya, Prof Haedar Nashir mengungkap implementasi puasa dan seluruh ibadah dalam kehidupan sehari-hari. “Kita harus menjadi uswah hasanah dalam hal keselarasan kata dan tindakan, yang kedua puasa dan seluruh nilai keislaman kita menjadi kekuatan ilmu yang mencerahkan, yang terakhir amaliah kita itu harus juga membawa kemajuan,” sebutnya. (bpc2)