BERTUAHPOS.COM, Pekanbaru – Majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru menjatuhkan vonis bebas terhadap Syafruddin (68), petani yang membersihkan lahan seluas 20 x 20 m dengan cara dibakar. Hakim meminta penegak hukum melakukan penegakan hukum secara bermartabat dan berkeadilan.
Vonis bebas ini dibacakan majelis hakim yang diketuai Sorta Ria Neva SH, kemarin Selasa (4/2/2020). Hakim menilai Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Pekanbaru tak dapat membuktikan dakwaan dan tuntutannya terhadap Syafruddin, sesuai dengan Pasal 98 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai pemidanaan terhadap terdakwa Syafruddin ini melukai rasa keadilan masyarakat. Karena seharusnya aparat penegak hukum fokus terhadap pembakaran lahan yang dilakukan korporasi yang skala luasan kebakarannya lebih besar, yakni lebih dari 2 ha.
Hakim juga menilai, Pengadilan terkesan dijadikan alat politik hukum yang dibenturkan dengan kepentingan petani kecil seperti terdakwa. “Seharusnya aparat penegak hukum dapat menerapkan penegakan hukum lingkungan secara bermartabat dan berkeadilan,” ujar Sorta.
Majelis hakim dalam pertimbangannya juga mengatakan, tidak adil jika seorang terdakwa Syafruddin, seorang petani kecil berusia lanjut 68 tahun dan tidak tamat SD harus dipidana hanya membersihkan belukar yang ada di lahan 20 x 20 meter. “Bagaimana dengan perusahaan yang secara besar besaran melakukan pembakaran lahan pada tahun 2015 yang di SP3 kan oleh Polda Riau,” ujar Sorta.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim juga mengatakan, berdasarkan fakta persidangan, keterangan tidak ada niat dan kesengajaan terdakwa untuk melakukan pembakaran, karena lahan tersebut merupakan lahan pertanian atau kebun yang telah dikerjakan terdakwa sejak tahun 1993 dan luasannya hanya 20 x 20 yang tidak sampai 2 ha, sesuai yang disebutkan dalam Pasal 69 ayat 2 UU No 32 Tahun 1999., maka majelis hakim berkesimpulan unsur dengan sengaja sesuai dakwaan dan tuntutan ksa tidak terpenuhi pada diri terdakwa.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim juga mempertimbangkan bahwa kearifan lokal adalah melakukan pembaran lahan dengan luas lahan maksimal 2 ha per kepala keluarga untuk ditanami jenis varitas lokal dengan dikelilingi sekat bakar untuk menghindari meluasnya pembakaran.
Berdasarkan bukti persidangan terdakwa sudah membuka lahan untuk palawija dan melakukan penyekatan. Penuntutan Umum menurut majelis keliru dalam kesimpulannya dan tidak dapat membuktikan tindak pidana pembakaran lahan yang dilakukan terdakwa.
Karena itu majelis hakim menyatakan membebaskan terdakwa dari segala tuntutan jaksa penuntut umum.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa seama 4 tahun penjara, serta denda Rp3 miliar.***(bpc17)