BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Pamerkan portofolio kepada orang lain dilarang dalam berinvetasi saham. Karena ada konsekuensi hukum yang harus ditanggung.
Tidak semua orang yang kita ajak untuk membeli saham tertentu paham mengenai instrumen investasi ini. Hal ini menjadi penting untuk diketahui setelah ramainya perbincangan publik di dunia maya, setelah dua influencer Raffi Ahmad dan Ari Lasso memamerkan keuntungan saham mereka di sosial media.
Pihak Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan akan memanggil para influencer untuk berdiskusi mengenai pasar modal. Sebab, ada konsekuensi hukum untuk para influencer jika masyarakat yang mengikuti saran mereka kecewa karena harga sahamnya jatuh.
Menurut Analis Pasar Modal Riska Afriani, para investor sebaiknya tidak memamerkan portofolio saham mereka ke publik. Pasalnya, portofolio layaknya jumlah rekening di tabungan.
Artinya, jika memamerkan portofolio saham, maka sama saja seperti seseorang memamerkan jumlah uangnya di dalam rekening tabungan.
“Portofolio adalah pribadi. Ini sama halnya dengan rekening akun di bank. Orang punya akun di bank biasanya itu bersifat pribadi,” ucap Riska seperti dilansir dari CNNIndonesia.com.
Namun, Riska menyatakan jika investor hanya memberitahu daftar portofolio sahamnya kepada beberapa teman saja tak masalah.
Ini berbeda kasusnya jika investor itu adalah seorang influencer yang memiliki banyak pengikut (followers) di media sosialnya, entah Instagram atau Twitter.
“Kalau hanya sesama teman, ditanya temannya portofolionya apa, lalu diberi tahu apa saja. Kalau hanya sesama teman tidak masalah. Tapi ketika lingkupnya besar, jadi masalah,” terang Riska.
Ia mencontohkan kasus Raffi, Ari, dan Kaesang. Mereka memiliki banyak followers di akun media sosialnya masing-masing.
“Ketika Kaesang, Raffi, Ari menyebut nama saham yang mereka koleksi, maka banyak investor pemula yang belum mengerti nanti akan ikut-ikut saja,” ujar Riska.
Celakanya, jika saham yang dipromosikan oleh influencer ini adalah saham yang buruk secara fundamental. Harga sahamnya naik cuma karena sentimen isu sesaat.
“Harga ya harga saja, tidak mencerminkan perusahaan itu sebenarnya. Harga yang harusnya Rp100 per saham jadi Rp1.000 per saham,” ucap Riska. (bpc2)